Logika Akal Bukan Untuk Beragama
Ragam
“Seandainya agama dengan logika, maka tentu
bagian bawah khuf (sepatu) lebih pantas untuk diusap daripada atasnya. Sungguh
aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian
atas khufnya (sepatunya).” (HR. Abu Daud no. 162. Ibnu Hajar
mengatakan dalam Bulughul Marom bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani
menshahihkan hadits ini).
Kita mungkin
sering atau paling tidak pernah membaca hadits diatas bukan? Atau kita mungkin
juga pernah mendapat pertanyaan dari anak anak kita dengan pertanyaan seperti
ini : “Ayah kalau kita kentut kata pak ustad batal wudhu kita, terus kalau kita
wudhu kenapa muka kita yang dibasuh? kan yang kentut pan**t (Sensor hehehe). Pasti
kita sebagai ayah yang newbie atau ayah baru pasti bingung mau jawabnya kan? Sebenarnya
jawabnya cukup mudah kita tinggal bilang aja sama anak anak kita, nak kalau
beragama itu gak harus memakai akal atau logika, beragama itu harus dengan
dalil dan contoh yang dipraktekkan Nabi Muhammad SAW. Kalau yang berlogika dalam beragama itu anak
kecil kita masih bisa memaklumi, karena anak kecil masih mempunyai rasa ingin
tau yang sangat tinggi. Lah ini yang berlogika dalam agama orang yang sudah
berumur alias sudah dewasa hehee.
Begini ceritanya,
saat sholat berjamaah di masjid seperti biasa sang imam mengingatkan jamaah
untuk merapatkan dan meluruskan shof atau barisan jamaah, karena lurus dan
rapatnya shof itu keutamaan dalam sholat berjamaah. Tapi ada salah satu jamaah
nyletuk, “udah gak usah rapat rapat,
kalau kita nanam jagung kalau dengan jarak yang rapat hasilnya gak akan bagus,
lain hasilnya kalau kita nanamnya dengan jarak yang renggang, jagung yang
dihasilkan akan gede gede dan banyak. Jadi gak usah rapat rapat barisannya biar
dapat pahala yang banyak dan gede”. Astaghfirullah ada juga ya orang berpikiran
begitu, memang jaman akhir.
Dalam
meyakini suatu akidah dalam Islam mesti dengan dalil. Dalam menetapkan suatu
amalan dan hukum pun dengan dalil. Kalau seandainya agama dengan logika, maka
tentu bagian bawah sepatu (khuf) lebih pantas diusap daripada bagian atasnya.
Namun ternyata praktek Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
yang diusap adalah bagian atasnya.
Kalau logika bertentangan dengan dalil, maka dalil tetap harus dimenangkan atau
didahulukan.
Syaikh Sholeh
bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Syaikh hafizhohullah berkata,
“Hendaklah setiap muslim tunduk pada hadits yang diucapkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Janganlah sampai seseorang mempertentangkan dalil dengan logika. Jika logika
saja yang dipakai, maka tidak bisa jadi dalil. Ijtihad dengan logika adalah
hasil kesimpulan dari memahami dalil Al Qur’an dan hadits.” (Syarh Kitab Ath Thoharoh min Bulughil Marom,
hal. 249). Wallahu ‘alam bis showab *jnd
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>