Konsekuensi Tauhid

Konsekuensi Tauhid

Tauhid diambil kata dalam bahasa Arab: wahhada-yuwahhidu-tawhid[an]; artinya mengesakan atau menunggalkan. Tauhid satu suku kata dengan kata wâhid (satu) atau kata ahad (esa). Dalam ajaran Islam tauhid berarti keyakinan akan keesaan Allah SWT. Kalimat tauhid ialah kalimat Lâ ilâha illalLâh yang berarti: Tidak ada Tuhan selain Allah. Demikian sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT sendiri dalam firman-Nya:

وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ

Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (TQS al-Baqarah [2]: 163).


Islam adalah satu-satunya agama tauhid. Artinya, tidak ada agama tahuid selain Islam. Memang, agama Yahudi dan Nasrani sebelumnya juga merupakan agama tauhid. Namun, pada perkembangan selanjutnya, kedua agama ini menyimpang dari ajaran aslinya. Yahudi, misalnya, berpendapat bahwa Uzair adalah anak Allah SWT. Kristen pun berpendapat bahwa Isa al-Masih itu anak Allah SWT. Inilah yang dicela secara tegas oleh Allah SWT dalam al-Quran:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ

Orang-orang Yahudi berkata, "Uzair itu anak Allah." Orang-orang Nasrani berkata, "Al-Masih itu putra Allah." Demikianlah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling? (TQS at-Taubah [9]: 30).

Dengan demikian agama Yahudi maupun Kristen telah mengalami distorsi (penyimpangan) luar biasa dalam tauhid. Wajarlah jika Allah SWT menegaskan bahwa para penganut agama Nasrani (Kristen) adalah kafir:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ

Sungguh telah kafirlah orang-orang yang berpendapat bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga. Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Maha Esa (TQS al-Maidah [5]: 73).

Berdasarkan ayat di atas, konsep trinitas dalam Kristen jelas menyalahi konsep tauhid dalam Islam.

Selain para penganut Kristen, Allah SWT pun memvonis kafir para penganut agama Yahudi maupun kaum musyrik.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Sungguh orang-orang kafir itu—baik Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) maupun kaum musyrik—berada di Neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah manusia yang paling buruk (TQS al-Bayyinah [98]: 6).

Karena itu siapapun yang menganggap sama konsep trinitas—atau konsep-konsep dalam keyakinan agama lain—dengan konsep tauhid jelas telah menyimpang dari ketentuan Allah SWT dalam al-Quran. Padahal jangankan manusia secara umum, Rasulullah saw.—yang notabene kekasih Allah SWT—pun “diancam” dengan ancaman keras seandainya beliau memiliki pendapat yang menyimpang dengan apa yang telah Allah SWT gariskan dalam al-Quran.

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ . لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ . ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ  .فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ . وَإِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِينَ.  وَإِنَّا لَنَعْلَمُ أَنَّ مِنْكُمْ مُكَذِّبِينَ

Andai Muhammad mengada-adakan sebagian perkataan atas nama Kami, niscaya Kami benar-benar akan memegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami akan memotong urat tali jantungnya. Sekali-kali tidak ada seorang pun dari kalian yang dapat menghalangi (Kami) dari pemotongan urat nadi itu. Sungguh al-Quran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. Sungguh kami benar-benar mengetahui bahwa di antara kalian ada orang yang mendustakan al-Quran (TQS al-Haqqah [69]: 41-48).

Konsekuensi Tauhid

Ada beberapa konsekuensi tauhid yang harus dipegang teguh oleh setiap Muslim antara lain. Pertama, setiap Muslim harus meyakini betul, tanpa ragu, bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (Lâ ilâha illâlLâh); sekaligus mengingkari thâghût (segala sesuatu selain Allah SWT). Inilah yang Allah SWT tegaskan dalam al-Quran:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Siapa saja yang mengingkari thâghût dan mengimani Allah, ia berarti telah berpegang pada tali yang amat kuat, yang tidak akan terputus (TQS al-Baqarah [2]: 256).

Seorang Muslim haram menyekutukan Allah SWT atau mengadakan tandingan bagi Diri-Nya. Allah SWT berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ

Di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mereka mencintai Allah (TQS al-Baqarah [2]: 165).

Rasulullah saw. juga menegaskan:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَجْعَلُ لِلَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ

Siapa saja yang mati, sementara dia mengadakan tandingan bagi Allah, dia masuk neraka (HR Abu Dawud).

Kedua, setiap Muslim wajib mengikhlaskan setiap aktivitas atau amal ibadahnya semata-mata karena Allah SWT.

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

Mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus (TQS al-Bayyinah [98]: 5).

Ketiga, setiap Muslim dituntut hanya menyembah atau mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT saja seraya menjauhi thâghût. Dalam al-Quran Allah SWT berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Sungguh Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah dan jauhilah thâghût itu.” (QS an-Nahl [16]: 36).

Ibadah tentu tidak hanya diwujudkan dalam kegiatan ritual seperti shalat, shaum, haji, membaca al-Quran, zikir atau doa semata. Ibadah juga wajib diwujudkan dalam bentuk ketaatan total pada seluruh aturan Allah SWT sebagai satu-satunya Zat yang diibadahi. Karena itu seorang Muslim tidak boleh berhukum pada selain hukum Allah SWT. Ketundukan dan ketaatan pada hukum-hukum atau aturan-aturan yang bertentangan dengan wahyu Allah SWT dianggap sebagai bentuk penyembahan (ibadah) kepada pembuat hukum-hukum atau aturan-aturan tersebut. Inilah yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Quran:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

Mereka telah menjadikan para pendeta dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah (TQS at-Taubah [9]: 31).

Ketika Rasulullah saw. membaca ayat ini dan didengar oleh Adi bin Hatim (yang saat itu masih bergama Nasrani), Adi bin Hatim berkata, “Sungguh kami tidak pernah menyembah mereka (para pendeta kami).” Rasulullah saw. menanggapi, “Bukankah mereka itu telah mengharamkan apa yang telah Allah halalkan, lalu kalian ikut mengharamkannya? Bukankah mereka itu telah menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, lalu kalian pun ikut menghalalkannya?” Adi menjawab, “Benar!” Beliau lalu bersabda, “Itulah wujud penyembahan (ibadah) mereka (para penganut Yahudi dan Nasrani) kepada para pendeta dan para rahib mereka!” (HR at-Tirmidzi).

Keempat, setiap Muslim hanya boleh berhukum dengan hukum Allah SWT; haram berhukum dengan selain hukum-Nya. Allah SWT berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

Tidakkah patut bagi Mukmin laki-laki dan tidak pula bagi Mukmin perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (QS al-Ahzab [33]: 36).

Allah SWT pun berfirman:

إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah (TQS Yusuf [10]: 40).

Terakhir, setiap Muslim dituntut untuk masuk Islam secara kâffah dengan menjalankan seluruh aturan dan hukumnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara total, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).

Alhasil, konsekuensi tauhid adalah tunduk, patuh dan taat hanya kepada Allah SWT dengan menjalankan seluruh syariah-Nya secara total. Syariah Allah SWT hanya mungkin diterapkan secara total dalam sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah ‘ala minhâj an-Nubuwwah. []

---***---

Hikmah:

Allah SWT berfiman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Sungguh Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan akan mengampuni dosa selain syrik bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Siapa saja yang menyekutukan Allah, sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (TQS an-Nisa’ [4]: 116).

Abu Dzarr ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي فَبَشَّرَنِي أَنَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
Sesungguhnya Jibril pernah datang kepadaku. Ia lalu menyampaikan kabar gembira bahwa siapa saja yang mati di kalangan umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan apapun, ia masuk surga (Al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubrâ, 10/319).

—***—

Download versi PDF
https://goo.gl/V1bdHB
Dakwah Di Zaman Millennial

Dakwah Di Zaman Millennial

Dakwah Kami di Zaman Baru

Betul, kalimat di atas adalah sebuah judul Bab dalam buku Risalah Pergerakan yang ditulis oleh Imam Hasan Al-Banna. Mengungkapkan bahwa dakwah Ikhwan senantiasa sesuai dengan semangat zaman.


Zaman baru telah datang. Di mana dunia nyata dilipat menjadi seolah menyatu dengan dunia maya. Generasi baru telah lahir. Generasi yang mencerna dunia melalui layar LCD (liquid crystal display), atau AMOLED.

Ini adalah zaman dimana realitas menjadi citra. Dan citra menjadi realitas. Bukan saja zaman digital.. tapi digital millennial. Zaman digital yang menyatu dengan generasi millennial.

Di zaman ini, kita membutuhkan medium dakwah yang sesuai dengan semangat zaman. Sebagaimana Hasan Al-Banna di awal dakwahnya menggunakan medium kedai kopi, dan di masa berikutnya menggunakan koran, majalah, dan mimbar parlemen.

Medium apa yang sesuai dengan zaman ini? Anda mungkin setuju jika saya sebutkan bahwa foto, desain, video, melalui kanal distribusi media sosial dan media massa, adalah medium dakwah kita di zaman ini.

Mari persembahkan dakwah kita dengan ahsan dan itqan. Melalui medium yang sesuai dengan semangat zaman.





Berdoalah! Doa Itu Mengubah Keadaan

Berdoalah! Doa Itu Mengubah Keadaan


Kekuatan doa. Ya kekuatan doa, sebuah pengharapan yang bisa membuat keadaan berubah. Seperti cerita hikmah yang akan dipaparkan berikut ini.

Oleh karena itu, doakanlah terus saudara-saudara muslim kita yang sedang tertindas seperti di Rohingya, Palestina, Irak, Suriah, Afghanistan dan di belahan bumi manapun. Doakan juga bangsa kita, bangsa Indonesia pastinya. Doakan agar Indonesia menjadi negara yang kuat, makmur dan sejahtera rakyatnya serta adil pemimpinnya.

Doa bisa membuat terlepasnya mereka dari penindasan kaum kuffar, insha Allah. Jangan letih untuk meminta, jangan letih untuk berdoa dan jangan letih bersandar hanya kepada Allah.

***

True Story kisah tercecer dari pelaksanaan haji tahun 2016

Seorang perempuan tua dari Aljazair menangis di bandara. Ia ketinggalan pesawat yang akan membawanya menunaikan ibadah haji.

Ia menangis karena kerinduannya pada ALLAH dan keinginan untuk menjawab seruan-Nya..

ALLAH mendengar tangisan hamba-Nya. Diantara Aljazair dan Jeddah.. diantara langit dan bumi..

Pilot pesawat yang mengangkut jamaah haji itu mendengar suara gemeretak pada mesin pesawat. Hal itu memaksanya untuk kembali memutar pesawat ke Aljazair.

Di bandara, saat seluruh penumpang diturunkan, petugas bandara tidak menemukan ruangan tunggu yang kosong kecuali ruangan tempat dimana perempuan tua itu menangis.

Bisa dibayangkan bagaimana takjubnya ia karena melihat teman2 nya sesama jamaah haji datang kembali seakan datang khusus untuk menjemputnya…

Ia merasa seperti bermimpi..

Dari mulutnya tidak henti2 nya ia mengucapkan kata syukur..

Ajaibnya lagi setelah diperiksa dengan seksama ternyata keadaan pesawat itu baik dan tidak ada kerusakan sama sekali.

Pesawat dengan 200 penumpang itu kembali ke bandara hanya untuk menjemput seorang perempuan tua yang rindu ingin menjawab seruan Tuhan-Nya.

Air mata apa yang ia teteskan sehingga mampu mengetuk pintu langit ??

Keyakinan apa yang ia miliki sehingga mampu merubah jalannya takdir ??

Bila segalanya berlalu darimu, bila semua pintu telah tertutup,tetapi engkau tetap bergantung dan berharap pada ALLAH, maka IA akan selalu ada untukmu.

Kisah ini menjadi bukti bahwa keajaiban doa masih terjadi, dizaman yang bukan zaman Nabi-Nabi..

sumber : postingan di FB
Memahami Persoalan Itu Setengah Dari Jawaban

Memahami Persoalan Itu Setengah Dari Jawaban

Hajar Dulu Baru Konfirmasi

Saya masih ingat betul, ketika ada teman satu kelas dahulu bertanya kepada dosen aqidah; “Ma hukmu as-shalawat al-munjiyat, ya Syeikh?”, Apa hukum dari shalawat munjiyat, wahai Syeikh?.
“Syirik”.
Sebuah jawaban yang singkat, padat, jelas dan tanpa pikir panjang. Tentu jika penanyanya orang awam, hanya akan manggut-manggut saja mengiyakan. Bagaimana tidak, penjawabnya seorang Syeikh Arab yang bahasa Indonesia saja tak bisa, sekaligus seorang dosen akidah.

Redaksi Shalawat Munjiyat

Hanya saja, teman saya ini menanyakan lebih lanjut. “Bukankah tawassul kapada Allah dalam berdoa dengan amal shalih itu sesuatu yang disyariatkan?”
“Maksudnya” Selidik Syeikh tadi.
“Dalam shalawat munjiyat, kita tawassul bukan dengan dzat Nabi tapi dengan shalawat kepada Nabi. Dan shalawat kepada Nabi itu termasuk amal shalih”. Terang teman saya.
kaifa nasshuhu?, bagaimana redaksi shalawatnya?” Tanya dosen kami.
“Redaksinya seperti ini, Syeikh!”
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد، صلاة تنجينا بها من جميع الأهوال والآفات، وتقضي لنا بها جميع الحاجات، وتطهرنا بها من جميع السيئات، وترفعنا بها عندك أعلى الدرجات، وتبلغنا بها أقصى الغايات، من جميع الخيرات في الحياة وبعد الممات، برحمتك يا أرحم الراحمين.
Arti mudahnya, ya Allah! shalawat dan salam tercurah semoga kepada Nabi Muhammad. Sehingga dengan shalawat itu, Engkau selamatkan kami dari segala mara bahaya, dst.
Nah, ternyata belum tahu redaksi shalawatnya sudah menghukuminya dengan “syirik”.

Tawassul dengan Amal Shalih itu Disyariatkan

Menjadi hal yang disepakati para ulama, bahwa salah satu bentuk tawassul dalam do’a yang boleh adalah tawassul  dengan amal shalih. Sebagaimana dahulu cerita 3 orang yang tertutup batu besar ketika sedang berada di goa. (Ibnu Taimiyyah (w. 728 H), Qaidah Jalilah fi at-Tawassul wa al-Wasilah, h. 305).
Tentu shalawat adalah termasuk salah satu amal shalih, bahkan bukankah doa itu terhalang sebelum dibacakan shalawat?

Dari Syirik ke Bid’ah

idzan, bid’atun”, kalo begitu bid'ah hukumnya.
Ketika mengetahui jawaban teman saya tadi, seketika Syeikh kami mengganti hukumnya menjadi bid’ah.
Alasannya karena model shalawat itu tak diajarkan oleh Nabi Muhammad shallaallah alaihi wasallam.

Membatasi Sesuatu Tanpa Ada Dalil

Hanya saja, benarkah hanya satu redaksi shalawat yang diajarkan Nabi?
Memang benar dahulu Nabi pernah ditanya bagaimana bershalawat kepada Beliau. Haditsnya sebagai berikut:
عن الحكم، قال: سمعت ابن أبي ليلى، قال: لقيني كعب بن عجرة، فقال: ألا أهدي لك هدية خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقلنا: قد عرفنا كيف نسلم عليك فكيف نصلي عليك؟ قال: «قولوا اللهم صل على محمد، وعلى آل محمد، كما صليت على آل إبراهيم، إنك حميد مجيد، اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد، كما باركت على آل إبراهيم، إنك حميد مجيد» متفق عليه
“Suatu ketika Nabi keluar kepada kami, lalu kami bertanya, “Kita sudah tahu bagaimana salam kepada Engkau, wahai Nabi. Lantas bagaimanakah kita bershalawat kepada Engkau?.
Jawab Nabi, “Allahumma shalli ala Muhammad, wa ala ali Muhammad, kama shallaita ala ali Ibrahim innaka hamidun majid. Allahumma barik ala Muhammad wa ala ali Muhammad, kama barakta ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid”. (Muttafaq alaih)
Justru pertanyaannya dibalik, adakah dalil yang membatasi shalawat hanya dengan redaksi itu? Apakah salah dan menyelisihi Nabi jika shalawat tidak dengan redaksi itu?

Nabi Diam Sampai Shahabat Lain Berharap Pertanyaan itu Tak Terlontar

Ternyata para ulama tak ada satupun yang membatasi shalawat hanya dengan redaksi yang diajarkan oleh Nabi. Buktinya, hampir semua kitab turots atau klasik yang kita baca, redaksi shalawatnya sangat beragam.
Bahkan dalam riwayat lain yang shahih juga disebutkan bahwa, ketika Nabi mendapat pertanyaan itu, Nabi diam saja. Sampai para shahabat lain berharap, pertanyaan itu tak terlontar dan ditanyakan kepada Nabi. Disebutkan dalam Shahih Muslim:
عن أبي مسعود الأنصاري، قال: أتانا رسول الله صلى الله عليه وسلم ونحن في مجلس سعد بن عبادة، فقال له بشير بن سعد: أمرنا الله تعالى أن نصلي عليك يا رسول الله، فكيف نصلي عليك؟ قال: فسكت رسول الله صلى الله عليه وسلم، حتى تمنينا أنه لم يسأله ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «قولوا اللهم صل على محمد وعلى آل محمد، كما صليت على آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على آل إبراهيم في العالمين، إنك حميد مجيد، والسلام كما قد علمتم» صحيح مسلم (1/ 305) سنن أبي داود (1/ 258) سنن الترمذي ت شاكر (5/ 359)
"Bisyir bin Said bertanya kepada Nabi, “Allah memerintahkan kita bershalawat kepada Engkau. Bagaimana kita bershalawat kepada Engkau, ya Rasulallah?”
Nabi diam saja. Sampai kita berharap Bisyir bin Said tak menanyakan hal itu. Sehingga Rasulullah bersabda: Ucapkanlah; allahumma shalli ala Muhammad... al-hadits.” (HR. Muslim, HR. Abu Daud, HR. At-Tirmidzi).
Tentu banyak tafsiran kenapa Nabi diam saja saat ditanya, dan para shahabat berharap pertanyaan itu tak jadi terlontarkan. Salah satunya adalah shalawat itu luas redaksinya, tak harus ditanyakan dan mengikuti satu redaksi saja. 
Maka, memahami suatu persoalan itu sangat penting sebelum menjawab hukumnya. Banyak orang salah jawab karena salah memahami soal atau pemasalahan.
Banyak kasus bid'ah menjadi perdebatan sengit bukan dalam kaitan dalil ataupun hukumnya. Tetapi lebih kepada perbedaan pemahaman (ta'rif dan takyif syar'i) terhadap sesuatu hal yang baru itu; apakah masuk dalam dalil umum agama sehingga boleh hukumnya atau sudah keluar dari koridor agama sehingga haram.
Termasuk perdebatan siapakah pihak yang paling berhak dan mendapat legitimasi dari Allah subhanahu wa ta'ala memegang serta memberi "stempel" bid'ah yang haram terhadap suatu hal yang baru. Waallahu a'lam bisshawab. *Sumber rumahfiqih
Doa Saat Berhadapan Dengan Penguasa Dholim

Doa Saat Berhadapan Dengan Penguasa Dholim

Doa Saat Berhadapan dengan Penguasa Dholim



اَللَّهُ أَكْبَرُ، اَللَّهُ أَعَزُّ مِنْ خَلْقِهِ جَمِيْعًا، اَللَّهُ أَعَزُّ مِمَّا أَخَافُ وَأَحْذَرُ، وَأَعُوْذُ بِاللَّهِ الَّذِيْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ هُوَ، اَلْمُمْسِكِ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ أَنْ يَقَعْنَ عَلَى اْلأَرْضِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، مِنْ شَرِّ عَبْدِكَ فُلاَنٍ، وَجُنُوْدِهِ وَأَتْبَاعِهِ وَأَشْيَاعِهِ، مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ، اَللَّهُمَّ كُنْ لِيْ جَارًا مِنْ شَرِّهِمْ، وَجَلَّ ثَنَاؤُكَ وَعَزَّ جَارُكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَلاَ إِلَـٰهَ غَيْرُك

Allah Maha Besar. Allah Maha Perkasa dari segala makhlukNya. Allah Maha Perkasa dari apa yang aku takutkan dan khawatirkan. Aku berlindung kepada Allah, yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia, yang menahan tujuh langit agar tidak menjatuhi bumi kecuali dengan izinNya, dari kejahatan hambaMu *Fulan*, serta para *_pembantunya, pengikutnya dan pendukungnya, dari jenis jin dan manusia._* Ya Allah, jadilah Engkau pelindungku dari kejahatan mereka. Agunglah pujiMu, kuatlah perlindunganMu dan Maha Suci asma-Mu. Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau (3x).

HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 708. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 546.

Doa ini mengisyaratkan adanya kolaborasi dalam keburukan, kedholiman, antara jin dan manusia.

Si Fulan yg disebut dlm doa ini, dg seluruh kedholimannya, diback up oleh pengikut dr jin dan manusia.

Dalam konteks ruqyah, atau keluhan gangguan, doa ini mengisyaratkan dg jelas adanya keterlibatan jin dalam perilaku buruk. Bhkn mereka trmasuk sbg _'barisan pendukung'_ pelaku kedholiman tsb.


Smg Alloh selalu menjaga kita.

Aamiin


Wallohua'lam


Karakteristik Kaum Ghuraba

Karakteristik Kaum Ghuraba

Dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Islam dimulai dalam kondisi asing, dan akan kembali sebagaimana ia dimulai (sebagai sesuatu yang) asing; maka berbahagialah bagi kaum ghuraba' (orang-orang yang asing tersebut)".
[H.R.Muslim]
Kajian Bahasa
Lafazh ghariiban; yang merupakan derivasi (kata turunan) dari lafazh al-Ghurbah memiliki dua makna: pertama, makna yang bersifat fisik seperti seseorang hidup di negeri orang lain (bukan negeri sendiri) sebagai orang asing. Kedua, bersifat maknawi -makna inilah yang dimaksud disini- yaitu bahwa seseorang dalam keistiqamahannya, ibadahnya, berpegang teguh dengan agama dan menghindari fitnah-fitnah yang timbul adalah merupakan orang yang asing di tengah kaum yang tidak memiliki prinsip seperti demikian.

Keterasingan ini bersifat relatif sebab terkadang seseorang merasa asing di suatu tempat namun tidak di tempat lainnya, atau pada masa tertentu merasa asing namun pada masa lainnya tidak demikian.

Makna kalimat "bada-al Islamu ghariibaa [Islam dimulai dalam kondisi asing]" : ia dimulai dengan (terhimpunnya) orang per-orang (yang masuk Islam), kemudian menyebar dan menampakkan diri, kemudian akan mengalami surut dan berbagai ketidakberesan hingga tidak tersisa lagi selain orang per-orang (yang berpegang teguh kepadanya) sebagaimana kondisi ia dimulai.

Makna kalimat "fa thuuba lil ghurabaa' [maka berbahagialah bagi kaum ghuraba' (orang-orang yang asing tersebut)]" : Para ulama berbeda pendapat mengenai makna lafazh thuuba. Terdapat beberapa makna, diantaranya: fariha wa qurratu 'ain (berbahagia dan terasa sejuklah di pandang mata); ni'ma maa lahum (alangkah baiknya apa yang mereka dapatkan); ghibthatan lahum (kesukariaanlah bagi mereka); khairun lahum wa karaamah (kebaikan serta kemuliaanlah bagi mereka); al-Jannah (surga); syajaratun fil jannah (sebuah pohon di surga). Semua pendapat ini dimungkinkan maknanya dalam pengertian hadits diatas.

Intisari Dan Hukum-Hukum Terkait
Hadits tersebut menunjukkan betapa besar keutamaan para Shahabat radhiallaahu 'anhum yang telah masuk Islam pada permulaan diutusnya Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam karena karakteristik tentang ghuraba' tersebut sangat pas buat mereka. Keterasingan (ghurbah) yang mereka alami adalah bersifat maknawi dimana kondisi mereka menyelisihi kondisi yang sudah berlaku di tengah kaum mereka yang telah terwabahi oleh kesyirikan dan kesesatan.

Berpegang teguh kepada Dienullah, beristiqamah dalam menjalankannya serta mengambil suri teladan Nabi kita, Muhammad Shallallâhu 'alaihi wasallam adalah merupakan sifat seorang Mukmin yang haq yang mengharapkan pahala sebagaimana yang diraih oleh kaum ghuraba' tersebut meskipun (dalam menggapai hal tersebut) kebanyakan orang yang menentangnya. Yang menjadi tolok ukur adalah berpegang teguh kepada al-Haq, bukan kondisi yang berlaku dan dilakukan oleh kebanyakan orang. Allah Ta'ala berfirman: "Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan-Nya..." (Q.S. 6:116).

Besarnya pahala yang akan diraih oleh kaum ghuraba' serta tingginya kedudukan mereka. Yang dimaksud adalah kaum ghuraba' terhadap agamanya alias mereka menjadi asing lantaran berpegang teguh kepada al-Haq dan beristiqamah terhadapnya, bukan mereka yang jauh dari negeri asalnya dan menjadi asing disana.

Dalam beberapa riwayat, dinyatakan bahwa makna al-Ghuraba' adalah orang yang baik/lurus manakala kondisi manusia sudah rusak. Juga terdapat makna; mereka adalah orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak oleh manusia. Ini menunjukkan bahwa kelurusan jiwa semata tidak cukup akan tetapi harus ada upaya yang dilakukan secara bijak, lemah lembut dan penuh kasih sayang dalam memperbaiki kondisi manusia yang sudah rusak agar label ghuraba' yang dipuji dalam hadits diatas dapat ditempelkan kepada seorang Mukmin.
Allah Sebaik Baik Pembuat Rencana

Allah Sebaik Baik Pembuat Rencana


Ada seorang tukang TAHU... Setiap hari ia menjual dagangannya ke pasar. Untuk sampai ke pasar, ia harus naik angkot langganannya.

Dan untuk sampai ke jalan raya, ia harus melewati pematang sawah.

Setiap pagi ia selalu berdoa kepada Tuhan agar dagangannya laris.

Begitulah setiap hari, sebelum berangkat berdoa terlebih dahulu dan pulang sore hari. Dagangannya selalu laris manis...

Suatu hari, ketika ia melewati sawah menuju jalan raya utk naik angkot langganannya, entah kenapa tiba2 ia terpeleset kecemplung sawah...



Semua dagangannya jatuh ke sawah, hancur berantakan! Jangankan untung, modal pun buntung!
Mengeluh ia kepada Tuhan, bahkan "menyalahkan" Tuhan, mengapa ia diberi cobaan seperti ini? Padahal ia selalu berdoa setiap pagi.

Akhirnya ia pun pulang tidak jadi berdagang.

Tapi dua jam kemudian ia mendengar kabar, bahwa angkot langganannya yang setiap hari ia naiki, pagi itu jatuh ke dalam jurang. Semua penumpangnya meninggal! Hanya ia satu satunya calon penumpang yang selamat, "gara- gara" tahu nya jatuh ke sawah, sehingga ia tidak jadi berdagang dan membawa pulang tahu-tahunya yang sdh remek tadi.

sorenya ada seorang peternak bebek mencari dia dan hendak membeli tahu untuk makanan bebek namun anehnya peternak bebek itu mencari tahu yg rusak/hancur krn hny utk campuran makan bebek saja; spontan bapak itu nangis bahagia karena tahunya yang remek dibeli semua oleh peternak bebek itu.

Sahabatku...Doa tidak harus dikabulkan sesuai permintaan, tapi terkadang diganti oleh Tuhan dengan sesuatu yang jauh lebih baik daripada yang diminta.

Allah Maha Tahu kebutuhan kita, dibandingkan diri kita sendiri.

Karena itu, janganlah jemu berdoa, juga jangan menggerutu, apalagi mengutuk!
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah SWT mengetahui, sedang manusia tidak mengetahui”.

Jika Allah Subhanahu wata 'ala menjawab doamu, Ia sedang menambahkan imanmu. Jika Ia menundanya, Ia sedang menambahkan kesabaranmu. Jika Ia tidak menjawab doamu, Ia sedang mempersiapkan yang terbaik untukmu.

Curigailah Diri !

Curigailah Diri !


Oleh @salimafillah

Ngelmu.id – “Betapa amanah pasukan ini dan betapa tepercaya Sa’d sang panglima”, kata Sayyidina ‘Umar dengan mata basah menyaksikan perbendaharaan Kisra ditumpuk di Madinah. . “Itu karena engkau”, sahut senyum Sayyidina ‘Ali. “Sebab andai di hatimu ada hasrat sedikit saja terhadap harta ini, niscaya para prajuritmu akan saling bunuh untuk memperebutkannya.” .

kacama-oase-iman.net

Masyaallah. . “Sesuatu yang di titik pusat menyimpang seujung kuku”, begitu KH Rahmat Abdullah berpesan, “Maka bayangkan berapa depa melesetnya pada jarak seribu tombak?”.

Ini renungan agar tiap da’i mencurigai diri sendiri tiap kali dia mengeluhkan keadaan ummat. .

Apa yang di dada seorang ‘Ulama hanya bersitan niat, bisa menyulut dosa mengerikan di tengah masyarakat. Kalau guru kencing berdiri menyebabkan murid kencing berlari; dosa kecil Ustadz mungkin memicu nista yang besarnya kian meningkat di lingkar yang makin jauh darinya. Bahkan lalainya dia dari mengingat Allah, bisa mengejawantah menjadi mesranya pengikut dengan syaithan. .

Maka ketika dia melihat para penyimak dakwahnya mudah tersulut fanatisme hingga ringan menjelekkan sesama muslim; hendaklah dia periksa hatinya. Barangkali ada setitik ‘ujub terselip dan hasad sekerlip. Terlebih bencana, jika dia menikmati puja-puji mad’u-nya dan tebersit senang melihat da’i yang tak sekubu diserang. .

Dan ketika dia melihat orang-orang di negerinya begitu bersemangat memperturutkan syahwat dan tenggelam dalam maksiat; hendaklah dia periksa dirinya, sebanyak apa hawa nafsunya bergejolak. Duhai, tipudaya syaithan, asmara adalah senjatanya yang halus dan tajam.


Ya Rabb, tolonglah kami yang begitu lemah menata nurani; berdebar di depan kekaguman, melayang mendengar pujian, berbinar melihat senyuman, bangga diminta tandatangan; fahaman sering kosong dan hati sering hampa, tapi ummat telanjur berbaiksangka. .
Sejatinya Sunnah

Sejatinya Sunnah

Oleh @salimafillah

Sering terjadi orang menjauh dari agama justru akibat satu atau lain hal yang ada pada diri para da’i. Atau setidaknya ada kesan yang mereka tangkap sebagai hal negatif dari yang terlihat atau terdengar. Uniknya, tak jarang hal tersebut bukan berasal dari kesengajaan untuk berbuat buruk atau melakukan hal tak patut, bahkan justru karena semangat yang besar untuk berlaku mengikuti sunnah Sang Teladan ﷺ.

Adalah Sayyidina Mu’adz ibn Jabal menjadi makmum Rasulullah ﷺ di Masjid Nabawi pada tiap shalat fardhu. Namun pula, begitu usai salam dia beranjak dengan ta’zhim menuju ke kampungnya untuk menjadi imam shalat fardhu yang sama bagi masyarakat di lingkungannya. Sebagai penanda ittiba’nya yang sangat kukuh kepada Rasulullah ﷺ, surat-surat apa yang tadi dibaca Nabi ﷺ, dibaca pula oleh Mu’adz dalam shalatnya.
.

Dalam suatu hadits yang dituturkan Imam Al Bukhari dan Imam Muslim, dikisahkan bahwa pada suatu malam beliau memimpin shalat ‘Isya’, dan sebagaimana tadi telah disimaknya dari Rasulullah ﷺ, seusai Al Fatihah beliau membaca surat yang panjang. Qadarallah, di tengah-tengah shalat ada seorang lelaki yang keluar dari shaff dan memisahkan diri dari jama’ah. Lelaki bekerja sebagai petani yang seharian penuh telah bersimbah peluh di ladangnya, sehingga dia tidak sanggup untuk shalat dengan bacaan yang panjang.
.

Ketika hal ini dilaporkan kepada beliau, Sayyidina Mu’adz ibn Jabal memberi tanggapan lugas, “Sejatinya dia pastilah seorang munafiq.”

.Tidak terima atas celaan Sayyidina Mu’adz ini, lelaki itu melaporkan kejadiannya kepada Nabi ﷺ. “Ya Rasulallah”, ujarnya dengan resah, “Sejatinya kami memiliki banyak tanggungan pekerjaan, sementara kami bekerja dengan tangan sendiri karena tak sanggup mengupah orang, kami menyirami kebun-kebun hanya dengan bantuan hewan ternak kami. Maka sungguh, tadi malam Mu’daz mengimami kami shalat ‘Isya’ dan dia membaca Surat Al Baqarah, makanya aku mundur dan menyelesaikan shalatku sendiri. Kemudian karena hal ini, Mu’adz telah menuduhku sebagai seorang munafiq.”
.

Sang Nabi ﷺ lalu memanggil Sayyidina Mu’adz ibn Jabal dan bersabda “Wahai Mu’adz, apakah engkau ini seorang tukang pembuat fitnah? Bacalah yang ringan untuk mereka, baca saja Wasysyamsi wa dhuhaha, atau bacalah Sabbihisma Rabbikal A’laa.” Kelirukah Sayyidina Mu’adz ibn Jabal yang ingin sepenuhnya mengamalkan sunnah dengan membaca surat yang sama dengan apa yang dibaca oleh Nabi ﷺ dalam shalatnya?

Zhahirnya tidak. Akan tetapi sunnah Rasulillah ﷺ memang tidak hanya terletak dalam pengamalan lahiriah yang tepat sama, melainkan juga jiwanya yang empatik, hatinya yang penuh kasih, dan kesediaan memberi aneka keringanan bagi ummat agar mereka kian cinta pada agama. Inilah jiwa dari sunnah, inilah sejatinya sunnah.

Maka dalam riwayat lain disebutkan, ketika Sayyidina Mu’adz menyatakan bagaimana dia disalahkan sementara dia hanya membaca apa yang dibaca Nabi ﷺ, sama persis tanpa menambahinya, Rasulullah ﷺ menyatakan sembari tersenyum, “Makmummu tidak sama dengan makmumku.” Juga dalam riwayat yang disepakati Imam Al Bukhari dan Imam Muslim, Sang Nabi ﷺ menyatakan:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِينَ فَأَيُّكُمْ أَمَّ النَّاسَ فَلْيُوجِزْ فَإِنَّ مِنْ وَرَائِهِ الْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَذَا الْحَاجَةِ

“Wahai manusia, sesungguhnya sebagian kalian telah menyebabkan sesamanya lari menjauh dari agama. Siapapun di antara kalian yang memimpin shalat, hendaklah dia bermudah dan meringankannya, karena sungguh di belakangnya ada orang tua, orang lemah, dan orang yang tergesa gesa karena ada keperluan.”

Indahlah sejatinya sunnah. Inilah pentingnya bersamamu, di jalan dakwah berliku.


sumber : ngelmu.id

10 Cara Merencanakan Husnul Khatimah Dan Meraih Bahagia Saat Menutup Usia

10 Cara Merencanakan Husnul Khatimah Dan Meraih Bahagia Saat Menutup Usia

Oleh Dede Nurjannata*

Husnul khotimah, bahagia di usia senja, siapa yang tidak mau? Semua orang, saya kira ingin mendapatknya, termasuk anda bukan?

Bahagia itu letaknya di hati bukan di harta. Hati yang lembut, hati yang selalu mengingat Allah adalah sumber kebahagian hidup.

Ada pepatah Bahasa Arab yang mengatakan: “Bunga yang indah tidak akan tumbuh di batu yang keras”. Bunga yang indah hanya akan tumbuh dan berkembang di tanah yang baik. Begitu pula kebahagian, tidak akan tumbuh di hati yang lalai, kasar, keras membatu. Usia senja jangan jadi penghalang untuk semangat beribadah.

Ada kisah yang menarik buat saya, kisah ini di sebutkan dalam Sunan Ibnu Majah 3810, hadisnya dihasankan oleh Syeh Albani.

Seorang shahabiyah bernama Umu Hani, nama aslinya Fakhitah binti Abi Thalib binti Abdil Mutholib.

Ia datang kepada Rasulullah dan seraya berkata: “Ya Rasulullah, tunjukan kepadaku satu amalan, sesungguhnya diriku telah menginjak usia senja, tua, dan badanku sudah mulai lemah.”

Maka berkata Rasulullah:
“Bertakbirlah 100 kali, bertahmidlah 100 kali , bertasbihlah 100 kali. Sesungguhny pahala dari kalimat tersebut lebih baik dibandingkan dengan mempersiapkan 100 kuda pilihan untuk jihad fi sabililah, lebih baik dibandingkan dengan menyembelih 100 ekor unta lalu dibagikan dagingnya kepada fakir miskin, lebih baik dibandingkan membebaskan 100 budak.

Subhanallah. Membaca hadits di atas membuat pembaca yang sudah lanjut usia mestinya terus semangat dalam beribadah kepada Allah. Jika usia anda sudah menginjak 50 tahun berhati-hatilah karena anda dalam tawanan Allah, demikian menurut salah satu ucapan ulama salaf.
Merencanakan Husnul Khatimah

Bagaimana kita merencanakan husnul khatimah? Ini langkah-langkahnya:

1. Membiasakan melakukan ketaatan.

Agar wafat dalam ketaatan kepada Allah, meninggal saat sujud dalam shalat, meninggal saat umrah atau haji, menuntut ilmu, zikir dan ketaatan-ketaatan lainya.

2. Membayangkan beratnya kematian atau beratnya sakaratul maut.

Sakaratul maut di rasakan seperti kambing yang dikuliti hidup-hidup. (hadits shahih Muslim)

Ibnu Abas menyebutkan Rasulullah bersabda:  “Sesungguhnya malaikat maut datang kepada kalian 70 kali setiap hari, tapi kalian tenggelam dalam gelak tawa.

Jika sehari 70 kali malaikat maut menjeguk kita itu artinya setiap 21 menit sekali malaikat maut mendatangi kita.
Sudahkah anda meyadarinya?

3. Membayangkan mati sebelum mati. Cara ini banyak di lakukan para ulama salaf.

4. Memohon kepada Allah dengan doa-doa agar meninggal dunia dalam keadaan istiqamah sampai akhir hayat.

5. Bergaul dengan orang orang shalih, karena seseorang itu dengan siapa dia berkawan.

6. Meminta taufiq kepada Allah.

7. Menjauhi kebiasaan buruk.

8. Melazimi zikir pagi dan petang, jangan tinggalkan juga sayyidul istighfar.

9. Membiasakan berwudhu sebelum tidur. Agar saat nyawa kita di ambil kita dalam keadaan suci setelah berwudhu.

10. Buang jauh-jauh sifat mudah marah.

Pesan Nabi: “La taghdhab walakal jannah”. Jangan marah dan untukmu adalah syurga!

Mudah-marah juga menunjukkan rendahnya kualitas kita. Penelitian terkini, mudah marah membuat pembuluh darah mudah pecah dan membawa pada kematian.

*Penulis buku 10 Amalan Penembus Benteng Langit
Arnoud Van Doorn, Dulu Menghujat Nabi Sekarang Mendapat Hidayah

Arnoud Van Doorn, Dulu Menghujat Nabi Sekarang Mendapat Hidayah


Apakah anda masih ingat film ‘Fitna’? Film Kontroversial yang mengundang kecaman seantero jagad Islam karena dianggap menghujat dan menistakan/memperolok Nabi Muhammad SAW. Adalah Arnoud Van Doorn, mantan politisi Belanda yang anti-Islam terlibat dalam pembuatan film itu.
Sekarang ia berubah 180 derajat dengan menjadi seorang mualaf. Menurut Al-Jazeera dan rilis media Saudi Gazette (23/4) Van Doorn mengunjungi makam Nabi Muhammad di Madinah. Di sana, ia salat dan memohon maaf karena menjadi bagian dari film yang menghujat Islam dan Rasulullah itu.

Arnoud Van Doorn bukanlah nama baru dalam jagat perpolitikan Belanda. Ia aktif di PVV, bahkan menjadi salah satu pucuk pimpinan sebagai Wakil Ketua. Tetapi justru itulah yang mengusik hatinya. Mengapa partainya selalu memusuhi Islam? Rasa penasaran Van Doorn terhadap Islam semakin tak terbendung, hingga ia pun mulai mempelajari apa itu Islam yang sebenarnya.

“Saya benar-benar mulai memperdalam pengetahuan saya tentang Islam karena penasaran,” kata Van Doorn mengenang awal mula hidayah Islam menghampirinya.

Rasa penasaran itu membuat Van Doorn mencari terjemah Al-Qur’an, hadits, dan buku-buku referensi Islam. Hari demi hari berikutnya ia lalui dengan membaca dan mengkaji buku-buku itu satu per satu, tanpa meninggalkan aktifitasnya yang lain. Selama ini Van Doorn hanya tahu Islam dari perkataan orang-orang yang membencinya.

Orang-orang yang dekat dengan Van Doorn sebenarnya tahu bahwa Van Doorn membaca referensi Islam, tetapi agaknya mereka tidak sampai berpikir bahwa itu akan menjadi jalan hidayah bagi Van Doorn. Karena lazim dalam dunia mereka, mengkaji sebuah pemikiran atau suatu faham tanpa harus mempercayai dan mengikutinya. Bahkan, tidak sedikit orang yang mempelajari Islam untuk kemudian menyerangnya.

Van Dorn menghabiskan waktu hampir setahun untuk mengkaji Qur’an, Sunnah dan sejumlah referensi Islam tersebut. Ia juga menyempatkan berdialog dengan penganut Islam untuk mengetahui lebih jauh tentang agama yang menarik hatinya tersebut.

“Orang-orang di sekitar saya tahu bahwa saya telah aktif meneliti Qur’an, sunnah dan tulisan-tulisan lain selama hampir setahun ini. Selain itu, saya juga telah banyak melakukan percakapan dengan Muslimin tentang agama,” ujar Doorn kepada televisi Al-Jazirah Inggris.

Semakin lama mempelajari Islam, Van Doorn semakin tertarik. Ia mulai merasakan Islam sebagai sesuatu yang spesial. Meskipun sebelumnya ia juga memiliki pondasi Kristen sebagai agamanya, Van Doorn merasakan Islam itu istimewa.

Apa yang selama ini ada dalam kepalanya bahwa Islam itu fanatik, menindas wanita, tidak toleran, membabi buta memusuhi Barat, perlahan hilang dari pikirannya. Van Doorn menemukan Islam sebagai sesuatu yang sama sekali berbeda dari apa yang pernah ia sangka.

Van Doorn juga menemukan, Islam adalah agama yang cinta damai. Tidak seperti tuduhan media Barat yang selama ini mencitrakan Islam sebagai teroris.

“99 persen kaum muslimin adalah pekerja keras dan pecinta damai. Jika lebih banyak orang mempelajari Islam yang benar, semakin banyak orang yang akan melihat keindahan itu,” kata Van Doorn ketika diwawancarai oleh MNA.
Jalan hidayah bagi Van Doorn semakin terbuka lebar ketika bertemu dengan seorang Muslim bernama Aboe Khoulani, seorang rekannya yang menjabat di Dewan Kota Den Haag. Selain menjelaskan Islam lebih jauh, ia juga menghubungkan Van Doorn dengan Masjid As-Soennah.

Puncak “pertarungan batin” dialami Van Doorn beberapa waktu kemudian. Apakah ia akan mengikuti hidayah yang diamini oleh fitrahnya itu atau sebatas menjadikannya sebagai pengetahuan. Beruntung, saat-saat itu tidak berlarut-larut. Setelah mantap dengan Islam, Van Doorn pun mengikrarkan syahadat. Ia pun menjadi Muslim dan menjadi saudara bagi sekitar 1,9 milyar umat. Tetapi bagi partai dan pengikutnya, Van Doorn dicap “pengkhianat.”

Selain itu ia juga berencana membuat film yang berbalikan dengan sebelumnya, tentang Islam sebagai agama yang penuh kelembutan. Bulan lalu ia memutuskan untuk masuk Islam setelah mempelajari agama yang kerap ia hina, juga Rasulullah yang sebelumnya ia lecehkan bersama petinggi Partai Untuk Kebebasan yang beraliran sayap kanan.

Menurut pengakuan Van Doorn, Apa yang ia lakukan sebelum ini sebagai anti-Islam mengharuskannya mempelajari lebih jauh tentang Islam dan kemudian dalam prosesnya ia mendapat pemahaman yang lebih baik dan mendapat hidayah atas usahanya itu.

https://www.facebook.com/KajianAlAmiry/videos/1392238477526334/

sumber : ngelmu
Hakim Agung Mengundurka Diri

Hakim Agung Mengundurka Diri

palu hakim_oaseiman.net


"Saya Mengundurkan Diri Dari Jabatanku"

Suatu ketika seorang ulama yang Masyhur, yaitu al-Imam al-Qadhy Syekh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani yang menjabat sebagai Qadhy (Hakim) di Lebanon Masa Itu dihadapkan pada suatu kasus pembunuhan.

Saat persidangan berlangsung, didatangkan pemuda yang menjadi tersangka pembunuhan.

Terjadi dialog antara Syekh Yusuf An-Nabhani selaku Qadhy dengan Pemuda tersebut.

Syekh Yusuf Pun Bertanya :
Apa betul kamu telah melakukan suatu pembunuhan?

Sang pemuda menjawab :
Iya, betul...Saya telah membunuh seseorang wahai Syekh...

Lalu Syekh Yusuf bertanya lagi : 
Kalau boleh Kau jelaskan apa motif dari pembunuhanmu wahai Anak Muda?

Dijawab oleh Sang pemuda :
Orang Itu...telah menghina Rasulullah SAW terang-terangan....Saya tidak sanggup lagi menahan amarahku terhadap orang-orang yang mencaci Rasulullah SAW dihadapanku...Lantas aku membunuhnya...

Syekh Yusuf diam sejenak...Lalu bertanya lagi :
Tangan yang mana Kau gunakan untuk membunuh orang itu...Kanan atau Kiri?

Dijawab olehnya:
Tangan kananku ini wahai Syekh...

Lalu Tiba-tiba Syekh Yusuf An-Nabhani turun dari singgasana Hakim menuju ke arah pemuda tadi. Meraih tangan kanannya lalu  menciumnya berkali-kali seraya berkata : 
Tangan Ini kelak yang akan membawamu ke sorga....
Wahai hadirin sekalian...
Saksikanlah, mulai hari Ini saya mengundurkan diri dari jabatanku selaku Qadhy di sini, Karena saya tidak akan pernah sanggup menghukum seseorang yang telah membunuh yang disebabkan membela kehormatan Rasulullah SAW...!!

Demikian cinta dan hormatnya Syekh Yusuf An-Nabhani Kepada Rasulullah SAW dan agamanya... 

Berbeda dengan ulama-ulama yang sekarang, meski belajarnya sampai ke Australia atau Eropa, tapi sibuk membela orang kafir meski telah jelas-jelas melecehkan ayat suci al-Qur'an.

barakallahufykum
Lidah Adalah Amanah

Lidah Adalah Amanah

Kualitas diri seseorang bisa diukur dari kemampuannya menjaga lidah. Orang-orang beriman tentu akan berhati-hati dalam menggunakan lidahnya. "Wahai orang-orang beriman takutlah kalian pada Allah dan berkatalah dengan kata-kata yang benar." (QS Al-Ahzab:70). Sementara itu, Rasulullah saw bersabda, "Siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam". (HR Bukhari-Muslim).

Rasulullah adalah figur teladan yang sangat menjaga kata-katanya. Beliau berbicara, beruap, berdialog, juga berkhutbah di hadapan jamaah dengan akhlak. Demikian tinggi akhlak beliau hingga disebutkan bahwa kualitas akhlak beliau adalah Al-Quran. Mulut manusia itu seperti moncong teko. Moncong teko hanya mengeluarkan isi teko. Kalau ingin tahu isi teko, cukup lihat dari apa yang keluar dari moncong itu. Begitu pun jika kita ingin mengetahui kualitas diri seseorang, lihat saja dari apa yang sering dikeluarkan oleh mulutnya.
amanah-oaseiman.net

Nabi Muhammad saw termasuk orang yang sangat jarang berbicara. Namun, sekalinya berbicara, isi pembicaraannya bisa dipastikan kebenarannya. Bobot ucapan Rasulullah sangat tinggi, seolah tiap kata yang terucap adalah butir-butir mutiara yang cemerlang. Indah, berharga, bermutu, dan monumental. Ucapan Rasulullah saw menembus hati, menggugah kesadaran, menghujam dalam jiwa, dan mengubah perilaku orang (atas izin Allah). Bukan saja karena lisan Rasulullah dibimbing Allah dan posisinya sebagai penyampai wahyu, di mana ucapan-ucapan darinya menjadi dasar hukum. Lebih dari itu, Rasulullah sejak kecil sudah dikenal sebagai Al-Amin, tidak pernah berkata dusta walau sekali saja. Investasi moral ini tentu sangat mempengaruhi kualitas ucapannya.

Dalam sebuah kitab ada keterangan menarik. Disebutkan ada empat jenis manusia diukur dari kualitas pembicaraannya.

Pertama, orang yang berkualitas tinggi. Kalau dia berbicara, isinya sarat dengan hikmah, ide, gagasan, solusi, ilmu, dzikir, dan sebagainya. Orang seperti ini pembicaraannya bermanfaat bagi dirinya sendiri, juga bagi orang lain yang mendengarkan. Jika dia diajak berbicara sekalipun ngobrol, ujungnya adalah manfaat.

Ketika disodorkan padanya keluhan tentang krisis, dengan tangkas dia menjawab, "Krisis adalah peluang bagi kita untuk mengevaluasi kekurangan yang ada. Dengan krisis, siapa tahu kita akan lebih kreatif? Kita bisa mencari celah-celah peluang inovasi. Pokoknya jangan putus asa, semangat terus!" Siapa saja yang biasa berbicara tentang solusi, gagasan, hikmah, dan hal-hal serupa itu, insya Allah dia adalah manusia yang berkualitas.

Kedua, orang yang biasa-biasa saja. Ciri orang seperti ini adalah selalu sibuk menceritakan peristiwa. Melihat ada kereta api terguling, dia berkomentar ribut sekali. Seolah dirinya yang kelindes kereta. Ketika bertemu seorang artis, terus dicerita-ceritakan tiada henti. Pokoknya ada apa saja dikomentari. Dia seperti juru bicara yang wajib berkomentar kapan pun ada peristiwa. Tidak peduli peristiwa layak dia komentari atau tidak.

Ini tipe manusia tukang cerita peristiwa. Prinsip yang dia pegang: "Pokoknya bunyi!" Tidak ada masalah dengan peristiwa. Jika melalui itu semua kita bisa memungut hikmah yang sebaik-baiknya, insya Allah peristiwa bermanfaat. Namun, jika dari peristiwa-peristiwa itu tidak ada yang dituju kecuali menunggu sampai mulut lelah sendiri, ini tentu kesia-siaan.

Ketiga, orang rendahan. Cirinya kalau berbicara isinya hanya mengeluh, mencela, atau menghina. Apa saja bisa jadi bahan keluhan. "Aduuuh ini pinggang, kenapa jadi sakit begini. Hari ini kayak-nya banyak masalah, nih!" Ketika kepadanya disodorkan makanan, jurus keluhannya segera berhamburan. "Makanan kok dingin begini? Coba kalau ada sambel, tentu lebih nikmat. Aduuuh, kerupuk ini, kenapa kecil-kecil begini?" Terus saja makanan dikeluhkan, walau kenyataannya semua akhirnya habis juga.

Mengeluh dan mencela, itu hari-hari orang rendahan. Seolah tiada hari berlalu tanpa keluh-kesah. Ketika turun hujan, hujan segera dicaci. "Ohh, hujan melulu, di mana-mana becek. Jemuran nggak kering-kering." Ketika di jalanan macet, mengeluh. Ketika ada lampu merah, mengeluh. Ketika ada polisi, mengeluh. Ketika ada orang meminta-minta, mengeluh. Dan seterusnya. Seolah tiada hari berlalu tanpa keluh-kesah. Alangkah menderita hidup orang yang dipenjara oleh keluh-kesah. Dia tidak bisa membedakan mana nikmat dan mana musibah. Seluruh lembar hidupnya dimaknai sebagai kesusahan, sehingga layak dikeluhkan.

Keempat, orang yang dangkal. Adalah mereka yang semua pembicaraannya tidak keluar dari menyebut-nyebut kehebatan dirinya, jasa-jasanya, kebaikan-kebaikannya. Padahal hidup ini adalah pengabdian untuk Allah. Mengapa harus kita membanggakan apa yang Allah titipkan pada kita?

Ada orang pakai cincin segera berkomentar, "Oh, itu sih mirip cincin saya." Ada orang beli mobil baru, "Nah, ini seperti yang di garasi saya itu." Ada kucing berbulu tebal melompat, "Kucing ini gondrong. Oh yaa, kucing gondrong itu mirip singa. Hai, tau nggak? Saya sudah pernah ke Singapura, lho. Hebat sekali kota Singapura. Hanya orang yang hebat saja bisa pergi ke sana." Orang-orang dangkal ini akan terus berbicara tiada henti. Tak lupa dia selalu menyelipkan kata-kata kesombongan dan membanggakan diri.

Orang-orang dangkal tiada bosan mengekspose diri, menyebut jasa, kebaikan, dan prestasinya. Dia selalu ingin tampak menonjol dan mendominasi. Jika ada orang lain yang secara wajar tampak lebih baik, hatinya teriris-iris, tidak rela, dan sangat berharap orang itu akan segera celaka. Inilah ilmu gelas kosong. Gelas kosong, maunya diisi terus. Orang yang kosong dari harga diri, inginnya minta dihargai terus. Kita harus berhati-hati dalam berbicara. Harus kita sadari bahwa berbicara itu dibatasi oleh etika-etika. Hendaklah kita ada di atas rel yang benar. Jangan sampai kita jatuh dalam apa-apa yang Allah larang.

Dalam berbicara kita jangan bergunjing (ghibah). Bergunjing adalah perbuatan yang ringan, bahkan bagi sebagian orang mungkin dianggap mengasyikkan. Namun, jika dilakukan dengan sengaja, apalagi dengan kesadaran penuh dan tekad menggebu, bergunjing bisa menjadi dosa besar.

"Dan janganlah kalian ber-ghibah (bergunjing) sebagian kalian terhadap sebagian yang lain. Apakah suka salah-seorang dari kalian makan daging bangkai saudaranya? Maka, kalian tentu akan sangat jijik kepadanya. Dan takutlah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat." (QS Al-Hujurat:12).

Kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat sesuai keinginan kita. Tapi kita bisa memaksa diri kita untuk melakukan yang terbaik menyikapi sikap orang lain. Banyak bicara tidak selalu buruk, yang buruk adalah banyak berbicara kebatilan. Boleh-boleh saja kita produktif berbicara, tapi harus proporsional. Jika kita berbicara hal yang benar dan memang harus banyak, tentu kita lakukan hal itu. Pembicaraan seringkali bergeser dari rel kebaikan ketika kita tidak proporsional.

Semua orang harus menjaga lidahnya. Tidak peduli apakah itu orang-orang yang dianggap ahli agama. Orang-orang yang pandai membaca Al-Quran atau hadis, tidak otomatis pembicaraannya telah terjaga. Di sini tetap dibutuhkan proses belajar, berlatih, dan terus berjuang agar mutu kata-kata kita semakin meningkat.

Alangkah ironi jika orang-orang yang ahli agama, namun tidak menjaga lisan. Dia banyak menasihati umat dengan perilaku-perilaku yang baik, tapi saat yang sama dia tidak melakukan hal itu. Jika orang-orang preman berkata kasar, jorok, dan tak mengenai tata krama, orang masih maklum. Namun, jika orang-orang alim yang melakukannya, tentu ini adalah bencana serius.

Satu langkah konkret untuk memulai upaya menjaga lisan adalah dengan mulai mengurangi jumlah kata-kata. Makin sedikit bicara, makin tipis peluang kesalahan. Sebaliknya makin banyak bicara, peluang tergelincir lidah semakin lebar. Jika lidah kita telah meluncur tanpa kendali, kehormatan kita seketika akan runtuh. Berbahagialah bagi siapa yang bisa berkata dengan akhlak tinggi. Selalu berkata baik. Jika tidak, cukup diam saja!

Saudaraku, sadarilah bahwa lidah ini adalah amanah. Tiap-tiap kata yang terucap darinya kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Jadikan ucapan-ucapan kita adalah modal untuk mengundang keridhaan Allah. Jangan jadikan kata-kata itu sebagai sebab datangnya murka dan kebencian-Nya.

Semoga Allah SWT membimbing lisan kita untuk berucap mengikuti keteladanan Rasulullah saw. Ucapan itu keluar dari lisan bagai untaian mutiara yang sarat dengan kebenaran, berharga, bermutu, dan membawa maslahat bagi siapa pun yang mendengarkannya. Amin.

Wallahu a'lam bishshawab.

*dishare ulang dari ceramah KH Abdullah Gymnastiar

Ebook Ruqyah Syar'iyyah
Buku ini, mengajak anda berfikir dan meracik senjata sendiri untuk meluluhlantakkan sihir yang mencuri kebahagiaan keluarga dan kehidupan Anda..
Download Disini
Ruqyah Syar'iyyah
Terapi Gangguan Jin
Terapi Gangguan Sihir
Thibbun Nabawi
Pengobatan Sunnah
Bahaya Kemunafikan

Bahaya Kemunafikan

Dalam surat al-Baqarah dikisahkan tentang tiga golongan manusia. Pertama, suatu golongan yang menerima ajaran Allah secara kaffah yang disebut sebagai orang-orang yang bertakwa. Kedua, golongan yang menolak ajaran Allah secara mutlak yang dikenal sebagai orang-orang kafir. Golongan ini tidak saja menolak tapi juga memusuhi Islam, baik dengan perkataan maupun perbuatan.


Ketiga ialah golongan yang memiliki dua kepribadian, yakni berkepribadian Islam jika berada di tengah-tengah kaum muslimin, dan berkepribadian ingkar ketika sedang di antara orang-orang yang memusuhi Islam. Kelompok ini dinyatakan sebagai golongan orang-orang munafik. Meskipun ketiga jenis golongan tersebut selalu ada dalam setiap perkembangan sejarah kehidupan manusia, namun Al-Qur'an lebih banyak menceritakan golongan orang-orang munafik karena keberadaan mereka di dunia dianggap sangat berbahaya.

Ciri-ciri orang munafik tentu sangat bertentangan dengan sifat-sifat orang yang bertakwa. Fudhail bin 'Iyadh mengumpamakan orang yang bertakwa seperti orang yang menanam pohon kurma dan merasa takut akan tumbuh duri. Namun sebaliknya, orang munafik bagaikan orang yang menanam duri tapi mengharapkan tumbuh kurma. Orang yang bertakwa selalu beramal sembari merenungi dirinya dan merasa cemas jika amal ibadahnya tidak diterima oleh Allah. Sedangkan orang munafik, sedikit beramal tetapi membanggakan amalnya yang sedikit itu.

Sebagaimana dituturkan oleh Rasulullah SAW, bahwa orang munafik mempunyai tiga ciri-ciri, yakni kalau berbicara berbohong, bila berjanji mengingkari dan jika dipercaya berkhianat. Apabila tiga ciri-ciri ini terdapat pada diri seseorang, maka dia itulah orang munafik. Sesungguhnya, tidak ada penyakit yang lebih berbahaya dari pada kemunafikan. Sebab kemunafikan adalah ibarat debu yang sangat lembut. Terbangnya tidak terlihat, namun tiba-tiba tampak menebal di atas benda yang ia hinggapi. Kemunafikan akan menutupi hati manusia, membuat titik-titik noda di dalamnya, sehingga ruang hati menjadi gelap. Pada gilirannya, hati menjadi sarang berbagai penyakit seperti sikap sombing, riya', ujub, dengki yang menyebabkan anugerah Allah menjadi sulit untuk diraih.

Kemunafikan merupakan puncak perbuatan dosa. Karenanya, membersihkan diri dari sifat kemunafikan menjadi suatu keniscayaan. Sebab ia dapat merusak, menjatuhkan dan menghancurkan agama. Seorang sufi mengatakan: seandainya dosa orang-orang munafik bisa tumbuh seperti tanaman di muka bumi, maka tidak ada tempat bagi seorang mukmin untuk berjalan oleh karena banyaknya dosa mereka. Maka itu, tidak ada tempat yang layak bagi orang-orang munafik kecuali neraka yang paling dasar. Na'udzubillah min dzalik!

Pelajaran dari Al-Qamah

Pelajaran dari Al-Qamah


Semasa hayat Rasulullah Muhammad SAW ada satu kejadian pada diri seorang sahabat bernama Al-Qamah. Sejak masa muda ia dikenal sholeh. Patuh, setia, dan taat beragama. Al-Qamah selalu ada di shaf depan di antara sahabat lainnya setiap shalat berjamaah. Ia juga dikenal sangat santun terhadap ibunya. Ayahnya sudah meninggal, segala kepentingan ibunya tidak ia abaikan. Tak sampai hati ia membiarkan ibunya mengambil air.

Sesudah Al-Qamah beristri dan tinggal di rumah sendiri, disengaja atau tidak, ia kurang memberi pelayanan kepada ibunya. Tetapi, ibunya tidak melapor tentang kekurangannya, hanya diam saja. Orang sekitar tak tahu bahwa ibu Al-Qamah sakit hati. Kemudian, terbetik berita bahwa Al-Qamah sakit. Sakitnya tambah berat.

Para sahabat berjaga-jaga ketika tampak ia seperti mau meninggal, mereka silih berganti untuk mentalqinkan, "Laa ilaaha illallaah ..." tapi apa yang terjadi? Beberapa kali mereka coba mengulang, namun lidah Al-Qamah tidak bergetar, tidak dapat mengikuti, lidahnya kelu dan kaku. Salah seorang sahabat melapor kepada Rasulullah tentang situasi ini. Segera Rasulullah datang. Rasulullah menyuruh seorang sahabat menjemput ibu Al-Qamah. Kepada ibunya Rasul bertanya, apa tingkah Al-Qamah yang memberatkan dirinya ini?

Jika ada dosa terhadap ibunya sendiri maka segera dimaafkan! Ibunya menyebutkan bahwa anaknya itu orang baik dan taat kepada Allah. "Saya ini sedih ya Rasul, sesudah ia berumah tangga sangat kurang perhatiannya kepada saya, sebab itu saya tidak memaafkannya," katanya. "Kalau begitu," ujar Rasulullah, "Ayo para sahabat kumpulkan kayu bakar, supaya Al-Qamah ini dibakar saja."

Mendengar sikap tegas Rasul, menangislah ibu itu sambil meronta-ronta. "Wahai Rasulullah, maafkan saya ya Rasul, jangan anak saya dibakar, saya mohon jangan ya Rasul. Saya sudah memaafkan Al-Qamah, saya sudah maafkan dia.''

Kata maaf dari lidah ibu itu amat spontan, saat itu juga lidah Al-Qamah lentur. Selesai ia menuturkan kalimat tauhid, terberitalah ia telah meninggalkan dunia. Nyaris ia termasuk ke dalam golongan umat yang disabdakan Rasul, yang artinya: "Tidak seorang hamba pun yang dianugerahi rezeki oleh Allah SWT kemudian dia tidak menunaikan hak kepada kedua orang tuanya, kecuali Allah menghapuskan amal baiknya dan menyiksanya dengan siksa yang pedih."

Kejadian pada Al-Qamah suatu kisah singkat tapi mengajak untuk jadi renungan bermakna. Memang, ada orang mengatakan tiada sukar untuk berbakti kepada ibu-bapak. Gara-gara sibuk mengurus kebutuhan rumah tangga, ditambah ada saja permintaan sang istri tanpa sengaja ibu sendiri di rumahnya terlupakan. Apalagi kalau memang istri tidak peduli atau kurang suka pada mertuanya, sangat mungkin sang suami tiada dapat melayani. Semoga kita terlepas dari sikap durhaka kepada orang tua.

Ujian Dan Musibah Tanda Allah Cinta

Ujian Dan Musibah Tanda Allah Cinta

Inilah yang patut dipahami setiap insan beriman. Bahwa cobaan kadang dapat meninggikan derajat seorang muslim di sisi Allah dan tanda bahwa Allah semakin menyayangi dirinya. Dan semakin tinggi kualitas imannya, semakin berat pula ujiannya. Namun ujian terberat ini akan dibalas dengan pahala yang besar pula. Sehingga kewajiban kita adalah bersabar. Sabar ini merupakan tanda keimanan dan kesempurnaan tauhidnya.
Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani).

Juga dari hadits Anas bin Malik, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ


“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani).

Faedah dari dua hadits di atas:

1- Musibah yang berat (dari segi kualitas dan kuantitas) akan mendapat balasan pahala yang besar.

2- Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih mengetahui keadaan hamba-Nya. Kata Lukman -seorang sholih- pada anaknya,

يا بني الذهب والفضة يختبران بالنار والمؤمن يختبر بالبلاء

“Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya dengan api sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.”

3- Siapa yang ridho dengan ketetapan Allah, ia akan meraih ridho Allah dengan mendapat pahala yang besar.

4- Siapa yang tidak suka dengan ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa yang pedih.

5- Cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Allah yang beriman.

6- Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia dengan diberikan musibah yang ia tidak suka sehingga ia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa.

7- Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak. Ath Thibiy berkata, “Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.” (Lihat Faidhul Qodir, 2: 583, Mirqotul Mafatih, 5: 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7: 65)

8- Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan untuk bersikap sabar dalam menghadapi musibah setelah terjadi dan bukan maksudnya untuk meminta musibah datang karena ada larangan meminta semacam ini.”
Jika telah mengetahui faedah-faedah di atas, maka mengapa mesti bersedih? Sabar dan terus bersabar, itu solusinya.
Semoga Allah memberi kita taufik dalam bersabar ketika menghadapi musibah. Wallahul muwaffiq.

( Rumaysho.com )
2 Hal Paling Dibenci  ‘Ali bin Abu Thalib, RA

2 Hal Paling Dibenci ‘Ali bin Abu Thalib, RA


Laki-laki ini beriman sejak belia. Ia yang pertama mengakui Kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari kalangan anak-anak. Dalam perjalanan hidupnya, laki-laki ini menjadi satu di antara empat sahabat terbaik Nabi dan kelak terpilih sebagai menantu dari manusia paling mulia di muka bumi ini.

Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Seorang Muslim paripurna yang gagah, cendekia, dan taat. Keshalihannya diberbincangkan dan senantiasa diteladani kaum Muslimin sampai akhir zaman. Pemikiran dan teladannya tak pernah habis, sampai umat manusia dikembalikan kepada Allah Ta’ala di Hari Kiamat.

Sayyidina ‘Ali memang mengagumkan. Ialah sosok penuh pesona, melebihi banyak laki-laki lain di masanya.
Sayyidina ‘Ali bin Thalib dijamin masuk surga. Beliaulah laki-laki yang terpilih untuk menggantikan di pembaringan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam peristiwa Hijrah menuju Madinah al-Munawarah. Sebuah pilihan yang pelik, sebab artinya; Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib sudah siap mati untuk Islam yang mulia.
Dalam fase kehidupan selanjutnya, Sayyidina ‘Ali bin Thalib Radhiyallahu ‘anhu juga terpilih sebagai menantu Nabi. Ia dinikahkan dengan Sayyidatina Fathimah az-Zahra Radhiyallahu ‘anha. Inilah satu di antara banyaknya pasangan paling serasi dan ideal di muka bumi ini; laki-laki shalih bersanding dengan wanita shalihah, laki-laki tampan dan gagah menjadi pasangan wanita suci dan cantik jelita.

Tapi, ‘Ali bin Abi Thalib juga manusia biasa. Ia tak layak disucikan. Ia pernah kerjakan salah, meski kadarnya kecil. Ia, sebagaimana kita, memiliki kegemaran dan membenci beberapa hal. ‘Ali bin Abi Thalib, sebagaimana dituturkan Imam Ibnul Jauzi dalam Shaidul Khatir, membenci dua hal berikut ini.
Sayangnya, dua hal ini justru banyak dikerjakan oleh kaum Muslimin.

“Hal yang dibenci ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu adalah terus makan setelah merasa kenyang dan mengenakan pakaian untuk menyombongkan diri.”
Nah, siapa yang tetap makan padahal sudah kenyang? Siapa yang masih memasukkan berbagai jenis makanan ke dalam perutnya padahal isinya sudah penuh?

Siapa pula yang sibuk bergonta-ganti pakaian hanya agar terlihat kaya, tampan, dan tindakan menyombongkan diri lainnya?

Makan itu sekadar untuk menguatkan badan. Berpakaian juga disyariatkan untuk menutup aurat. Bukan sarana untuk menyombongkan diri.
Wallahu a’lam


Sumber : Kisah hikmah
Ketika Karunia adalah Ujian

Ketika Karunia adalah Ujian

Menurut ulama, tidak selayaknya kita iri hati dengan derajat yang diperoleh para nabi. Sebab, ketinggian derajat mereka sebanding lurus dengan beratnya cobaan yang mereka hadapi. Cobaan atau bala yang dihadapi para nabi bukan hanya yang berwujud penderitaan, tapi juga berupa karunia kenikmatan. Dan, mereka, para nabi itu, sangatlah layak memperoleh derajat tinggi di sisi Allah karena keteguhan mereka dalam menghadapi setiap ujian dari Allah.

Nabi Sulaiman, misalnya, meskipun diberi kekuasaan besar oleh Allah, tidak lantas menjadi lalai dan silau. Ia setiap harinya menerima tamu dan memberi mereka makan berupa tepung halus. Sedangkan keluarganya sendiri, yakni istri-istri dan anak-anaknya, diberi makan tepung kasar. Sementara itu, ia sendiri setiap harinya hanya makan gandum yang belum ditumbuk.

Demikian pula Nabi Yusuf, sang bendaharawan Mesir itu, selama hidupnya tidak pernah kenyang. Ketika ditanya alasannya, ia selalu menjawab, ''Aku takut, jika perutku sampai kenyang, maka aku akan melupakan orang-orang yang lapar.''

Nabi Muhammad SAW juga tak jauh berbeda dengan mereka. Suatu ketika Jibril sedang bersama beliau, dan tiba-tiba datang seorang malaikat yang lain. ''Aku khawatir, jangan-jangan ia membawa sebuah tugas untukku,'' kata Jibril. Tetapi, sang malaikat terus berjalan menuju Rasulullah, dan kemudian berkata, ''Salam dari Allah untukmu, ya Muhammad. Saya membawa kunci-kunci perbendaharaan bumi untuk Anda. Jika Anda mau, ambillah, niscaya semua yang ada di bumi ini akan menjadi emas dan perak. Semua itu akan abadi bersamamu hingga hari kiamat, dan tidak mengurangi sedikit pun dari apa yang akan engkau peroleh di sisi Allah SWT.''

Mendengar hal itu, Rasulullah SAW tidak silau oleh tawaran duniawi dari Allah lewat malaikat tersebut. Beliau menjawab, ''Biarlah saya terkadang lapar dan terkadang merasa kenyang.'' Karenanya, Allah SWT berfirman, ''Dan janganlah kamu tergiur oleh kesenangan yang Kami berikan kepada beberapa keluarga di antara mereka sebagai bunga kehidupan dunia. Kami hendak menguji mereka dengan kesenangan itu.'' (Thaha: 131).

Para nabi dan rasul tersebut senantiasa menghindarkan diri jangan sampai menikmati kelezatan yang mungkin mereka raup dari karunia Allah. Mereka berkeyakinan, segala bentuk nikmat yang datang adalah medan ujian yang mahaberat dari Allah. Mereka lebih suka menikmati dzikir dan ibadah pada-Nya. Mereka tidak pernah terpikat dengan kekayaan yang mereka miliki, sehingga tak pernah pula merasa berduka jika kekayaan itu lenyap dari tangan mereka. Juga tak merasa gembira dengan kekayaan tersebut, sehingga tak perlu berpikir panjang jika hendak memberikannya kepada orang lain.

Menurut ahli tafsir Abu Said Kharraz, mereka adalah sebagaimana yang difirmankan Allah, ''Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Maka ikutilah jalan petunjuk yang mereka lalui itu. (Al An'am: 90). Wallahu a'lam.
Hakikat Takdir Manusia

Hakikat Takdir Manusia

Takdir
Takdir berakar dari kata qadara yang memiliki arti, antara lain, keputusan, ketetapan, dan perhitungan. Dalam Alquran banyak ayat yang membicarakan takdir. Salah satunya: ''Allah menetapkan malam dan siang.'' (Al-Muzammil: 20). Dalam ayat lain, Allah SWT menyatakan: ''Matahari itu bergerak pada posisinya. Itulah ketetapan pasti Tuhan yang Maha Tinggi dan Maha Mengetahui. Kemudian, bulan juga Kami tetapkan posisinya, hingga ia pada suatu saat akan kembali ke posisi semula.'' (Yasin: 28-29).

Alquran cukup indah menggambarkan persoalan takdir ini. Ketika takdir dikaitkan dengan Allah SWT, maka takdir adalah gambaran kekuasaan Allah SWT yang tak terbatas dan mutlak. Allahlah yang menciptakan alam raya beserta segala isinya, tanpa ada yang mampu menandinginya. Manusia adalah bagian dari takdir penciptaan itu sendiri. Manusia adalah makhluk Allah SWT yang terlingkupi oleh takdir-Nya.

Namun, lain halnya ketika takdir itu dikaitkan dengan umat manusia. Alquran selalu menggambarkan bahwa manusia memiliki keleluasaan untuk melakukan berbagai hal yang mereka inginkan. Dalam Alquran tercatat: ''Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah nasib mereka sendiri.'' (Ar-Ra'd: 11). Alquran juga menggambarkan bahwa apa yang akan manusia peroleh di akhirat nanti, itulah hasil usaha mereka di dunia. ''Siapa yang beramal baik, maka ia akan menuai kebaikan itu, namun siapa yang beramal buruk, maka ia akan mendapatkan keburukan di akhirat itu pula.'' (Al-Zalzalah: 7-8).

Dilihat sepintas lalu, ada perbedaan tajam menyangkut takdir tersebut. Di satu sisi Allah SWT mahakuasa dan menguasai manusia, namun di sisi lain Allah juga menyatakan manusia memiliki keleluasaan berbuat sesuai dengan kehendaknya. Lalu, apa sebetulnya hakikat takdir itu? Dalam satu kesempatan, Nabi SAW pernah menggambar garis lurus di atas tanah, dengan disaksikan oleh para sahabatnya. Beliau menggambar banyak garis yang berbeda bentuknya dan satu garis lurus. Ketika menggambar itu, beliau ditanya oleh para sahabatnya tentang maksud gambar itu.

Beliau lantas bersabda, ''Ini adalah satu jalan yang lurus, sedangkan yang lainnya adalah jalan-jalan yang beragam.'' (HR Bukhari dan Muslim). Artinya, di dunia ini ada banyak jalan yang dilalui oleh umat manusia. Manusia bebas menempuh jalan-jalan itu, namun selanjutnya, Nabi SAW tegaskan hanya ada satu jalan lurus yang mesti ditempuh oleh umat manusia. Jalan inilah yang Allah SWT dan Rasul-Nya tunjukkan.

Takdir dengan demikian adalah keputusan dan ketetapan Allah SWT yang pasti terjadi. Namun, kita tidak akan pernah tahu takdir Tuhan seperti apa. Kita tidak dituntut untuk tahu apa yang Allah SWT tetapkan pada kita. Yang dituntut dari kita adalah upaya kita untuk melakukan segala macam amal kebaikan positif di dunia ini. ''Dunia itu ladang akhirat,'' ujar Rasulullah SAW. (HR Bukhari). Yang menanam kebaikan akan beroleh kebaikan. ''Berlomba-lombalah dalam hal kebaikan.'' (Al-Baqarah: 148).
Sahabat Ali Tidak Memberi Salam Pada Umar, Setelah Tahu Alasannya Sangat Menakjubkan

Sahabat Ali Tidak Memberi Salam Pada Umar, Setelah Tahu Alasannya Sangat Menakjubkan

Ketika bertemu Umar bin Khattab, Ali bin Abi Talib tidak memulai memberi salam. Namun jika Umar yang memulai memberi salam, Ali menjawab salam tersebut.

Umar lantas mengadukan hal ini kepada Rasulullah. Maka Rasul pun bertanya kepada Ali: "Kenapa kamu tidak mengucapkan salam kepada Umar?"

Ali menjawab: Aku mendengar engkau pernah bersabda "Barang siapa yang memulai memberi salam pada saudaranya, maka baginya (disediakan) rumah di surga kelak", dan saya (Ali bin Abi Talib) menginginkan agar rumah yang dijanjikan di surga itu menjadi milik Umar bin Khattab".

Subhanallah... betapa agung dan tulus kebaikan para sahabat rasul atas sahabat lainnya. Bahkan untuk kebahagiaan di surga pun mereka lebih mengutamakan orang lain dibanding diri sendiri, apalagi untuk jabatan atau kedudukan di dunia. Jelas, mereka tidak akan pernah berkompetisi untuk meraih hal-hal duniawi.

Subhanallah... betapa ajaran Rasul sangat mempengaruhi sahabat-sahabat beliau.

(Zulfan Syahansyah)