Tiga Kenikmatan Hidup

Tiga Kenikmatan Hidup

Barangsiapa yang di pagi hari sehat badannya, tenang jiwanya dan dia mempunyai makanan di hari itu, maka seolah-olah dunia ini dikaruniakan kepadanya (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Untuk memahami lebih dalam tentang apa yang dimaksud oleh Rasulullah Saw, hadits di atas perlu kita pahami dengan baik.

Badan Sehat

Badan yang sehat merupakan suatu kenikmatan tersendiri bagi manusia yang tidak ternilai harganya, rasanya tidak ada artinya segala sesuatu yang kita miliki bila kita tidak memiliki kesehatan jasmani. Apa artinya harta yang berlimpah dengan mobil yang mahal harganya, rumah yang besar dan bagus, kedudukan yang tinggi dan segala sesuatu yang sebenarnya menyenangkan untuk hidup di dunia ini bila kita tidak sehat. Oleh karena kesehatan bukan hanya harus dibanggakan dihadapan orang lain, tapi yang lebih penting lagi adalah harus disyukuri kepada yang menganugerahkannya, yakni Allah Swt.


Kesehatan badan bisa diraih dengan mencegah dari segala penyakit yang akan menyerang tubuh dan mengatur segala keseimbangan yang diperlukannya. Oleh karena itu tubuh manusia punya hak-hak yang harus dipenuhi, diantara hak-hak itu adalah bersihkan jasmani bila kotor, makan bila lapar, minum bila haus, istirahat bila lelah, lindungi dari panas dan dingin, obati bila terserang penyakit, dll. Ini merupakan salah satu bentuk dari rasa syukur kepada Allah yang harus kita tunjukkan. Bentuk syukur yang lain adalah memanfaatkan kesehatan jasmani dengan segala kesegaran dan kekuatannya untuk melakukan berbagai aktivitas yang menggambarkan pengabdian kita kepada Allah Swt.

Namun yang amat disayangkan dan ini diingatkan betul oleh Rasulullah Saw adalah banyak manusia yang lupa dengan kondisi kesehatannya. Saat sehat ia tidak mencegah kemungkinan datangnya penyakit, tidak memenuhi hak-hak jasmani dan tidak menggunakan kesehatannya itu untuk melakukan aktivitas pengabdian kepada Allah sehingga pada saat sakit, barulah ia menyesal dengan penyesalan yang sangat dalam, Rasulullah Saw bersabda:

Ada dua nikmat yang sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang (HR. Bukhari).

Jiwa Yang Tenang

Hal yang tidak kalah pentingnya dari badan yang sehat adalah jiwa yang tenang, sebab apa artinya manusia memiliki jiwa yang sehat bila jiwanya tidak tenang, bahkan badan yang sakit sekalipun tidak menjadi persoalan yang terlalu memberatkan bila dihadapi dengan jiwa yang tenang, apalagi ketenangan jiwa bila menjadi modal yang besar untuk bisa sembuh dari berbagai penyakit.

Jiwa yang tenang adalah jiwa yang selalu berorientasi kepada Allah Swt, karena itu, orang yang ingin meraih ketenangan hidup dijalani kehidupan dengan segala aktivitasnya karena Allah, dengan ketentuan yang telah digariskan Allah dan untuk meraih ridha dari Allah Swt. Dengan demikian, sumber ketenangan hidup bagi seorang muslim adalah keimanan kepada Allah Swt dan ia selalu berdzikir kepada Allah dengan segala aplikasinya, Allah Swt berfirman yang artinya: Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram (tenang) dengan mengingat Allah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenang (QS 13:28).

Oleh karena itu, keimanan kepada Allah yang merupakan sumber ketenangan akan membuat seorang muslim merasa senang untuk mendapatkan beban-beban berat dan tidak ada kegelisahan sedikitpun di dalam hatinya dalam menjalankan tugas-tugas yang berat itu. Abu Na’im dan Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa para sahabat Nabi bahu-membahu membawa satu persatu batu bata yang besar untuk membangun masjid. Tapi Ammar bin Yasir justeru membawa dua tumpukan batu bata besar. Ketika Nabi melihatnya, beliau membersihkan debu dari kepala Ammar sambil bersabda: “Wahai Ammar, tidakkah cukup bagimu untuk membawa seperti yang dilakukan para sahabatmu?”. Ammar menjawab: “Saya mengharapkan pahala dari Allah”. Lalu Nabi bersabda: “Sesungguhnya Ammar memiliki keimanan yang penuh dari ujung rambut sampai ke ujung kakinya atau tulangnya”.

Disamping itu, seandainya kematian akan menjemput dirinya, keimanan kepada Allah dengan segala aplikasinya tidak akan membuat seorang muslim takut kepada mati, bahkan ia akan sambut kematian itu dengan jiwa yang tenang, Allahpun memanggilnya dengan panggilan yang menyenangkan: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku (QS 89:27-30).

Dengan demikian, jiwa yang tenang membuat kehidupan manusia bisa dijalani dengan sebai-baiknya dan memberi manfaat yang besar, tidak hanya bagi dirinya tapi juga bagi orang lain, sedangkan kematiannya justeru akan menjadi kenangan manis bagi orang yang hidup dan ia akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dengan masuk ke dalam surga dengan segala kenikmatan yang tiada terbayangkan.

Makanan Yang Cukup

Makanan, termasuk di dalamnya adalah minuman merupakan kebutuhan yang sangat pokok dalam kehidupan manusia. Kesehatan manusia tidak bisa dipertahankan bila ia tidak makan dan tidak minum, bahkan tidak sedikit orang yang semula memiliki kekuatan iman tidak bisa lagi dipertahankan keimanannya karena lapar, sedangkan bila situasinya sangat darurat, seorang muslimpun terpaksa harus memakan sesuatu yang pada dasarnya haram untuk dimakan, namun apakah seorang muslim bisa untuk berlama-lama dalam situasi darurat?.

Oleh karena itu, memiliki makanan yang cukup atau perekonomian yang memadai merupakan suatu kenikmatan tersendiri dalam hidup ini, sedangkan bila kondisi kehidupan seseorang dalam keadaan lapar, dan ia tidur dalam keadaan yang demikian, maka hal itu merupakan sesuatu yang sangat jelek, karenanya Rasulullah Saw selalu berdo’a sebagaimana terdapat dalam hadits:

Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari lapar, karena ia adalah teman tidur yang paling jelek (HR. Abu Daud, Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan, seorang muslim sangat dituntut untuk mencari nafkah, baik untuk diri maupun keluarganya, apalagi bila ia bisa membantu orang lain seperti anak yatim, fakir miskin dan sebagainya. Itu sebabnya, orang yang mencari nafkah secara halal dan terhormat (bukan dengan cara mengemis atau meminta-minta) sangat dimuliakan oleh Allah Swt. Karenanya setiap muslim harus bersungguh-sungguh dalam mencari nafkah guna memenuhi kebutuhannya. Bila sudah terpenuhi dan selalu bisa dipenuhi kebutuhan nafkah diri dan keluarganya, maka hal ini merupakan suatu kenikmatan dalam kehidupan dan iman bila dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya pada masa-masa mendatang. Paling tidak, salah satu faktor yang membuat seseorang bisa menjadi kufur telah teratasi.

Demikian tiga faktor penting yang membuat manusia bisa dikatakan memperoleh kenikmatan dalam hidupnya di dunia yang sangat berpengaruh pada upaya memperoleh kenikmatan di akhirat kelak.
Perjalanan Taubat Cicit Iblis

Perjalanan Taubat Cicit Iblis

Perjalanan Taubat Cicit Iblis _laknatulloh_


Oleh : Nadhif Khalyani ( Founder RLC Indonesia )



Cicit Iblis ini bernama Hamah bin Ahyam bin Aqyas bin Iblis.

Dia punya andil dalam terbunuhnya Habil, lalu dia menggoda umat Nabi Nuh hingga nabi Nuh menangis sedih. Dan ia pun ikut sedih menyaksikan kesedihan nabi Nuh.


Lalu dia meminta nasihat pada nabi Nuh tentang cara bertobat.

Beliau ajarkan taubat pada Hamah.

Tapi dia ulangi kesalahan dengan menggoda ummat nabi Hud, hingga nabi Hud sedih dan menangis. Ia pun menangis melihat kesedihan nabi Hud.

Hamah bin Aqyas melanjutkan perjalanan taubatnya, hingga bertemu Nabi Ya'qub, Nabi Yusuf. Ia juga belajar Taurat kepada Nabi Musa.

Nabi Musa mengatakan padanya, jika kau bertemu Isa bin Maryam, sampaikan salam ku padanya.

Ia pun bertemu nabi Isa, nabi Isa berkata, jika kau bertemu dg Muhammad shalallahu alaihi wasallam, _sampaikan salamku padanya._

Hamah bertemu dg Rasulullah, dia menangis.

"Wahai Rasulullah, ajarkan kepada seperti Musa mengajarkan Taurat kepadaku."

Rasulullah mengajarkan kpd Jamah, surah Waqiah, surah Murasalat, surah An Naba, surah At takwir, Al Ikhlas, Al Falaq Annas.

Hadits ini memiliki beberapa jalur periwayatan hingga sampai derajat Hasan.

Di riwayat lain, dr  Aisyah, Nabi berkata bahwa sesungguhnya *Hamah bin Aqyas berada dalam syurga.*

Selengkapnya kisah ini bisa di lihat di buku ini :
_Lutqath Al Marjan Fil Ahkamil Jann, Imam Jalaluddin Suyuthi_(hal 62-63, terjemahan)

------

Wahai bangsa jin yg telah menghabiskan waktu dalam kesesatan dan berjuang untuk keburukan....... bertaubatlah.

Sungguh, diantara pendahulu kalian telah kembali pada jalan Alloh.

Ampunan dan rahmat-Nya sangatlah luas

Ebook Ruqyah Syar'iyyah
Buku ini, mengajak anda berfikir dan meracik senjata sendiri untuk meluluhlantakkan sihir
yang mencuri kebahagiaan keluarga dan kehidupan Anda..
Download Disini
Ruqyah Syar'iyyah
Terapi Gangguan Jin
Terapi Gangguan Sihir
Thibbun Nabawi
Pengobatan Sunnah
Hukum Mandi dengan Air yang diruqyah di Toilet/Bathroom

Hukum Mandi dengan Air yang diruqyah di Toilet/Bathroom


Ditanyakan kpd fadhilah syaikh Abdul 'Aziz bin Baaz rahimahuLLaah: "Bolehkah mandi dg air yg dibacakan (bacaan ruqyah) di toilet?". Maka jawab beliau: (Iya, mandi dg air yg dibacakan di kamar mandi itu Nggak apa-apa).



Ditanyakan kpd fadhilah syaikh Muhammad bin Shaalih al-'utsaimin rahimahuLLaah: "Bolehkah wanita haidh mandi dengan air ruqyah?", maka beliau menjawab: "Ya, Sy tdk 'melihat' hal tsb sebagai masalah, krn air ruqyah itu bukanlah tulisan Al-Quran dan bukan juga sesuatu yang dianggap dihormati (bagian) dari Al-Quran. Sesungguhnya itu (air ruqyah) itu liur/ludahnya si pembaca yg memberi pengaruh dg izin ALLaah 'azza wa jalla.

Ditanyakan kpd fadhilah syaikh al-muhaqqiq Shaalih bin Abdul 'Aziz Aalu Syaikh: "Apa hukumnya mandi dg air zam-zam dan air yg dibacakan Al-Qur'an di Toilet?", Beliau menjawab: "Itu tidak masalah, krn air itu bukan Al-Quran yang ditulis dan tidak ada di dalamnya mushaf tertulis. Sebetulnya isi di dalamnya adalah (tiupan) ludah dan udara yang mengandung (bercampur) mushaf (quran) atau bacaan.

Dan sebagaimana sudah dimaklumi bhw warga Makkah di era awal dulu, mereka selalu menggunakan air zam zam (utk berbagai keperluan) yg ketika itu bagi mrk nggak ada air lagi selain air zam zam. Maka yg tepat adalah: Tidak ada persoalan (mandi dg air zam zam di toilet/kamar mandi), itu adalah sesuatu yang boleh dilakukan

Ebook Ruqyah Syar'iyyah
Buku ini, mengajak anda berfikir dan meracik senjata sendiri untuk meluluhlantakkan sihir
yang mencuri kebahagiaan keluarga dan kehidupan Anda..
Download Disini
Ruqyah Syar'iyyah
Terapi Gangguan Jin
Terapi Gangguan Sihir
Thibbun Nabawi
Pengobatan Sunnah
Konsekuensi Tauhid

Konsekuensi Tauhid

Tauhid diambil kata dalam bahasa Arab: wahhada-yuwahhidu-tawhid[an]; artinya mengesakan atau menunggalkan. Tauhid satu suku kata dengan kata wâhid (satu) atau kata ahad (esa). Dalam ajaran Islam tauhid berarti keyakinan akan keesaan Allah SWT. Kalimat tauhid ialah kalimat Lâ ilâha illalLâh yang berarti: Tidak ada Tuhan selain Allah. Demikian sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT sendiri dalam firman-Nya:

وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ

Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (TQS al-Baqarah [2]: 163).


Islam adalah satu-satunya agama tauhid. Artinya, tidak ada agama tahuid selain Islam. Memang, agama Yahudi dan Nasrani sebelumnya juga merupakan agama tauhid. Namun, pada perkembangan selanjutnya, kedua agama ini menyimpang dari ajaran aslinya. Yahudi, misalnya, berpendapat bahwa Uzair adalah anak Allah SWT. Kristen pun berpendapat bahwa Isa al-Masih itu anak Allah SWT. Inilah yang dicela secara tegas oleh Allah SWT dalam al-Quran:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ

Orang-orang Yahudi berkata, "Uzair itu anak Allah." Orang-orang Nasrani berkata, "Al-Masih itu putra Allah." Demikianlah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling? (TQS at-Taubah [9]: 30).

Dengan demikian agama Yahudi maupun Kristen telah mengalami distorsi (penyimpangan) luar biasa dalam tauhid. Wajarlah jika Allah SWT menegaskan bahwa para penganut agama Nasrani (Kristen) adalah kafir:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ

Sungguh telah kafirlah orang-orang yang berpendapat bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga. Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Maha Esa (TQS al-Maidah [5]: 73).

Berdasarkan ayat di atas, konsep trinitas dalam Kristen jelas menyalahi konsep tauhid dalam Islam.

Selain para penganut Kristen, Allah SWT pun memvonis kafir para penganut agama Yahudi maupun kaum musyrik.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Sungguh orang-orang kafir itu—baik Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) maupun kaum musyrik—berada di Neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah manusia yang paling buruk (TQS al-Bayyinah [98]: 6).

Karena itu siapapun yang menganggap sama konsep trinitas—atau konsep-konsep dalam keyakinan agama lain—dengan konsep tauhid jelas telah menyimpang dari ketentuan Allah SWT dalam al-Quran. Padahal jangankan manusia secara umum, Rasulullah saw.—yang notabene kekasih Allah SWT—pun “diancam” dengan ancaman keras seandainya beliau memiliki pendapat yang menyimpang dengan apa yang telah Allah SWT gariskan dalam al-Quran.

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ . لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ . ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ  .فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ . وَإِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِينَ.  وَإِنَّا لَنَعْلَمُ أَنَّ مِنْكُمْ مُكَذِّبِينَ

Andai Muhammad mengada-adakan sebagian perkataan atas nama Kami, niscaya Kami benar-benar akan memegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami akan memotong urat tali jantungnya. Sekali-kali tidak ada seorang pun dari kalian yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu. Sungguh al-Quran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. Sungguh kami benar-benar mengetahui bahwa di antara kalian ada orang yang mendustakan al-Quran (TQS al-Haqqah [69]: 41-48).

Konsekuensi Tauhid

Ada beberapa konsekuensi tauhid yang harus dipegang teguh oleh setiap Muslim antara lain. Pertama, setiap Muslim harus meyakini betul, tanpa ragu, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (Lâ ilâha illâlLâh); sekaligus mengingkari thâghût (segala sesuatu selain Allah SWT). Inilah yang Allah SWT tegaskan dalam al-Quran:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Siapa saja yang mengingkari thâghût dan mengimani Allah, ia berarti telah berpegang pada tali yang amat kuat, yang tidak akan terputus (TQS al-Baqarah [2]: 256).

Seorang Muslim haram menyekutukan Allah SWT atau mengadakan tandingan bagi Diri-Nya. Allah SWT berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ

Di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mereka mencintai Allah (TQS al-Baqarah [2]: 165).

Rasulullah saw. juga menegaskan:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَجْعَلُ لِلَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ

Siapa saja yang mati, sementara dia mengadakan tandingan bagi Allah, dia masuk neraka (HR Abu Dawud).

Kedua, setiap Muslim wajib mengikhlaskan setiap aktivitas atau amal ibadahnya semata-mata karena Allah SWT.

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus (TQS al-Bayyinah [98]: 5).

Ketiga, setiap Muslim dituntut hanya menyembah atau mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT saja seraya menjauhi thâghût. Dalam al-Quran Allah SWT berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Sungguh Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah thâghût itu.” (QS an-Nahl [16]: 36).

Ibadah tentu tidak hanya diwujudkan dalam kegiatan ritual seperti shalat, shaum, haji, membaca al-Quran, zikir atau doa semata. Ibadah juga wajib diwujudkan dalam bentuk ketaatan total pada seluruh aturan Allah SWT sebagai satu-satunya Zat yang diibadahi. Karena itu seorang Muslim tidak boleh berhukum pada selain hukum Allah SWT. Ketundukan dan ketaatan pada hukum-hukum atau aturan-aturan yang bertentangan dengan wahyu Allah SWT dianggap sebagai bentuk penyembahan (ibadah) kepada pembuat hukum-hukum atau aturan-aturan tersebut. Inilah yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Quran:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

Mereka telah menjadikan para pendeta dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah (TQS at-Taubah [9]: 31).

Ketika Rasulullah saw. membaca ayat ini dan didengar oleh Adi bin Hatim (yang saat itu masih bergama Nasrani), Adi bin Hatim berkata, “Sungguh kami tidak pernah menyembah mereka (para pendeta kami).” Rasulullah saw. menanggapi, “Bukankah mereka itu telah mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, lalu kalian ikut mengharamkannya? Bukankah mereka itu telah menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, lalu kalian pun ikut menghalalkannya?” Adi menjawab, “Benar!” Beliau lalu bersabda, “Itulah wujud penyembahan (ibadah) mereka (para penganut Yahudi dan Nasrani) kepada para pendeta dan para rahib mereka!” (HR at-Tirmidzi).

Keempat, setiap Muslim hanya boleh berhukum dengan hukum Allah SWT; haram berhukum dengan selain hukum-Nya. Allah SWT berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Tidakkah patut bagi Mukmin laki-laki dan tidak pula bagi Mukmin perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (QS al-Ahzab [33]: 36).

Allah SWT pun berfirman:

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah (TQS Yusuf [10]: 40).

Terakhir, setiap Muslim dituntut untuk masuk Islam secara kâffah dengan menjalankan seluruh aturan dan hukumnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara total, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).

Alhasil, konsekuensi tauhid adalah tunduk, patuh dan taat hanya kepada Allah SWT dengan menjalankan seluruh syariah-Nya secara total. Syariah Allah SWT hanya mungkin diterapkan secara total dalam sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah ‘ala minhâj an-Nubuwwah. []

---***---

Hikmah:

Allah SWT berfiman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Sungguh Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan akan mengampuni dosa selain syrik bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Siapa saja yang menyekutukan Allah, sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (TQS an-Nisa’ [4]: 116).

Abu Dzarr ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي فَبَشَّرَنِي أَنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Sesungguhnya Jibril pernah datang kepadaku. Ia lalu menyampaikan kabar gembira bahwa siapa saja yang mati di kalangan umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan apapun, ia masuk surga (Al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubrâ, 10/319).

—***—

Download versi PDF
https://goo.gl/V1bdHB
Dahsyatnya Panggilan Sayang

Dahsyatnya Panggilan Sayang

Dahsyatnya panggilan SAYANG

 Bismillahirrahmanirrahim
“Hallo selamat pagi, sayang?”. Bukankah kalimat tersebut terdengar manis dan hangat di telinga Anda? Panggilan “Sayang”, menurut peneliti, memiliki efek positif signifikan di otak wanita.

Panggilan mesra tersebut efektif dalam melepas hormon oksitosin di tubuh wanita yang menghasilkan perasaan bahagia dan hangat.
Selain itu, wanita yang sering dipanggil “Sayang”, ditemukan jarang mengalami stres dan lebih ikhlas dalam menghadapi segala tantangan hidup.

Oleh karena itu, “Sayang” dianggap sebagai kata positif yang memberikan dampak baik pada wanita. Menurut paparan di Psychology Today, panggilan “Sayang” pada wanita menciptakan perasaan aman dan nyaman. Mereka pun jadi lebih percaya diri dalam beraktivitas.

“Sensasi sensual dibalik panggilan ‘Sayang’ menciptakan dopamine yang membuat kecanduan mendengar panggilan tersebut. Lalu, efek neurochemicals seperti oksitosin dan vasotosin, hormon cinta, membantu pasangan untuk membangun hubungan yang penuh cinta, kasih, dan loyalitas,” jelas laporan Psychology Today.

Berdasarkan Tech Knowledge, kata-kata positif dan negatif, memiliki efek terhadap energy tubuh, termasuk semangat dan motivasi.

Orang yang sering mendengar kata “Tidak” cenderung lebih mudah stres, ketimbang mereka yang mendengar kata “Ya” dan “Sayang”.

Sebuah laporan yang dipublikasikan oleh Harvard Law School mempelajari efek dari kata positif dan negatif.

Menurut studi, gambar-gambar indah yang disertakan kata negatif, akan memberikan pengaruh buruk pada pilihan orang yang melihatnya.

Oleh karena itu, banyak karyawan profesional yang sangat berhati-hati dalam pemilihan kata untuk materi presentasi. Mereka menghindari menggunakan kata negatif, dan menggantinya dengan kata penolakan yang lebih diplomatis.

Wallahu'alam
By. Abah Roqy
Hukum Puasa Rajab Menurut Empat Madzhab

Hukum Puasa Rajab Menurut Empat Madzhab

Kurma-OaseIman.net

Di bulan Rajab ini, bermunculan berbagai tulisan pembahasan mengenai hukum mengerjakan puasa Rajab yang tidak jarang memunculkan polemik. Dimana hal ini selalu terulang-ulang setiap tahunnya, sedangkan para fuqaha di madzhab empat sendiri sudah membahas persoalan ini. Marilah kita lihat, bagaimana duduk permasalahannya sebenarnya menurut mereka.

Madzhab Hanafi

Yang disukai dari puasa-puasa ada beberapa macam, yang pertama adalah puasa Al Muharram, kedua puasa Rajab dan ke tiga adalah puasa Sya’ban dan puasa Asyura’ (Al Fatawa Al Hindiyah, 1/202)

Posisi madzhab Hanafi cukup jelas, bahwasannya mereka menyatakan bahwa puasa di bulan Rajab secara mutlak adalah perkara yang disukai.

Sebagaimana jika seorang bernadzar untuk berpuasa penuh di bulan Rajab, maka ia wajib berpuasa sebulan penuh dengan berpatokan pada hilalnya. (Syarh Fath Al Qadir, 2/391)

Madzhab Maliki

Al Lakhmi menyatakan bahwa bulan-bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadhan adalah tiga, yakni Al Muharram, Rajab dan Sya’ban. (Al Mawahib Al Jalil, hal. 319)

Ad Dardir menyatatakan bahwasannya disunnahkan puasa bulan Al Muharram, Rajab dan Sya’ban, demikian juga di empat bulan haram yang dimana paling utama adalah Al Muharram kemudian Rajab lalu Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. (Syarh Ad Dardir ‘ala Khalil, 1/513)

Dengan demikian, Madzhab Al Maliki berndapat mengenai kesunnahan puasa di bulan Rajab secara mutlak, meski dengan sebulan penuh.

Madzhab Syafi`i

Ulama Madzhab Asy Syafi’i mensunnahkan puasa di bulan Rajab, dimana Imam An Nawawi berkata,”Telah berkata ashabuna: Dari puasa yang disunnahkan adalah puasa di bulan-bulan haram, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Al Muharram dan Rajab.” (Al Majmu’, 6/438)

Hal serupa disampaikan di Imam An Nawawi dalam kitab yang lain (lihat, Raudhah Ath Thalibin, 2/254).

Ibnu Hajar Al Haitami juga menyatakan,”Dan disunnahkan (puasa) di bulan-bulan haram, bahkan ia adalah seutama-utamanya bulan untuk berpuasa setelah Ramadhan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Al Muharram dan Rajab.” (Minhaj Al Qawim dengan Hasyiyah At Tarmasi, 5/804,805)

Dengan demikian, bisa dismpulkan bahwa Madzhab Asy Syafi’i mensunnahkan puasa Rajab secara mutlak, tanpa memandang bahwa amalan itu dilakukan di sebagian bulan Rajab atau di seluruh hari-harinya.

Imam Asy Syafi’i dalam pendapat qadim menyatakan makruh menyempurnakan puasa satu bulan di selain bulan Ramadhan, agar tidak ada orang jahil yang meniru dan mengira bahwa puasa itu diwajibkan, karena yang diwajibkan hanyalah puasa Ramadhan. Namun ketika unsur itu hilang, Imam Asy Asyafi’i menyatakan,”jika ia mengerjakan maka hal itu baik.” (Fadhail Al Auqat, 28)

Madzhab Hanbali

Al Buhuti menyatakan bahwa mengkhususkan puasa di bulan Rajab hukumya makruh. Namun Al Buhuti melanjutkan,”Dan hilang kemakruhan dengan berbuka meskipun hanya sehari, atau berpuasa pada bulan lain di tahun itu.” (Kasyf Al Qina’, hal. 1003)

Hal yang sama disampaikan Ibnu Rajab Al Hanbali, bahwa kemakruhan puasa di bulan Rajab hilang dengan tidak berpuasa penuh di bulan Rajab atau berpuasa penuh dengan menambah puasa sebulan di bulan lainnya di tahun itu. Sedangkan Imam Ahmad menyatakan tidak berpuasa Rajab secara penuh kecuali bagi yang berpuasa terus-menerus. (Lathaif Al Ma’arif, hal. 230)

Dengan demikian, madzhab Hanbali hanya memandang makruh bagi yang mengkhususkan Rajab untuk berpuasa sebulan penuh, namun ketika hal itu dilakukan tidak penuh di bulan itu, atau berpuasa penuh namun dengan berpuasa sebulan di bulan lain maka hilanglah unsur kemakruhan.

Bisa disimpulkan bahwa semua madzhab di atas sepakat mengenai dibolehkannya puasa bulan Rajab secara tidak penuh. Khilaf yang terjadi adalah berpuasa penuh di bulan Rajab tanpa disertai dengan puasa lainnya. Dan khilaf yang terjadi berkisar antara hukum sunnah dengan makruh, bukan haram.

Setelah posisi para ulama madzhab empat jelas bagi kita, bahwa hal ini adalah masalah khilafiyah yang mu’tabar, dimana berlaku kaidah yang menyatakan bahwasannya masalah ikhfilaf tidak boleh diinkari. Dengan demikian, hubungan baik antara umat Islam akan terjaga.

Jika dalam tulisan kali ini dibahas mengenai pendapat para ulama madzhab empat, dalam tulisan selanjutnya akan dibahas mengenai dalil-dalil dari masing-masing pihak dalam masalah ini. Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam

hidayatullah.com
Hari Keadilan Bagi Si Dzalim

Hari Keadilan Bagi Si Dzalim


Dari twitter @salimafillah, 2013

1) Ada zaman ketika Al Hajjaj ibn Yusuf yang ‘alim lagi faqih berkuasa & menindas di ‘Iraq hingga Hijjaz. Tapi nurani tak susah bersikap.

2) Al Hajjaj adalah “orang kuat”. Jabatannya Gubernur; tapi para Penguasa Bani ‘Umayyah tak berani mengambil tindakan apapun terhadapnya.

3) Ditulis Ibn Al Atsir dalam Al Kamil; jumlah yang dibunuhnya mencapai 120.000 orang; belum termasuk 80.000 yang mati di pemenjaraannya.

4) Semua karena pemaksaannya agar masyarakat tunduk pada kuasa Daulah ‘Umayyah; tak boleh ada tanya, masukan, nasehat, kritik, & oposisi.

5) Korban keganasannya yang paling masyhur: ‘Abdullah ibn Az Zubair Radhiyallahu ‘Anhuma; dalam kisah dimanjaniqnya Ka’bah hingga lantak.

6) Kali ini mohon izin bercerita tentang Sa’id ibn Jubair; si ‘alim murid kesayangan Ibn ‘Abbas yang menjadi penutup kejahatan Al Hajjaj.

7) Setelah beliau ditangkap, Al Hajjaj bertanya; “Siapa namamu?” Beliau menjawab; “Sa’id ibn Jubair (orang bahagia; putra orang jaya).”

8) “Tidak”, sergah Al Hajjaj, “Namamu Saqi ibn Kusair (orang celaka anak orang hancur)!” “Ibuku lebih tahu siapa namaku!”, timpal Sa’id.

9) Kemudian Al Hajjaj bertanya tentang Rasulullah & Khulafaur Rasyidin. Dia berharap Sa’id menjelekkan ‘Ali, tapi beliau muliakan semua.

10) Ditanya tentang siapa Khalifah Bani ‘Umayyah yang terbaik; jawabnya; “Yang paling diridhai Rabbnya!” “Siapa itu?”, kejar Al Hajjaj.

11) “Ilmu tentang itu di sisi Allah”; jawab Sa’id mengutip Quran. “Kalau tentang aku?”, tanya Al Hajjaj. “Kau lebih tahu tentang dirimu.”

12) “Aku ingin tahu pendapatmu!”, desak Al Hajjaj. “Itu akan menyedihkanmu & mengusir kegembiraanmu”, tukas Sa’id. “Katakan!”, geramnya.

13) “Kau telah menyelisihi Kitabullah. Kau lakukan hal yang kauharap berwibawa karenanya; tapi ia menghinakan & menjatuhkanmu ke neraka!”

14) “Demi Allah aku akan membunuhmu!”, kata Al Hajjaj. “Dengan itu kauhancurkan duniaku & kuhancurkan akhiratmu”, sahut Sa’id tersenyum.

15) “Dengan cara apa kau mau dibunuh?”, sergah Al Hajjaj. “Pilihlah untukmu; dengan cara yang sama kelak Allah membalasmu!”, jawab Sa’id.

16) “Apa kau mau kuampuni?”, tanya Al Hajjaj. “Sesungguhnya ampunan hanya dari Allah; kau tak punya & tak berhak atasnya!”, jawab Sa’id.

17) “Prajurit! Siapkan pedang & alas!”, perintah Al Hajjaj. Maka Sa’id mensenyumkan tawa. “Apa yang membuatmu tertawa?”, tanya Al Hajjaj.

18) “Aku takjub atas kelancanganmu kepada Allah & santun-lembutnya Allah padamu”, kata Sa’id. “Prajurit, penggal dia!”, teriak Al Hajjaj.

19) Sa’id menghadap kiblat & membaca {QS6:79}: “Kuhadapkan wajahku pada Yang Mencipta langit & bumi..” “Palingkan dia!”, ujar Al Hajjaj.

20) Sa’id pun lalu membaca {QS2:115}: “Ke manapun kamu menghadap; di sanalah wajah Allah.” “Telungkupkan dia ke tanah!”, gusar Al Hajjaj.

21) Maka Sa’id kemudian membaca {QS20:55}: “Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu..”

22) “Sembelih dia”, kata Al Hajjaj. “Sungguh tak ada orang yang lebih kuat hafalan Qurannya dari dia!” Maka Sa’id berdoa terakhir kali..

23) “Ya Allah; jangan kuasakan dia atas seorangpun sesudah diriku!” Lalu beliau dibunuh. Lima belas hari kemudian, Al Hajjaj mulai demam.

24) Sakit itu mengantarnya pada kematian. Dia terlelap sesaat lalu bangun berulang kali dalam ketakutan; “Sa’id ibn Jubair mencekikku!”

25) Punggawanya mengadu pada Hasan Al Bashri, memohonnya mendoakan sang majikan. Al Hasan berkata, "Sudah kukatakan padanya, jangan menzhalimi para 'Ulama!"

26) Jelang sakaratul maut, doa-harapnya menakjubkan; “Ya Allah, orang-orang mengira Kau takkan mengampuniku. Sungguh buruk persangkaan mereka padaMu!”

27) Al Hajjaj mati bakda 40 hari; ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziz & Hasan Al Bashri sujud syukur berulang kali. Kelak ‘Umar & beberapa ‘Alim lain bermimpi.

28) Bahwa Al Hajjaj dibunuh Allah sebanyak pembunuhan yang dia lakukan; kecuali atas Sa’id ibn Jubair; Allah membalasnya dengan 70 kali.

29) Benar; sungguh benar; “Hari keadilan bagi si zhalim; lebih berat daripada hari kezhaliman bagi mereka yang teraniaya.” Wallahu A’lam

Ebook Ruqyah Syar'iyyah
Buku ini, mengajak anda berfikir dan meracik senjata sendiri untuk meluluhlantakkan sihir yang mencuri kebahagiaan keluarga dan kehidupan Anda..
Download Disini
Ruqyah Syar'iyyah
Terapi Gangguan Jin
Terapi Gangguan Sihir
Thibbun Nabawi
Pengobatan Sunnah
Islam Diatas Pancasila

Islam Diatas Pancasila


Saya terusik saat ada yang berpendapat seolah-olah siapapun yang memperjuangkan Islam berarti bertentangan dengan Pancasila, seolah Pancasila dijadikan legitimasi perilaku ngawur

Terutama liberalis, seringkali berlindung dibalik Pancasila untuk menyebarkan ide-ide sesat, pemikiran anti-Islam. Alasannya konsensus bersama itu Pancasila, bukan Islam

Padahal hal seperti itu jelas ahistoris. Para ulama kita sudah menjelaskan Pancasila adalah derivat dari syariat. Pancasila adalah seperangkat nilai luhur yang diambil dari ajaran Islam

Karena itu Pancasila tidak mungkin bertentangan dan dipertentangkan dengan Islam, sebab Islam diatas Pancasila. Islam dan kaum Muslim yang berada dibalik lahirnta Pancasila

Maka adalah sesuatu yang sangat memaksa, bila dikatakan sikap ummat Islam yang mematuhi syariat Islam, lalu menolak pemimpin kafir dan sistem kufur, adalah perilaku yang anti-Pancasila

Karena Islam adalah dasarnya Pancasila, mengambil Pancasila sebagai dasar negara berarti harus mengakui Islam dan syariatnya sebagai dasarnya dasar negara, itu sejarah bangsa ini

Maka menaati Allah dan Rasul-Nya, adalah sikap yang sesuai Pancasila, menolak pemimpin kafir, juga bagian yang dijamin dalam Pancasila, dan juga Konstitusi

Justru, perilaku orang-orang yang membolehkan pemimpin kafir dan sistem kufur inilah yang bertentangan dengan semangat kemerdekaan, dan bertentangan dengan semangat Pancasila

Sebab dulu ulama-ulama kitalah yang memerdekakan negeri ini, mereka melawan penjajah sebab melindungi aqidah Islam dan kaum Muslim, juga tanah tempat Musim beribadah

Tapi sekarang, kita saksikan, atas nama Pancasila, justru pengkhianat-pengkhianat aqidah menginjak agamanya sendiri, lalu memberikan jengkal-jengkal tanah ini pada penjajah-penjajah baru

Maka kita katakan dengan tegas, Islam diatas segalanya. Islam diatas Pancasila, Konstitusi, UUD45, dan apapun buatan manusia, pada Islam semuanya harus berhukum, bukan sebaliknya

Sebab Allah yang paling mengetahui manusia, karenanya hanya Allah yang berhak menentukan hukum bagi manusia, menentukan panduan dan tuntunan hidup di dunia

*ustad Felix Siauw
Tawassul, Berdoa Melalui Perantara

Tawassul, Berdoa Melalui Perantara

Tawassul
Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah.

أَلْوَسِيْلَةُ وَهِيَ مَا يُتَقَرَّبُ اِلَى الشَّيْئِ وَتَوَسَّلَ اِلَى رَبِّهِ بِوَسِيْلَةِ تَقَرُّبٍ اِلَيْهِ بِعَمَلِهِ

Artinya: “Wasilah adalah sesuatau yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada sesuatu yang lain. seseorang bertawassul kepada Tuhannya melalui wasilah (media) Taqorrub dengan amal ibadahnya.” (Kamus Al Misbah Al Munir)

اَلتَّوَسُّلُ بِأَحْبَابِ اللهِ هُوَ جَعَلَهُمْ وَاسِطَةً إِلَى اللهِ تَعَالَى فِى قَضَاءِ الْحَوَائِجِ لِمَا ثَبَتَ لَهُمْ عِنْدَهُ تَعَالَى مِنَ الْقَدْرِ وَالْجَاهِ مَعَ الْعِلْمِ بِأَنَّهُمْ عَبِيْدٌ وَمَخْلُوْقُوْنَ وَلَكِنَّ اللهَ جَعَلَهُمْ مَظَاهِرُ لِكُلِّ خَيْرٍ وَبَرَكَةٍ وَمَفَاتِيْحُ لِكُلِّ رَحْمَةٍ

Artinya: “Tawassul adalah memohon kepada Allah swt melalui perantara orang-orang yang dicintai-Nya, seperti para Nabi dan Wali. Dikarenakan mereka adalah orang-orang yang telah diridhoi dan telah diberi derajat yang tinggi di sisi Allah swt.”
(al-Ajwibah al-Ghaliyah fi Aqidah al-Firqoh an-Najiyah dalam Fiqh Tradisionalis)

Landasan tawassul adalah firman Allah swt berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِتَّقُوْا اللهَ وَاْبَتُغْوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِي سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah swt dan carilah jalan (tawassul) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al-Maidah : 35)

Pengertian ayat “وَابْتَغُوْا اِلَيْهِ اْلوَسِيْلَة” ialah mendekatkan kepada Allah dengan mentaatiNya dan melakukan sesuatau yang di ridloi olehNya. (Tafsir Ibnu Katsir)

Tawassul dibagi menjadi dua:

1. Tawassul dengan amal saleh.
Dalilnya adalah sebuah hadits yang mengisahkan tiga orang yang terperangkap di dalam gua. Lalu, ketiganya bertawassul dengan amal kebaikan yang pernah mereka lakukan.
Orang pertama bertawasul dengan amal baiknya terhadap kedua orang tua. Orang kedua bertawasul dengan takutnya kepada Allah swt sehingga menggagalkan perbuatan keji yang hendak ia lakukan.
Orang ketiga bertawassul dengan amal baik yang telah ia lakukan kepada pegawainya. Pegawai tersebut bekerja tanpa mau diberi gaji. Namun setelah gaji tersebut disimpan sang majikan lalu digunakan untuk membeli hewan ternak dan berkembang biak, sang pegawai meminta gajinya. Akhirnya seluruh hewan ternak diberikan kepadanya. Berkat amal-amal tersebut, Allah swt membukakan pintu gua sehingga ketiganya dapat keluar. (HR. Bukhori, Muslim dan Ahmad)

2. Tawassul dengan orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah swtseperti para nabi, wali dan syuhada’. Dalam sebuah hadits disebutkan,

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ عُمَرَ اْبنَ اْلخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ اِذَا قُحِطُوْا اِسْتَسْقَىْ بِالْعَبَّاسِ اْبنِ عَبْدِالْمُطَلِّبْ فقال أَللَّهُمَّ كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَأَنَا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَأَسْقِنَا فَيُسْقُوْنَ

Artinya: “Dari Anas bin Malik, bahwasanya Sahabat Umar bin Khottob ketika mengalami kemarau, maka beliau meminta hujan dan bertawassul dengan Abbas bin Abdul Muthollib, beliau berkata “Ya Allah bahwasanya kami telah bertawassul kepada Engkau dengan Nabi kami, maka Engkau turunkan hujan dan sekarang kami bertawassul kepada Engkau dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan itu.” (HR. Bukhori)

Mengambil kesimpulan dari hadits diatas bahwa :
– Sahabat Umar bin Khotob pernah berdoa bertawssul dengan Nabi untuk meminta diturunkan hujan.
– Sabahat Umar bin Khotob bukan bertawassul dengan Nabi saja, melainkan dengan paman Nabi juga, yaitu Sayyidina Abbas bin Abdul Muthollib.

Selain hadits di atas ada hadits lain yang menceritakan kisah seorang sahabat yang menderita sakit mata. Sahabat tersebut meminta doa kepada Rosululloh saw agar diberi kesembuhan, namun Rosululloh tidak berkenan mendoakannya, akan tetapi beliau mengajarkan doa tawassul agar dibacanya sendiri.

أَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدِ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ إِنِّى تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّكَ فِى حَاجَتِىْ هَذِهِ لِتَقْضِى لِى فَشَفَّعْتَ فِيَّ

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon dan berdoa kepada-Mu dengan (bertawassul melalui) Nabi-Mu Muhammad, Nabi yang penuh kasih sayang. (Wahai Nabi), sesungguhnya aku telah bertawajjuh kepada tuhanku dengan (bertawasul melalui) Engkau agar hajatku ini terkabul. Ya Allah, terimalah syafa’at beliau untukku”. (HR. Tirmidzi, an-Nasa’i, al-Baihaqi dalam Dalil-dalil Nahdliyyah)

Sedangkan salah satu dasar bertawassul melalui orang yang telah mati adalah sebuah hadits:

عَنْ سَيِّدِنَا عَلِى كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ لَمَّا دُفِنَ فَاطِمَةُ بِنْتِ أَسَدٍ أُمِّ سَيِّدِنَا عَلِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ اَلَّلهُمَّ بِحَقِّىْ وَحَقِّ الْاَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِى أَغْفِرُ لِاُمِّىْ بَعْدَ أُمِّىْ

Artinya: “Dari sayyidina ‘Ali Karromallohu Wajhah: Sesungguhnya Nabi Muhammad saw tatkala Fatimah binti Asad (ibu sayyidina ‘Ali) dimakamkan, beliau berdo’a, “Ya Alloh, dengan (perantara) hakku, dan hak para Nabi sebelumku, ampunilah ibu setelah ibuku. (Fatimah binti Asad).” (HR. Thabari, Abu Nu’aim dan Ibnu Hajar al-Haitami)

Dalam hadits ini ternyata Rosululloh saw bertawassul dengan para nabi sebelum beliau. Jelas, para nabi sebelum masa beliau sudah meninggal.

Tata Cara Tawassul :
Tawasul dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang lazim adalah sebagai berikut :

Membaca ayat Al Quran, tahlil dll. Kemudian pahalanya dihadiahkan kepada para nabi, wali dll (orang yang akan dijadikan perantara).
Lalu berdoa untuk ahli kubur yang diziarahi, misalnya dengan doa: Allohummaghfir lahum warhamhum wa’afihim wa’fu ’anhum.

Kemudian berdoa kepada Allah swt dengan doa yang dikehendaki.
Setelah selesai berdoa baru bertawasul memohon pada Allah swt agar berkenan mengabulkan pemintaannya dengan lantaran tokoh yang diziarahi.
Kudeta Atas Raja Najasyi Pun Gagal, Para Sahabat Nabi Bergembira

Kudeta Atas Raja Najasyi Pun Gagal, Para Sahabat Nabi Bergembira

DAN KUDETA ATAS NAJASYI PUN GAGAL

Judul: Kesedihan para sahabat atas upaya kudeta terhadap Najasyi Raja Habasyah serta kegembiraan mereka atas pertolongan Allah bagi beliau atas para pengkhianat.

Sumber: "Al Lu'lu' Al Maknun fi Sirah An Nabi Al Ma'mun".
Penulis: Musa Al 'Azimi.

Ummu Salamah radhiallahu anha berkata: "...demi Allah, kami atas demikian (sangat sedih) saat terjadi pada Najasyi gerakan yang ingin kudeta dirinya dari kekuasaan. Demi Allah, sedikit pun kami tidak pernah merasa sedih yang mendalam melebihi kesedihan kami terhadap peristiwa itu. Sungguh, kami khawatir jangan sampai berjaya laki-laki pengkudeta atas Najasyi, lalu memimpin seorang yang tidak mengetahui hak kami sebagaimana yang diketahui Najasyi...".

Saat kedua (pasukan, Najasyi dan Pemberontak) berhadapan di pinggir sungai nil, maka para sahabat Rasulullah SAW berkata: "Siapa yang bersedia keluar dan melihat pertempuran kaum itu dan datang membawakan kabar kepada kami?".

Al Zubair bin Awwam ra berkata: "Saya siap". Saat itu beliau yang paling muda umurnya.

Orang-orang lalu meniupkan tempat air (terbuat dari kulit) untuknya dan meletakkan di dadanya. Setelah bertasbih, Al Zubair keluar hingga mencapai pinggir sungai, tempat bertemunya pasukan.

Ummu Salamah melanjutkan: "Maka kami pun berdo'a kepada Allah Ta'ala agar Najasyi menang atas musuhnya serta mengokohkan posisinya di dalam negeri".

Ummu Salamah berkata lagi: "Kemudian Az Zubair datang bergegas mengangkat pakaiannya seraya berseru: "Bergembiralah! Sungguh Najasyi telah menang, Allah membinasakan musuhnya, serta menegakkan posisinya di dalam negeri".

Ummu Salamah mengakhiri: "Demi Allah, kami tidak tahu sedikit pun kegembiraan yang paling besar seperti kegembiraan saat itu". (Rappung Samuddin)

***

[PROLOG & EPILOG NAJASYI]

Pada saat yang sama -dengan naiknya An-Najasyi menjadi raja menduduki tahta di Habasyah (Afrika, Ethiopia)- di tempat lain -di Jazirah Arab- Allah mengutus nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membawa agama yang penuh hidayah, petunjuk dan kebenaran, satu-persatu para sahabat pertama memeluk agama ini.

Orang-orang Quraisy mulai mengganggu dan menganiaya mereka. Ketika Mekah sudah terasa sesak bagi kaum muslimin karena gencarnya tekanan-tekanan musyrikin Quraisy, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan mereka hijrah ke Habasyah.

"Sesungguhnya di Habasyah ada seorang raja yang tidak suka berlaku zalim terhadap sesama. Pergilah kalian kesana dan berlindunglah di dalam pemerintahannya sampai Allah subhanahu wa ta'ala memberikan jalan keluar dan membebaskan kalian dari kesulitan ini."

Maka, pada bulan Rajab tahun ke-5 kenabian (Tahun 615 M), 12 orang laki-laki dan empat orang wanita yang dipimpin Utsman bin Affan bertolak ke negeri Habasyah. Rombongan muhajirin pertama dalam Islam. Disusul rombongan kedua terdiri 83 laki-laki dan 18 wanita yang dipimpin Ja'afar ibn Abi Thalib. Di negeri baru itu, mereka mendapat ketenangan dan rasa aman. Mereka bebas menikmati manisnya takwa dan ibadah tanpa gangguan.

Akan tetapi pihak Quraisy tidak tinggal diam. Mereka mendatangi Habasyah, menyuap para pembesar dan pendeta, menebarkan opini bahwa Kaum Muslimin yang hijrah ke Habasyah adalah para pengacau, pemecah persatuan, membawa ajaran baru dan merendahkan nenek moyang.

Namun Raja Najasyi bersikukuh.

"Kalian (kuam muslimin) boleh tinggal dengan aman di negeri ini. Barang siapa yang berani mengganggu kalian maka aku akan menindaknya secara tegas. Aku tidak sudi untuk disuap, sekalipun dengan segunung emas untuk mengganggu seorang pun di antara kalian," kata An-Najasyi tegas.

Negeri Habasyah bergoncang. Para pendeta yang sudah diberi hadiah (suap) oleh Qurays tidak terima dengan keputusan An-Najasyi. Mereka melakukan berbagai makar dan isu-isu miring. Mereka menyatakan bahwa An-Najasyi telah keluar dari agamanya dan mengikuti agama baru. Mereka juga memprovokasi para rakyat untuk melakukan kudeta, menggulingkan rajanya.

Keadaan genting oleh upaya kudeta, Raja Najasyi lantas segera mengirim seorang utusan kepada kaum muslimin untuk memberitahu mereka keadaan yang sedang terjadi. Ia juga menyediakan sebuah kapal buat mereka untuk siap-siap meninggalkan Habasyah seandainya kudeta berhasil.

"Naiklah ke kapal itu. Persiapkanlah diri kalian. Jika aku kalah, maka pergilah kemana saja kalian suka. Dan jika aku menang, kalian boleh kembali ke dalam perlindunganku seperti semula," pesan An-Najasyi kepada mereka.

Pada akhirnya Najasyi masuk Islam.

Saat Raja Najasyi meninggal dunia, dimana Umat Islam sudah kokoh di Madinah, Rasulullah SAW dan para sahabat melakukan sholat jenazah ghoib.

Abu Hurairah meriwayatkan:

Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang ketika itu sedang berada di Madinah) mengumumkan berita kematian an-Nasjasyi (raja Habasyah) kepada orang-orang pada hari kematiannya.

Beliau bersabda: "Sesungguhnya saudara kalian telah meninggal dunia –dan dalam sebuah riwayat disebutkan: Pada hari ini, hamba Allah yang shalih telah meninggal dunia, di luar daerah kalian, karenanya, hendaklah kalian menshalatinya."

Mereka berkata: “Siapakah dia itu?” Beliau menjawab: “an-Najasyi”

Beliau juga bersabda: “Mohonkanlah ampunan untuk saudara kalian ini”.

Perawi hadits ini pun bercerita: Maka beliau berangkat ke tempat shalat (dan dalam sebuah riwayat disebutkan ke kuburan Baqi). Setelah itu, beliau maju dan mereka pun berbaris di belakang beliau (dua barisan). Perawi bercerita: “Maka kami pun membentuk shaff di belakang beliau sebagaimana shaff untuk shalat jenazah dan kami pun menshalatkannya sebagaimana shalat yang dikerjakan atas seorang jenazah."

[Diriwayatkan oleh al Bukhari (III/90,145,155 dan 157), Muslim (III/54), dll]