Teguh karena Benar
Ibrah Renungan
Suatu hari Nabi Isa mengutus dua orang dari golongan Hawari ke
negeri Antakiah. Menjelang negeti tujuan, kedua utusan itu bertemu dengan
seorang kakek penggembala kambing. Kakek tersebut bernama Hubaib Najjar dan
matanya sudah tak bisa melihat. Keduanya memberi salam dan dijawab oleh kakek.
Sang kakek terus bertanya.
"Siapakah gerangan kalian berdua ini?"
"Kami adalah utusan dari Nabi Isa untuk mengajak Anda dan penduduk negeri ini agar meninggalkan kebiasaan menyembah berhala dan menggantinya dengan penyembahan kepada Allah Yang Maha Rahman."
"Oh, Ya? Apakah buktinya bahwa kalian ini benar-benar utusan?"
"Ya! kami dapat menyembuhkan sakit, kami juga dapat menghilangkan bersak belang-belang dan kebutaan. Kami juga dapat menghidupkan orang mati. Semuanya itu mampu kami lakukan atas izin Allah SWT semata."
"Kami adalah utusan dari Nabi Isa untuk mengajak Anda dan penduduk negeri ini agar meninggalkan kebiasaan menyembah berhala dan menggantinya dengan penyembahan kepada Allah Yang Maha Rahman."
"Oh, Ya? Apakah buktinya bahwa kalian ini benar-benar utusan?"
"Ya! kami dapat menyembuhkan sakit, kami juga dapat menghilangkan bersak belang-belang dan kebutaan. Kami juga dapat menghidupkan orang mati. Semuanya itu mampu kami lakukan atas izin Allah SWT semata."
"Oh...? Kalau begitu, tentu kalian mampu menyembuhkan penyakit mataku ini. Telah lama aku tak dapat melihat karena mataku menjadi buta."
Kedua utusan itu kemudian berdoa kepada Allah agar si sakit
bisa disembuhkan. Berkat izin Allah, mata kakek yang buta segera bisa melihat.
Kabar tentang sembuhnya mata kakek yang buta berkat kedua utusan itu segera
tersebar ke penjuru negeri.
Suatu ketika raja negeri itu mengadakan kegiatan turun ke
bawah, mengunjungi daerah-daerah untuk melihat lengsung kehidupan penduduknya.
Raja berkunjung ke daerah tempat kedua utusan itu berada. Kesempatan itu tidak
disia-siakan mereka. Mumpung raja ada, keduanya memperdengarkan ucapan takbir
dan zikir kepada Allah. Kontan saja raja menjadi murka waktu mendengar
pengucapan mereka, dan segera ia memerintahkan untuk menangkap kedua utusan itu.
Mereka dihukum cambuk masing-masing seratus kali. Setelah itu mereka ditahan di
penjara.
Setelah lama tak ada kabar dari utusan yang dikirimkan, Nabi
Isa a.s. kemudian mengutus lagi seorang pemuka Hawari lain yang bernama Syam'un
untuk menyelidiki nasib dua utusan terdahulu.
Syam'un berhasil mengetahui keadaan keduanya dan nasib yang
mereka alami. Ia putar akal bagaimana caranya agar bisa menembus barisan
pengawal penjara dan ketemu dengan kedua temannya. Ia dapat akal jitu.
Syam'un berpura-pura hendak mengirimkan makanan untuk para
napi. Dengan cara itu, ia berhasil mendekati kedua temannya dalam selnya.
Syam'un menanyakan perihal keduanya mengapa bisa sampai di tempat itu. Setelah
mendengar penjelasan keduanya, Syam'un lalu mengomeli keduanya.
"Sungguh kalian ini bertindak ceroboh! Kalian tidak berlaku
bijaksana! Peristiwa yang kalian alami ini ibaratnya seorang wanita yang sudah
lanjut usia melahirkan bayi. Kalian mengharapkan bayi yang baru dilahirkan itu
spontan menjadi besar dengan menyodorkan makanan roti kepadanya. Keruan saja
orok itu tidak mengerti bagaimana memakan roti. Roti yang kalian sodorkan akan
tetap tinggal di tempatnya tanpa ia pernah dijamah oleh sang orok. Itulah tamsil
kelakuan kalian!"
Syam'un terdiam. Sesaat kemudian ia melanjutkan
perkataannya.
"Ingatlah, kecerobohan (al-a'jalah) adalah perangai
setan dan bersikap bijak (ta-anni) adalah tuntuan Yang Maha Rahman."
Syam'un keluar meninggalkan penjara. Ia mengatur strategi
mencari akses hubungan ke istana raja. Usahanya tak sia-sia. Suatu waktu para
pegawai istana kenalannya bersedia mempertemukan Syam'un kepada sang raja.
Ketika Syam'un berkesempatan menemui sang raja, ia menanyakan
perihal dua orang yang ditahan di penjara karena kegiatan mereka menyebarkan
agama baru dan menghujat agama yang dianut raja dan rakyatnya.
"Apakah yang mulia mendengarkan sendiri seruan mereka itu? Dan,
apakah pernyataan-pernyataan mereka?"
"Tidak!" demikian kata raja. "Mungkin
saja waktu itu aku dalam keadaan marah!"
Syam'un terus mengejar raja dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
"Apakah paduka berkenan memanggil mereka sekiranya missi yang mereka sedang emban itu bisa membawa kemaslahatan? Dan, apakah paduka tidak ingin mengetahui hal itu lebih lanjut?"
Syam'un terus mengejar raja dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
"Apakah paduka berkenan memanggil mereka sekiranya missi yang mereka sedang emban itu bisa membawa kemaslahatan? Dan, apakah paduka tidak ingin mengetahui hal itu lebih lanjut?"
Upaya-upaya yang dijalankan Syam'un ternyata tidak sia-sia.
Raja berhasil dipengaruhi, sehingga ia berkenan mendatangkan kedua tahanan itu
ke istana. Waktu keduanya telah berada di hadapan raja, segera mereka
diinterogasi raja.
"Siapa yang mengutus kalian berdua ke mari?"
Keduanya menjawab serentak.
"Allah, Zat yang menjadikan segala sesuatu, tiada serikat bagi-Nya."
Syam'un pura-pura turut menginterogasi mereka. Ia mengoreksi jawaban-jawaban kedua terhukum.
"Tolong berikan ciri-cirinya!" demikian tanya Syam'un.
"Dia berkuasa melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya dan menetapkan (yahkumu) apa pun yang diingini."
Keduanya menjawab serentak.
"Allah, Zat yang menjadikan segala sesuatu, tiada serikat bagi-Nya."
Syam'un pura-pura turut menginterogasi mereka. Ia mengoreksi jawaban-jawaban kedua terhukum.
"Tolong berikan ciri-cirinya!" demikian tanya Syam'un.
"Dia berkuasa melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya dan menetapkan (yahkumu) apa pun yang diingini."
"Apa bukti kalian?" tanya Syam'un
lagi.
"Duli tuanku," kata kedua pesakitan itu sambil membungkuk hormat kepada raja.
"Duli tuanku," kata kedua pesakitan itu sambil membungkuk hormat kepada raja.
Raja segera memerintahkan ajudannya yang ada di situ agar ia
mendatangkan seorang anak yang matanya melotot menonjol di dahi. Lama kedua
utusan yang sedang jadi pesakitan tersebut mengamati anak cacat itu. Setelahnya
mereka berdoa kepada Allah SWT memohon agar anak tersebut dapat sembuh dari
penyakit matanya.
Tuhan mengabulkan doa itu. Mata anak itu segera sembuh. Sambil
mengusap-usap matanya, sang anak tadi memperhatikan kedua orang yang sedang
memanjatkan doa untuknya. Tiba-tiba saja kelopak mata yang menonjol itu pecah
dan segera dengan cekatan pula keduanya mengambil obat dan menempelkannya pada
mata tersebut. Beberapa saat kemudian matanya berangsur-angsur sembuh. Anak itu
mampu melihat dengan normal sebagaimana anak-anak normal lainnya.
Menyaksikan semuanya itu, tentulah raja menjadi heran akan
keajaiban tersebut. Dalam padaitu, Syam'un menyampaikan seruannya.
"Duli paduka. Sekiranya ditanya siapakah Tuhan yang membuat
keajaiban ini adalah tuhan yang Paduka sembah, pastilah Paduka akan memperoleh
keutamaan."
Raja bangkit dan melangkah dengan perlahan-lahan. Tiba-tiba ia
berseru.
"Syam'un! ada yang saya rahasiakan selama ini. Tuhan kami tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak memberi manfaat buat kami."
"Syam'un! ada yang saya rahasiakan selama ini. Tuhan kami tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak memberi manfaat buat kami."
"Kalau saja Tuhan kalian itu mampu menghidupkan kembali orang
yang sudah mati, maka aku beriman kepada-Nya dan kepada misi kalian itu," kata
raja.
Kedua utusan secara bersamaan menjawab.
"Tuhan kami berkuasa atas segala sesuatu."
"Tuhan kami berkuasa atas segala sesuatu."
Syam'un mengusulkan kepada raja untuk meminta agar kedua utusan
itu mau menghidupkan kembali putrinya yang sudah meninggal.
Segera kedua utusan itu melakukan salat dan setelahnya berdoa
dengan suara lantang, sementara Syam'un mengimaninya dalam hati.
Dengan kekuasaan-Nya, maka hiduplah kembali jenazah putri raja.
Waktu itu secara tiba-tiba kuburnya terkuak dan bangkitlah sang putri dari dalam
kuburnya.
Raja kaget dan campur takjub melihat kejadian itu. Dengan tidak
sabaran, ia segera menanyai sang putrinya tentang keadaan akhirat. Putri
menjelaskan bahwa selama tujuh hari ia di dalam kubur, ia telah diperlihatkan
seluruh amalnya. Tahulah dia bahwa selama hidup ia adalah orang kafir. Suatu
hari ia menjalani penyiksaan di suatu tempat di neraka, yang siksaan itu tidak
terkira pedihnya. Setelah sampai pada hari yang ketujuh, roh dan jasadnya
dipertemukan dan ia diperintahkan untuk menengok ke atas. Ternyata langit sudah
terkuak dan ia melihat seorang yang tampan sekali merentangkan tangan memberi
syafaat kepada tiga orang.
Raja menanyakan siapakah gerangan ketiga orang itu. Putri
pengatakan bahwa mereka adalah Syam'un dan kedua utusan yang ada di situ. Putri
menjelaskan bahwa ketiga orang itulah yang telah berjasa melepaskan dia dari
neraka dan membawanya dalam keadaan hidup ke tempat sekarang.
Setelah memberikan penjelasan kepada ayahandanya, sang putri
kemudian memohon kepada kedua utusan untuk segera mengembalikannya ke tempat
semula. Keduanya kemudian berdoa dan putri kemudian kembali ke kuburnya dalam
keadaan sedia kala.
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa raja tetap tidak mau
beriman. Bahkan, raja mengatakan kepada kedua utusan itu bahwa mereka datang
dengan penuh kebohongan.
"Tuhan tidak pernah mengutus siapa pun. Kalian semua
bohong!"
Setelah mengetahui reaksi raja dan rakyatnya yang begitu, kedua
utusan itu berkomentar.
"Tuhan kamilah yang mengetahui bahwa kami benar-benar utusan untuk menyampaikan risalah... Allah mengutus kami untuk mengajak kalian mempercayai kami dan beriman kepada Allah sesuai dengan misi yang kami bawa."
"Tuhan kamilah yang mengetahui bahwa kami benar-benar utusan untuk menyampaikan risalah... Allah mengutus kami untuk mengajak kalian mempercayai kami dan beriman kepada Allah sesuai dengan misi yang kami bawa."
Penduduk Antakiah tidak mempedulikan penjelasan kedua utusan
itu. Mereka malah mengancam. Mereka akan membunuh utusan itu beramai-ramai
dengan lemparan batu dan kemudian akan menyiksanya dengan siksaan yang amat
mengerikan.
Setelah mendengar ancaman itu, kedua utusan itu mengatakan
bahwa kesialan yang dialami oleh penduduk bukan lantaran ajaran yang
diberikannya, tetapi karena sifat kepala batu pengingkaran merika.
"Apakah kalau kami menyampaikan seruan Allah kalian
menganggapnya sebagai pembawa bencana? Kalian mengancam kami dengan siksaan?
Sungguh kalian terlalu!"
Setelah ancaman itu tersiar, tidak luput ia sampai pula ke
telinga Hubeib Najjar. Mendengar kabar itu, Hubeib segera bergegas menuju kota
ke tempat orang ramai berkumpul. Hubeib mengatakan kepada mereka,
"Hai
Saudara! ikutilah apa yang diucapkan utusan itu. Mereka tidak meminta upah.
Mereka itu membawa petunjuk dari Tuhan."
Hubeib Najjar adalah seorang dermawan yang tekun mengumpulkan
penghasilannya setiap sore, sebagian untuk keluarga dan sebagian yang lain
diberikannya kepada fakir miskin.
Setelah mengetahui bahwa Hubeib memihak kepada kedua utusan
itu, penduduk berubah marah dan membencinya.
"Bangsat kamu! Kamu murtad dari agama kita! Kamu ikuti utusan yang sesat itu!"
Hubeib menjawab makian penduduk itu.
"Coba, apa alasannya aku tidak menyembah Tuhanku yang tidak menciptakan aku. Kelak kalian akan dibangkitkan kembali dan akan menerima ganjaran amal perbuatan yang kalian lakukan selama hidup!"
"Bangsat kamu! Kamu murtad dari agama kita! Kamu ikuti utusan yang sesat itu!"
Hubeib menjawab makian penduduk itu.
"Coba, apa alasannya aku tidak menyembah Tuhanku yang tidak menciptakan aku. Kelak kalian akan dibangkitkan kembali dan akan menerima ganjaran amal perbuatan yang kalian lakukan selama hidup!"
Waktu penduduk mendengar jawaban Hubeib yang seperti itu,
mereka kemudian menangkap Hubeib dan mengajukannya kepada raja. Raja
menginterogasinya apakah ia menerima apa yang diserukan oleh kedua utusan.
Hubeib menjawab berikut.
"Mengapa aku tidak menyembah kepada Tuhan yang
menciptakan aku? Kepada-Nya kelak kalian kembali. Apakah aku hendak menyembah
Tuhan selain Allah? Kalau Tuhan Yang Maha Rahman menghendaki sesuatu,
tuhan-tuhan lain tidak akan mampu menolaknya, tidak akan mampu menyelamatkan
aku."
Setelah mendengar jawaban Hubeib yang demikian itu, penduduk
mencoba mengingatkan Hubeib bahwa para utusan itu telah menjerumuskan Hubeib
dari agama nenek moyang yang selama ini mereka patuhi, termasuk Hubeib sendiri.
Hubeib mesti kembali kepada ajaran nenek moyang sendiri. Kalau tidak mau, maka
mereka akan menganiaya Hubeib secara beramai-ramai. Namun, apa jawaban Hubeib
terhadap ancaman ini?
"Kalau aku kembali kepada agamamu setelah aku masuk
Islam pasti aku dalam kerugian yang nyata. Agamamu adalah agama yang batil!"
Penduduk yang sudah geram segera menangkap dan merantai Hubeib.
Mereka kemudian menyalib Hubeib dan meletakkannya di gerbang kota. Setiap
penduduk yang lewat melemparinya dengan batu. Tetapi, Hubeib tetap tabah. Ia
sempat mendoakan penduduk yang memperlakukannya demikian.
"Mudah-mudahan Allah SWT memberikan petunjuk kepada kalian semua."
"Mudah-mudahan Allah SWT memberikan petunjuk kepada kalian semua."
Akhirnya, mereka beramai-ramai mencacah tubuh Hubeib dan
memisahkannya menjadi beberapa bagian. Sebagian tuhuh Hubeib ada yang diletakkan
di pasar. Ada yang dikuburkan.
Waktu orang-orang itu menyiksa tubuh Hubeib, Allah menyingkap
indra penglihatan Hubeib, sehingga ia bisa melihat surga dengan mata
telanjangnya. Ada suara-suara yang memanggil-manggilnya.
"Hai jiwa yang damai, masuklah ke surga. Anda selamat dari siksa Allah."
"Hai jiwa yang damai, masuklah ke surga. Anda selamat dari siksa Allah."
Ketika Hubeib melihat surga, ia berbisik, Ya... kalau
seandainya mereka tahu, mengapa tuhan mengampuni aku dan memberi kemuliaan
kepadaku, pasti mereka berlomba-lomba memeluk agama selamat."
Setelah Hubeib terbunuh, Allah menghukum penduduk kerajaan itu
dengan siksaan yang datangnya tiba-tiba.
Allah memerintahkan malaikat Jibril
untuk menghancurkan mereka. Jibril datang lewat gerbang kota dan mengambil pusat
penyangga kota kemudian menggerakkannya sambil meniupkan sangkala yang keras
sekali. Dan, akhirnya mereka mati semuanya.
Sumber: Mutiara Hikmah dalam 1001 Kisah, Tim Poliyama
Widya Pustaka
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>