PANDUAN ITIKAF

PANDUAN ITIKAF


I'TIKAF
Secara harfiyah, I'tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Dengan demikian, I'tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah Swt. Penggunaan kata I'tikaf di dalam Al-Qur'an terdapat pada firman Allah Swt: “Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf di dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa.” (QS 2:187).

Di dalam Islam, seseorang bisa beri'tikaf di masjid kapan saja, namun dalam konteks bulan Ramadhan, maka dalam kehidupan Rasulullah Saw, I'tikaf itu dilakukan selama sepuluh hari terakhir. Diantara rangkaian ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sangat dipelihara sekaligus diperintahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah SAW adalah I'tikaf. I'tikaf merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif bagi muslim dalam memelihara dan meningkatkan keislamannya, khususnya dalam era globalisasi, materialisasi dan informasi kontemporer.


Hukum I'tikaf
Para ulama telah berijma' bahwa I'tikaf khususnya 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan disunnahkan. Rasulullah SAW sendiri senantiasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. Aisyah, Ibnu Umar dan Anas Radliallahu 'Anhum meriwayatkan :''Rasulullah SAW selalu beri'tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan '' (HR. Bukhori dan Muslim)
Hal ini dilakukan oleh beliau hingga wafat, bahkan pada tahun wafatnya beliau beri'tikaf selama 20 hari. Demikian pula halnya dengan para shahabat dan istri Rasulullah Saw senantiasa melaksanakan ibadah yang amat agung ini. Imam Ahmad berkata :''Sepengetahuan saya tidak ada seorangpun dari ulama yang mengatakan bahwa I'tikaf itu bukan sunnah''.
Keutamaan Dan Tujuan I'tikaf
Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad: Tahukah anda hadits yang menunjukkan keutamaan I'tikaf ? Ahmad menjawab: tidak, kecuali hadits yang lemah. Namun demikian tidaklah mengurangi nilai ibadah I'tikaf itu sendiri sebagai taqorrub kepada Allah SWT. Dan cukuplah keutamaannya bahwa Rasulullah, para Shahabat, para Istri Rasulullah SAW dan para ulama salafusholeh senantiasa melakukan ibadah ini.
I'tikaf disyariatkan dalam rangka mensucikan hati dengan berkonsentrasi semaksimal mungkin dalam beribadah dan bertaqorrub kepada Allah pada waktu yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya. Jauh dari ritunitas kehidupan dunia, dengan berserah diri sepenuhnya kepada Sang Kholiq (Pencipta). Bermunajat sambil berdo'a dan beristighfar kepadaNya sehingga saat kembali lagi dalam aktivitas keseharian dapat dijalani secara lebih berkualitas dan berarti.
Ibnu Qoyyim berkata : I'tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati beri'tikaf dan bersimpuh dihadapan Allah, berkhalwat denganNya, serta memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah.
Macam macam I'tikaf
I'tikaf yang disyariatkan ada dua macam :
  1. I'tikaf sunnah yaitu I'tikaf yang dilakukan secara sukarela, semata mata untuk bertaqorrub kepada Allah, seperti I'tikaf 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan.
  2. I'tikaf wajib yaitu yang didahului dengan nadzar atau janji, seperti ucapan seseorang "kalau Allah ta'ala menyembuhkan penyakitku ini, maka aku akan beri'tikaf di masjid selama tiga hari", maka I'tikaf tiga hari itu menjadi wajib hukumnya.
Waktu I'tikaf
Untuk I'tikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinadzarkan, sedangkan I'tikaf sunnah tidak ada batasan waktu tertentu. Kapan saja, pada malam atau siang hari, waktunya bisa lama dan juga bisa singkat, minimal dalam madzhab Hanafi : sekejab tanpa batas waktu tertentu, sekedar berdiam diri dengan niat. Atau dalam madzhab Syafi'I : sesaat atau sejenak (yang penting bisa dikatakan berdiam diri), dan dalam madzhab Hambali, satu jam saja.
Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tadi, waktu I'tikaf yang paling afdhal pada bulan Ramadhan ialah sebagaimana dipratekkan langsung oleh Baginda Nabi SAW yaitu 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Tempat I'tikaf
Ahli fiqh berbeda pendapat tentang tempat yang boleh dijadikan untuk I'tikaf, Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa I'tikaf harus dilakukan di masjid yang selalu digunakan untuk shalat berjama'ah, sedangkan Malik dan Syafi'i berpendapat bahwa I'tikaf boleh dilakukan dimasjid manapun baik yang digunakan untuk shalat berjama'ah ataupun tidak, sedangkan pengikut syafi'iyah berpendapat bahwa sebaiknya I'tikaf itu dilakukan dimasjid jami' yang biasa digunakan untuk shalat jum'at, agar ia tidak perlu keluar masjid ketika mau melakukan shalat jum'at, dan lebih afdhol lagi bila I'tikaf itu dilaksanakan di salah satu dari tiga masjid; masjid al haram, masjid Nabawi atau masjid Aqsho. (lihat: Al Mughni 4/462, Fiqh Sunnah 1/402)
Syarat syarat I'tikaf
Orang yang I'tikaf harus memenuhi kriteria kriteria sebagai berikut:
  1. Muslim
  2. Ber-akal
  3. Suci dari janabah (junub), haidh dan nifas
Oleh karena itu I'tikaf tidak sah dilakukan oleh orang kafir,anak yang belum mumaiyiz (mampu membedakan), orang junub, wanita haidh dan nifas.
Rukun I'tikaf
  1. Niat yang ikhlas, hal ini karena semua amal sangat tergantung pada niatnya.
  2. Berdiam di masjid (QS Al-Baqarah : 187)
Awal Dan Akhir I'tikaf
Bagi yang mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan beri'tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka waktunya dimulai sebelum terbenam matahari malam ke-21 sebagaimana sabda Rasulullah Saw; ''Barangsiapa yang ingin I'tikaf dengan aku, hendaklah ia I'tikaf pada 10 hari terakhir''.
Adapun waktu keluarnya atau berakhirnya, yaitu setelah terbenam matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menunggu sampai akan dilaksanakannya shalat ied.
Hal hal Yang Disunnahkan disaat I'tikaf
Disunnahkan bagi orang yang beri'tikaf untuk memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT, seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur'an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi Saw, do'a dan sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah – ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik, meninggalkan segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkosentrasi penuh pada ibadah – ibadah mahdhah.
Dalam upaya memperkokoh keislaman dan ketaqwaan, diperlukan bimbingan dari orang orang yang ahli, karenanya dalam memanfaatkan momentum I'tikaf bisa dibenarkan melakukan berbagai kajian keislaman yang mengarahkan para peserta I'tikaf untuk membersihkan diri dari segala dosa dan sifat tercela serta menjalani kehidupan sesudah I'tikaf secara lebih baik sebagaimana yang ditentukan Allah Swt dan RasulNya.
Hal-Hal Yang Diperbolehkan
Orang yang beri'tikaf bukan berarti hanya berdiam diri di masjid untuk menjalankan peribadatan secara khusus, ada beberapa hal yang diperbolehkan.
  1. Keluar dari tempat I'tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah Radliallahu 'Anhu (HR. Bukhori Muslim).
  2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
  3. Keluar ke tempat yang memang amat diperlukan seperti untuk buang air besar dan kecil, makan, minum, (jika tidak ada yang mengantarkan), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya.
  4. Makan, minum dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
Hal-Hal Yang Membatalkan I'tikaf
  1. Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar, karena meninggalkan masjid berarti mengabaikan salah satu rukun I'tikaf yaitu berdiam di masjid.
  2. Murtad (keluar dari agama Islam)
  3. Hilang Akal, karena gila atau mabuk
  4. Haidh
  5. Nifas
  6. Berjima' (bersetubuh dengan istri), tetapi memegang tanpa nafsu (syahwat), tidak apa apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri istrinya.
  7. Pergi Shalat Jum'at (bagi mereka yang memperbolehkan I'tikaf di musholla yang tidak dipakai shalat jum'at).
Demikian ketentuan tentang I'tikaf yang menjadi panduan praktis, semoga pada Ramadhan tahun ini, kita dapat menghidupkan kembali sunnah I'tikaf sebagai bekal kita meraih nilai taqwa yang maksimal.

sumber : e-book Ustad Iman Santoso Lc
Keutamaan Sholat dan Peringatan Agar Tidak Meninggalkannya

Keutamaan Sholat dan Peringatan Agar Tidak Meninggalkannya


1. Allah berfirman :

][وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُوْلَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ(10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ[ سورة المؤمنون

“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga firdaus, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Mu’minun : 9-11)



2.Allah berfirman :

[ وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر ]

“Dan kerjakanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (Al-Ankabut : 45).



3.Alllah berfirman :

[ فويل للمصلين.  الذين هم عن صلاتهم ساهون ]

“Celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang yang lalai dalam shalatnya (menunda-nunda sehingga keluar dari waktunya).” (Al-Ma’un : 4-5)



4.Allah berfirman :

[قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتهم خاشعون  ]

“Sungguh bahagialah orang-orang mu’min yang khusyu’ dalam shalatnya.” (Al-Mu’minun : 1-2)



5.Allah berfirman :

[فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا[ (59) سورة مريم

“Lalu datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan  memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam ; 59)


6.Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :

“Tahukah kamu, apabila di dekat pintu rumahmu terdapat sebuah sungai dan kamu mandi lima kali sehari? Apakah badanmu masih kotor? Para sahabat menjawab : Tidak! Nabi bersabda lagi : begitulah halnya shalat yang lima kali sehari, Allah menghapuskan dosa-dosa manusia dengan shalat itu.” (Hadits Muttafaq Alaih).


7. Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :

“Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka ia telah kafir.” (Hadits shahih riwayat Ahmad).


8. Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :

“Tonggak pemisah antara seseorang muslim dengan kafir adalah shalat.” (Riwayat Muslim).
Rahasia Puasa

Rahasia Puasa

Rahasia Puasa

Sebagai muslim yang sejati, kedatangan dan kehadiran Ramadhan yang mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yang amat membahagiakan kita. Betapa tidak, dengan menunaikan ibadah Ramadhan, amat banyak keuntungan yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.

Disinilah letak pentingnya bagi kita untuk membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.

Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan.


a. Menguatkan Jiwa.

Dalam hidup tak sedikit kita dapati manusia yang didominasi oleh hawa nafsunya, lalu manusia itu menuruti apapun yang menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yang bathil dan mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, di dalam Islam ada perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt sebagai Tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan. Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya yang artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya (QS 45:23).

Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh derajat yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit hingga segala do’anya dikabulkan oleh Allah Swt,;
Rasulullah Saw bersabda yang artinya:

Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak do’a mereka: orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil dan do’a orang yang dizalimi (HR. Tirmidzi).


b.Mendidik Kemauan.

Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar.

Karena itu, Rasulullah Saw menyatakan: Puasa itu setengah dari kesabaran. Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang muslim semakin prima. Kekuatan rohani yang prima akan membuat seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang sangat besar, dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat sulit.


c. Menyehatkan Badan.

Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.


d. Mengenal Nilai Kenikmatan.

Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat karena menginginkan dua, dapat dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi, apa yang diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak orang yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang kita peroleh.

Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan yang sudah diperolehnya, tapi juga disuruh merasakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa guna mendidik kita untuk menyadari tinggi nilai kenikmatan yang Allah berikan agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti kenikmatan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil.

Rasa syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak, baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya, Allah berfirman yang artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasati Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS 14:7).


e. Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain.

Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di Irak, Suriah, Afghanistan, Palestina dan di berbagai wilayah lain di dunia.


Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 9:103).


Jangan Percaya Kepada Peramal

Jangan Percaya Kepada Peramal

bingung ramalan
Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa bertanya kepada peramal atau ahli nujum, kemudian ia percaya apa  yang dikatakannya, berarti ia telah mengingkari apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (Hadits shahih riwayat Ahmad).
     Haram hukumnya mempercayai ahli nujum, dukun, peramal, tukang sihir, orang yang mengaku mengetahui jiwa orang atau peristiwa-peristiwa yang lalu yang tidak diketahui orang atau mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Sebab hal-hal tersebut adalah khusus ilmu Allah saja. Allah berfirman :
] وهو عليم بذات الصدور [
“Dan Dia Maha Menetahui apa yang tersimpan dalam hati.” (Al-Hadid : 6).
     Dan firman-Nya pula :
] قل لا يعلم من في السموات والأرض الغيب إلا الله [
Katakanlah: tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (An-Naml : 65).       
Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :
Barangsiapa mendatangi seorang peramal dan menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima baginya shalat selama empat puluh hari.” (riwayat Muslim).
     Apa yang dikatakan oleh para peramal itu sebenarnya hanyalah dugaan dan kebetulan saja. Umumnya tidak lebih dari dusta  Karena bisikan setan dan tidak ada orang yang terbujuk kecuali orang yang kurang akalnya saja. Andaikata mereka mengetahui hal-hal yang ghaib, niscaya mereka akan mengambil harta yang tersimpan dalam perut bumi ini sehingga mereka tidak lagi menjadi orang fakir yang kerjanya mengelabui orang lain hanya  mencari sesuap nasi dengan caa yang batil. Kalau mereka benar-benar mengetahui hal-hal yang ghaib, maka beritahulah kami apa rahasia-rahasia yahudi sehingga dapat ditumbangkan.


Doa Adalah Ibadah

Doa Adalah Ibadah

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Turmudzi menunjukkan bahwa do’a merupakan jenis ibadah yang paling  penting. Karena shalat tidak boleh ditujukan kepada Rasul atau wali. Demikian pula do’a.

1. Orang yang mengatakan “ya Rasululloh” atau “Hai orang yang ghaib, berilah aku pertolongan dan anugrah”, berarti berdo’a kepada selain Allah, meskipun niatnya bahwa yang memberi pertolongan itu Allah.

Demikian pula orang yang berkata,”saya shalat untuk Rasul atau wali” meskipun dalam hatinya untuk Allah, shalat seperti itu tidak akan diterima, karena ucapannya berlawanan dengan  hatinya. Ucapan harus sesuai dengan niat dan keyakinan. Bila tidak demikian maka perbuatannya termasuk syirik yang tidak diampuni selain dengan taubat.

2. Apabila ia mengatakan yang diniatkan adalah Nabi atau wali itu sebagai perantara kepada Allah, seperti menghadap raja, perlu seorang perantara maka yang demikian itu merupakan menyamakan (tasybih) Allah dengan makhluk yang dhalim. Tasybih seperti itu akan menyeretnya kepada kekufuran. Padahal Allah telah berfirman yang menyatakan kesuciannya daripada penyamaan dengan makhlukNya baik dalam dzat, sifat maupun titahNya.

Firmannya :

[ ليس كمثله شيء وهو السميع البصير ]

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (As-Syura : 11).

3. Orang-orang musyrik pada zaman Nabi Shallallahu'alaihi wasallam meyakini bahwa Allah pencipta dan pemberi rizki, tetapi mereka berdo’a kepada wali-wali (pelindung) mereka yang berwujud patung.

Mereka beranggapan bahwa patung-patung itu menjadi perantara yang dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Ternyata Allah tidak mentolerir perbuatan mereka itu bahkan mengkafirkan mereka dengan firmanNya :

] وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ[ (3) سورة الزمر


“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata: kami tidak menyembah mereka kecuali hanya agar mereka dapat mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh Allah tidak memberikan petunjuk kepda orang-orang yang dusta dan sangat ingkar.” (Az-Zumar ; 3).

    
Allah itu dekat dan mendengar, tidak perlu perantara. Firmannya :

وإذا سألك عبادي فإني قريب

“Apabila hambaKu bertanya kepadamu tentang diriKu,  maka sesungguhnyaAku dekat.” (Al-Baqarah : 186).



4. Orang-orang musyrik apabila berada dalam bahaya berdo’a hanya kepada Allah saja, tetapi setelah selamat dari bahaya mereka berdo’a kepada pelindung-pelindungnya berupa patung-patung, sehingga Allah menyebut mereka sebagai orang kafir.

Firmannya :

] وَجَاءهُمُ الْمَوْجُ مِن كُلِّ مَكَانٍ وَظَنُّواْ أَنَّهُمْ أُحِيطَ بِهِمْ دَعَوُاْ اللّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ لَئِنْ أَنجَيْتَنَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنِّ مِنَ الشَّاكِرِينَ[ (22) سورة يونس


“Dan apabila gelombang dari segenap penjuru menimpanya dan mereka yakin bahwa mereka dalam kepungan bahaya, mereka berdo’a kepada Allah dengan ikhlas semata-mata kepadanya. Mereka berkata :sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.”(Yunus : 22).

 Maka kenapa sejumlah orang Islam berdo’a kepada para rasul dan orang-orang shaleh (selain Allah). Mereka meminta pertolongan daripadanya, baik di waktu susah maupun gembira. Apakah mereka tidak membaca firman Allah :

]وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ} (5)وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاء وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ[ سورة الأحقاف

“Siapa gerangan yang lebih sesat daripada orang yang berdo’a kepada selain Allah, yaitu kepada orang yang tidak dapat memberikan pertolongan sampai hari kiamat, sedangkan mereka sendiri lalai akan do’a mereka. Dan apabila mereka dikumpulkan pada hari kiamat, niscaya sesembahan mereka akan menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan mereka.” (Al-Ahqaf : 5-6).


5. Banyak orang yang menyangka bahwa kaum musyrikin yang disebut dalam Al-Qur’an itu adalah orang yang menyembah patung yang terbuat dari batu. Anggapan itu keliru, sebab patung-patung itu dahulunya adalah nama-nama orang shaleh. Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu'anhu mengenai firman Allah dalam surat Nuh :

] وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا[ (23) سورة نوح

“Dan mereka berkata : jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhanmu dan  jangan pula meninggalkan WADD, SUWA, YAGHUTS, YA’UQ dan NASR. (Nuh : 23).


Ibnu Abbas mengatakan bahwa nama-nama tersebut adalah nama-nama orang-orang shaleh umat nabi Nuh u. Setelah mereka mati, setan membisikkan kepada para pengikutnya agar di tempat duduk mereka, didirikan monumen-monumen yang diberi nama dengan nama mereka. Mereka melaksanakannya namun patung-patung itu belum sampai disembah. Setelah pembuat patung-patung itu mati dan generasi berikutnya tidak lagi mengetahui asal-usulnya, patung-patung itu ahirnya disembah.


6. Allah membantah orang-orang yang berdo’a kepada para Nabi dan wali:

]قُلِ ادْعُواْ الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلاَ يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلاَ تَحْوِيلاً (56) أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا[سورة الإسراء

“Katakanlah, panggillah mereka yang kamu anggap tuhan selain Allah. Mereka tidak mempunyai kekuasaan untuk menolak bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu sendiri justru mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat dengan Allah dan juga mengahrapkan rahmatNya serta takut akan Adzabnya. Sungguh adzab Tuhanmu itu sesuatu yang patut ditakuti.” (Al-isra’ : 56-57).


Imam ibnu Katsir menafsirkan bahwa ayat ini turun mengenai sekelompok manusia yang menyembah jin dan berdo’a kepadanya. Jin tersebut kemudian masuk Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai orang-orang yang berdo’a kepada Isa Al-Masih dan malaikat. Dari keterangan-keterangan di atas telah jelas bahwa ayat ini membantah dan mengingkari orang-orang yang berdo’a kepada selain Allah, meskipun kepada  Nabi atau wali.


7. Ada orang yang menyangka bahwa minta tolong (istighatsah) kepada selain Allah itu boleh dengan alasan bahwa yang memberi pertolongan sebanarnya adalah Allah, seperti istighatsah kepada Rasul dan wali-wali. Ini dikatakan boleh, seperti ada orang yang berkata : saya disembuhkan oleh obat dan dokter. Pendapat ini salah dan dibantah oleh firman Allah yang mengisahkan do’a Nabi Ibrahim u :

] الذين خلقني فهو يهدين. والذين هو يطعمني ويسقين. وإذا مرضت فهو يشفين [

“ Allah lah yang menciptakan aku maka  Dialah yang memberikan petunjuk kepadaku. Dialah yang memberi makan dan minum aku, dan apabila aku sakit Dialah yang  menyembuhkanku.” (Asy-syuaraa’ : 78-80).

 Ayat ini menerangkan bahwa pemberi petunjuk, rezki dan kesembuhan adalah Allah saja bukan yang lain, sedangkan obat  hanyalah sebagai sebab saja dan tidak menyembuhkan.


8. Banyak orang yang tidak dapat membedakan antara istighatsah kepada orang hidup dan istighatsah kepada orang mati. Firman Allah :

] وما يستوي الأحياء ولا الأموات [

“Tidaklah sama orang yang hidup dengan orang yang mati.” (Fathir : 22).

] فاستغاثه الذي من شيعته على الذين من عدوه [

“Nabi Musa dimintaitolong oleh seorang dari golongannya untuk mengalahkan musuh orang itu.” (Al-Qashah : 15).

 Ayat ini  menceritakan tentang seorang yang minta tolong kepada Musa agar melindunginya dari musuhnya dan Musa pun menolongnya:
[ فوكزه موسى فقضى عليه ]

“Dan Musa meninjunya sehingga matilah musuh itu.” (Al-Qashash : 15)


Adapun orang  mati tidak boleh kita meminta tolong kepadanya karena ia tidak dapat mendengar do’a kita. Andaikata mendengar pun ia tidak akan dapat memenuhi permintaan kita karena ia tidak dapat melakukannya. Firman Allah :

]إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِير[ٍ (14) سورة فاطر

“Apabila kamu berdo’a kepada mereka, mereka tidak dapat mendengar do’a kamu dan  seandainya mereka dapat mendengar, mereka tidak dapat memenuhi permintaanmu. Dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu.” (Fathir : 14).

[ والذين يدعون من دون الله لا يخلقون شيئا وهم يخلقون. أموات غير أحياء وما يشعرون أيان يبعثون ]

“dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah itu tidak dapat membuat sesuatu apapun sedang  mereka sendiri dibuat orang. Mereka itu benda mati, tidak hidup dan mereka itu tidak dapat mengetahui kapan akan dibangkitkan.” (An-Nahl : 20-21).


8. Dalam hadits-hadits shahih terdapat keterangan bahwa menusia pada hari kiamat nanti mendatangi para Nabi untuk minta syafaat, sampai mereka mendatangi Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam untuk meminta syafaat agar segera dibebaskan. Nabi Muhammad menjawab : ya, memang saya dapat memberi syafaat, kemudian beliau sujud di bawah Arsy dan memohon kepada Allah agar mereka segera dibebaskan dan dipercepat proses penghisabannya. Syafaat ini adalah permintaan Nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam dan waktu itu beliau dalam keadaan hidup dimana beliau dapat berbicara dengan mereka lalu beliau memohonkan syafaat. Itulah yang diperbuat Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam.

9. Argumen yang paling tepat untuk membedakan antara memohon kepada orang mati dan orang hidup adalah apa  yang dikatakan Umar bin Khatthab pada waktu terjadi kekeringan dimana beliau meminta kepada Al-Abbas paman Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam untuk mendo’akan mereka, dan Umar tidak pernah minta tolong kepada Nabi Shallallahu'alaihi wasallam setelah beliau wafat.

10. Ada sejumlah ulama yang menyangka bahwa tawassul itu sama dengan istighatsah, padahal perbedaan antara keduanya besar sekali. Tawassul adalah berdo’a kepada Allah melalui perantara seperti, wahai Allah, dengan perantaraan cintaku  kepadamu dan cintaku kepada Rasulmu bebaskanlah kami. Do’a dengan cara tawassul seperti ini boleh. Istighatsah adalah berdo’a kepada selain Allah seperti, wahai Rasululloh, bebaskanlah kami. Ini tidak boleh, bahkan termasuk syirik besar berdasarkan firman Allah :

[ ولا تدع من دون الله ما لا ينفعك ولا يضرك فإن فعلت فإنك إذا من الظالمين ]
“Dan janganlah kamu berdo’a kepada selain Allah, yang tidak  memberi manfaat  dan  tidak pula memberi madharat kepadamu, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang zalim (musyrik).” (Yunus : 106).






Menu Sahur Agar Tidak Cepat Lemas

Menu Sahur Agar Tidak Cepat Lemas

bio food

Badan Anda terasa cepat lemas saat berpuasa? sehingga mengganggu aktifitas dalam bekerja atau beribadah di siang hari. Apa penyebabnya? salah satu diantaranya adalah salah menu dalam santap sahur. Makanan sahur tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Lalu apa menu saat sahur?

Baca Juga Tips lancar jalani puasa 

 Untuk menghindari perut yang kaget dengan masuknya makanan, agar sehat, saat sahur sebaiknya bangun satu jam sebelum menyantap menu makanan. satu jam bisa kita gunakan untuk beribadah, tilawah misalnya; setelah itu baru menyantap sahur. Saat bangun perut belum siap untuk menerima asupan makanan, sehingga perlu ada jeda waktu. Kendaraan bermotor saja sebelum digunakan harus dipanasi dulu sebelum  digunakan, apalagi perut.

Saat berpuasa, tubuh kita tidak mendapat asupan makanan dan air kurang lebih 10 - 11 jam, untuk itu tubuh harus disiapkan agar tidak lemas. Yang dibutuhkan tubuh yang prioritas adalah air, sehingga saat sahur sebaiknya minum air putih sebanyak 2 - 5 gelas. Cairan ini nanti akan memberikan energi yang cukup disaat tidak ada cairan yang masuk ke dalam tubuh. Jika badan mengalami dehidrasi, maka akan mudah lemas; Asupan air menjadi fardu 'ain.

Untuk menu makanan saat sahur, tanpa mengurangi selera bersahurnya , sebaiknya dihindari terlalu banyak makan makanan berminyak. Makanan berminyak tidak baik untuk tenggorokan jika berlebihan. Bolehlah secukupnya.

Untuk menambah energi, bisa dilengkapi dengan kurma dan madu. Kurma adalah menu Nabi dalam sahurnya, kandungan kurma sangat baik untuk lambung kita. cepat beradaptasi dengan perut yang sebelumnya kosong. Selain itu kurma memiliki kandungan yang bisa menambah energi.

Puasa adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki kualitas pencernaan kita, karena dengan puasa kita bisa makan dan minum secara teratur. Semoga bermanfaat

* sumber foto : http://www.adweek.com/prnewser/wp-content/uploads/sites/8/2012/09/organic_food.jpg
Rukun Islam dan Rukun Iman

Rukun Islam dan Rukun Iman


RUKUN ISLAM

Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam bersabda : “Islam itu didirikan di atas lima sendi yaitu :
  1.   Bersaksi bahwa tiada Tuhan yang hak selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
  2.  Mendirikan shalat (mengerjakannya dengan  memenuhi rukun dan kewajibannya serta dengan tenang dan khusyu’). 
  3. Membayar zakat : (wajib membayar zakat bila seorang muslim memiliki 85 gram emas atau uang yang senilai dengannya, yaitu membayar 2,5 % bila sudah sampai satu tahun. Adapun harta kekayaan selain uang, masing-masing mempunyai ketentuan sendiri). 
  4. Melakukan haji ke Baitullah (bagi yang mampu pergi ke sana).
  5. Puasa pada bulan Romadhan (mencegah makan, minum dan bercampur suami isteri mulai fajar sampai terbenam matahari, dengan niat).

 RUKUN IMAN

  1. Beriman kepada Allah. Yaitu dengan  mempercayai bahwa Allah itu ada dan Maha Esa baik dalam kekuasaaNya maupun dalam hal ibadah kepadaNya, dalam sifat dan hukumNya.
  2.  Beriman kepada para Malaikat sebagai makhluk yang diciptakan dari nur (cahaya) untuk malaksanakan perintah Allah.
  3.  Beriman kepada kitab-kitab Allah. Yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Dan yang paling  utama adalah Al-Qur’an. 
  4. Beriman kepada para Rasul Allah. 
  5.  Beriman kepada hari akhir, yaitu hari kiamat sebagai hari pemeriksaan terhadap amal-amal manusia.
  6.  Beriman kepada takdir Allah. Takdir yang baik maupun yang buruk dengan keharusan melakukan uasaha dan ridha terhadap hasil yang diperolehnya.
Islam Adalah Peraturan Hidup Yang Sempurna

Islam Adalah Peraturan Hidup Yang Sempurna

 Masjid Umat Islam
  1. Islam  mengatur berbagai aspek kehidupan manusia baik di bidang ekonomi, politik, kebudayaan, sosial dan lain-lain. Juga menggariskan metode yang benar dan tepat untuk memecahkan kesulitan dalam bidang-bidang tersebut.
  2. Islam berusaha mengatur kehidupan  manusia. Unsur pokok dalam hal ini adalah mengatur waktu. Islam merupakan satu-satunya ajaran yang paling kuat untuk dapat membahagiakan manusia di dunia dan akhirat.
  3. Islam sebelum menjadi syari’at (peraturan Allah) adalah sebagai kepercayaan atau keyakinan (bahwa Allah adalah sembahan yang hak). Karena Rasul Allah memusatkan upayanya di Makkah terhadap hal tauhid, baru setelah hijrah ke Madinah, mendirikan negara dan menerapkan/mempraktekkan syari’at Islam.
  4. Islam menganjurkan untuk mencari ilmu pengetahuan dan kemajuan ilmu yang bermanfaat. Pada abad pertengahan muncul tokoh-tokoh ilmu modern dan ilmu agama dari kalangan Islam seperti Al-Haitami, Al-Bairuni dan lain-lain.
  5. Islam menghalkan harta yang diperoleh dengan cara yang halal yaitu yang tidak ada penindasan, penipuan serta mengutamakan harta yang halal itu hendaknya dimiliki oleh orang-orang shaleh, yang mau memberikan hartanya kepada orang kafir dan untuk perjuangan agar terealisir keadilan sosial di kalangan umat Islam.

    Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

    نعم المال الصالح للمرء الصالح . صحيح رواه أحمد.

    “sebaik-baik harta ialah harta yang halal ntuk orang yang shaleh.” (riwayat Ahmad).

    Ada orang yang mengatakan bahwa tidak mungkin harta itu dicari dengan cara  yang halal saja. Pendapat ini tidak benar dan tidak mempunyai dasar sama sekali.
  6. Islam agama perjuangan dan mencari ketenangan hidup. Karenanya ia mewajibkan seorang muslim untuk mengorbankan harta dan jiwa untuk menegakkannya. Ia menghendaki agar manusia hidup tenang dalam naungan Islam dan lebih mementingkan urusan akhirat daripada dunia.
  7. Menghidupkan fikiran Islam yang bebas dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan norma-norma Islam seperti menghilangkan kebekuan berfikir dan membuang sisipan fikiran yang  menodai fikiran Islam yang murni dan menghalangi kemajuan umat Islam seperti masalah-masalah bid’ah, takhayul dan  hadits palsu.
dikutip dari ebook Bimbingan Islam Syaikh Muhammad Jamil Zainu
Menunda Haid Di Bulan Ramadhan

Menunda Haid Di Bulan Ramadhan

Kalender hitungan haid bulanan

Assalaamu‘alaikum Pak ustadz,
  1. Kalau kami(wanita) ingin melaksanakan puasa ramadhan sebulan penuh, kemudian kami menunda haid dengan meminum obat/ramuan itu hukumnya bagaimana? 
  2. Saya pernah dengar kalau menunaikan ibadah haji, maka boleh menunda haid, kalau hal ini benar dasarnya apa? Terima kasih atas jawabannya Assalaamu‘alaikum
        
     Jawaban :

Boleh bagi wanita untuk menggunakan obat-obatan penahan datang bulan jika disetujui oleh dokter - dokter ahli yang dapat dipercaya atau orang-orang yang pengalaman dalam bidang ini; bahwa pemakaian obat tersebut tidak berbahaya, juga tidak mempengaruhi rahimnya.

Tapi lebih baik agar tidak mempergunakannya, karena Allah telah menjadikan keringanan bagi kaum wanita yang haid pada bulan Ramadhan untuk tidak berpuasa. 
Dan Allah memerintahkan untuk mengganti hari-hari yang ia tidak puasa tersebut lagi pula Allah telah merelakan syari‘at seperti itu sebagai ajaran agama.

Sedangkan pada saat haji yang kesempatannya sangat jarang, maka boleh menggunakan obat seperti itu. Asal telah mendapat persetujuan dari dokter. Dasarnya adalah kemudahan, karena pada dasarnya Islam itu mudah. Dan juga tidak kita dapati larangan yang secara jelas tidak membolehkannya. Wallahu a‘lam bis-shawab.







*sumber pusat konsultasi syariah
Awas Pencuri Di Bulan Romadhon

Awas Pencuri Di Bulan Romadhon

Awas Pencuri Bulan Ramadhan

- TV. Ini merupakan pencuri yang berbahaya, yang bisa merusak puasa orang orang dan mengurangi pahala, seperti film sinetron dan iklan murahan.

- Pasar. Ini juga merupakan pencuri spesial dalam menghabiskan uang dan waktu tanpa batas. Oleh karena itu tentukan belanjaanmu begitu pergi ke pasar.

- Begadang. Pencuri yang mengambil waktu yang paling berharga. Pencuri yang mengambil sholat tahajud dari seoramg hamba di sepertiga malam terakhir, dan mencuri kesempatan untuk istighfar serta taubat.

- Dapur. Pencuri yang banyak mengambil waktu yang panjang untuk membuat beragam jenis masakan, berupa makanan dan minuman. Hampir-hampir semuanya tidaklah lewat di mulut, kecuali sejenak saja.

- Handphone. Sebagian orang hanya sekedar menjawab panggilan masuk. Bisa diserang dengan dosa berupa ghibah, namimah, dusta, memuji diri atau orang lain, membeberkan rahasai, berdebat tanpa ilmu, ikut campur urusan orang, dan sebagainya dari kesalahan-kesalaham mulut yang banyak yang juga merupakan majlis yang kosong dari dzikir. 

- Kikir. Sedekah akan melindungimu dari neraka, dan sebaik-baik sedekah adalah di bulan Ramadhon; maka bersedekahlah secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.

- Majelis yang kosong dari mengingat Allah. Pencuri ini adalah yang mempersiapkan bagimu penyesalan di hari kiamat. Nabi shallaalhu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah suatu kaum bermajelis, tidak mengingat Allah dan tidak juga bersholawat kepada Nabi mereka kecuali mereka meninggalkan penyesalan. Bila Allah mau maka Allah akan menyiksa mereka, kalau hendah Allah mengampuninya."

Adapun pencuri besar adalah FACEBOOK atau WHATSAPP apabila tidak digunakan dengan benar dalam kebaikan dalam menyambut tamu yang berharga ini (Ramadhon)
Aku wasiatkan diriku dari kelalaian untuk bersiap siap menyambut bulan mulia ini; kalaulah kita mendapatinya pada tahun ini, maka belum tentu dapat pada tahun yang akan datang.
Tips Lancar Jalani Puasa

Tips Lancar Jalani Puasa


Bulan sya'ban sudah mendekati penghujung, sebentar lagi Bulan Ramadhan 1437 H menyapa Muslimin seluruh dunia, demi kelancaran menjalankan ibadah, khususnya ibadah shaum Romadhon; berikut ada sedikit tips agar lancar menjalankan puasa.

Tips lancar jalani puasa secara umum untuk seorang berusia lanjut dan juga semua kalangan.
Mudah2an bisa bermanfaat.


  • Saat sahur usahakan untuk membatasi asupan teh dan kopi. Pasalnya, dua asupan tsb membuat metabolisme berjalan cepat. Sehingga cepat mendatangkan rasa haus meski tak terdehidrasi.
  • Sangat dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang lambat dicerna dan memiliki serat yang tinggi. Contohnya gandum, padi-padian, kacang-kacangan, biji-bijian, nasi merah.
  • Saat berbuka puasa dianjurkan untuk mengonsumsi kurma karena mengandung gula serat, karbohidrat, kalium dan magnesium. Dengan kurma, kebutuhan nutrisi tubuh yang hilang selama puasa perlahan dipenuhi.
  • Mengonsumsi pisang saat berbuka sangat baik bagi tubuh Anda, sebab pisang merupakan sumber kalium, magnesium dan karbohidrat.
  • Batasi makanan yang digoreng saat berbuka, karena dapat meningkatkan sel-sel lemak dalam tubuh. Hal ini karena seorang yang sudah di usia lanjut cenderung memiliki keluhan penyakit yang disebabkan lemak, seperti penyakit jantung, cc koroner dan hipertensi.
  • Batasi makanan yang lebih cepat dicerna, seperti gula. Hal ini bisa cepat mendatangkan rasa haus ditengah Anda menjalani puasa nantinya.
  • Konsumsi air atau jus buah antara berbuka puasa dan sebelum tidur. Hal ini bertujuan untuk menyediakan kebutuhan cairan dalam tubuh untuk Anda lancar beraktivitas esok harinya.
  • Hindari terlalu banyak makanan es, karena memudahkan Anda kenyang. Dimana asupan makanan gizi yang lengkap akan menurun karena tak bisa masuk dalam tubuh.
Selamat menjalankan ibadah shaum dan ibadah lainnya di bulan Ramadhan. Semoga diberi kelancaran, kesehatan dan khusyu' serta ikhlas menjalaninya.

sumber : dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, KGer





Di Tengah Iftiraqul Ummah (Perpecahan Umat)

Di Tengah Iftiraqul Ummah (Perpecahan Umat)

Beruntunglah orang-orang asing yang mereka memperbaiki apa-apa yang telah dirusak oleh manusia sesudahku dari sunnahku.” (HR At-Tirmidzi)

Iftiraqul ummah adalah takdir Allah
Iftiraqul ummah (perpecahan umat) adalah sebuah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang pasti terjadi. Sebagaimana telah disebutkan dalam beberapa hadits yang mutawatir:
“Terpecah umat Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan, dan terpecah umat Nashrani menjadi tujuh puluh dua golongan, dan akan terpecah umat ini menjadi tujuh puluh tiga golongan.” (1)

Bukti kebenaran akan hadits ini, telah mulai tampak ketika munculnya pemahaman sesat akidah Saba’iyah (akidah Khawarij dan Syi’ah). Inilah hal pertama yang didengar kaum muslimin, dan didengar pula oleh para shahabat tentang akidah iftiraq dan benih-benih firqah di kalangan muslimin yang ditiupkan oleh para pemeluknya. Dan benih-benih iftiraq ini terus tumbuh dan berkembang hingga munculnya firqah-firqah Qadariyah, Jahmiyyah, Mu’tazilah, dan lain sebagainya. Dan sungguh, hal yang demikian ini terus menerus terjadi hingga masa sekarang. Hal ini semakin tampak nyata dengan lahirnya harakah-harakah dengan membawa fikrah masing-masing.

Mensikapi iftiraqul ummah
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah mentakdirkan terjadinya iftiraqul ummah telah memberikan bimbingan agar umat tidak tenggelam dalam fitnah ini. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“ … Barangsiapa di antara kalian berumur panjang, niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Maka tetaplah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. …”(2)

1. Maka sikap kita yang pertama adalah tetap bepegangan pada sunnah Rasulullah saw dan para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk.

Maka dalam memahami dien ini kita harus senantiasa meruju’ kepada apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw dengan pemahaman para shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in. Walaupun pemahaman itu berbeda dan ditentang oleh kebanyakan manusia, maka tetaplah berpegangan kepadanya. Sungguh Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa Islam ini pada awal kedatangannya adalah asing dan pada suatu saat nanti akan kembali dianggap asing (diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya: (145) dari Abu Hurairah), sebuah keadaan dimana orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah seakan menggenggam bara api, barangsiapa beramal pada hari-hari semacam ini maka pahalanya seperti pahala amalan 50 orang shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits-hadits yang masyhur:
“Akan suatu pada manusia suatu jaman, orang yang sabar (istiqamah) di atas agamanya pada jaman ini seperti memegang bara api.”(3)

“Sesungguhnya di belakang kalian ada suatu hari, kesabaran di dalamnya seperti memegang bara api, orang yang beramal pada hari-hari semacam ini pahalanya seperti 50 orang yang beramal seperti amalnya kalian.”(4)

Berkata Ath-Thibi tentang hadits ini: “Maknanya sebagaimana tidak mampunya seorang pemegang bara api untuk sabar karena menghanguskan tangannya seperti itu pula keadaan seorang yang beragama, pada hari itu, tidak mampu untuk tetap di atas agamanya karena banyaknya pelaku maksiat dan pelaku maksiat, tersebarnya kafasikan dan lemahnya iman.”

Berkata pula Al Qari: “Yang jelas bahwa makna hadits adalah sebagaimana tidak mungkin bagi seseorang untuk memegang bara api kecuali dengan kesabaran yang besar dan menanggung banyak kesusahan. Demikian pula di jaman itu tidak akan tergambar dalam benak seseorang untuk menjaga agamanya dan cahaya imannya kecuali dengan kesabaran yang besar.”

Akan tetapi, walaupun demikian keadaannya, Allah yang Maha Berkuasa atas segala-galanya tidak akan membiarkan umat ini musnah dari muka bumi. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang terang-terangan di atas kebenaran, tidak mencelakakan mereka orang yang mencemoohnya sampai datang urusan Allah dan mereka dalam keadaan demikian”(5)

2. Hal kedua yang harus kita lakukan ketika fitnah ini terjadi adalah tinggalkan semua golongan (firqah) yang ada, sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah:
“Bahwasanya ketika manusia bertanya kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan, karena khawatir akan menimpa diriku, maka aku berkata, “Wahai Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya kami dahulu dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan, maka Allah datangkan kepada kami kebaikan, maka apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan?” Beliau menjawab, “Ya”. Maka aku berkata, “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?” Beliau menjawab, “Ya, tapi padanya ada dakhan (kotoran)”. Aku berkata, “Apa dakhannya?”. Beliau menjawab, “Kaum yang mengerjakan sunnah bukan dengan sunnahku, dan memberi petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau kenali mereka tapi engkau ingkari”. Maka aku berkata, “Apakah setelah kebaikan tersebut akan muncul kejelekan lagi?” Beliau menjawab, “Ya, adanya dai-dai yang berada di atas pintu jahannam, barangsiapa yang memenuhi panggilannya akan dilemparkan ke neraka jahannam”. Aku berkata, “Wahai Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam terangkan ciri-ciri mereka”. Beliau berkata, “Mereka adalah suatu kaum yang kulitnya sama dengan kulit kita, bahasanya juga sama dengan bahasa kita”. Aku berkata, “Apa yang engkau perintahkan jika aku mengalami jaman seperti itu?” Beliau berkata, “Berpeganglah dengan jama/ah muslimin dan imam mereka”. Aku bertanya, “Bagaimana jika tidak ada jama’ah dan imam?” Beliau menjawab, “Tinggalkan semua firqah, meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga kamu mati dan kamu dalam keadaan seperti itu .”(6)

3.Hal ketiga adalah senantiasa menyeru manusia kepada al haqq, saling bertawashaw bil haqq wa tawashaw bish-shabr (saling menasihati dengan kebenaran dan saling menasihati dengan kesabaran). Inilah kewajiban yang tetap ada pada diri kaum muslimin kepada sesama mereka sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla: Dan saling nasihat-menasihatilah engkau dengan kebenaran dan dengan kesabaran.’ (QS Al ‘Ashr: 4)

Dalam mensikapi perbedaan pemahaman yang ada, maka kewajiban ini tetap wajib diamalkan. Bukan seperti pendapat sebagian orang, “Kita bekerjasama terhadap apa-apa yang kita sepakati dan kita saling tasamuh (toleransi) terhadap perbedaan yang ada.” Perkataan ini benar jika perbedaan yang ada adalah hal-hal yang memang merupakan ikhtilaf tanawu’ yang bisa ditolerir, sedangkan untuk perkara yang telah menjadi ijma’ aimmah ahlus sunnah wal jama’ah dan kaum muslimin, maka tidak ada lagi kata tasamuh. Mereka harus diberi peringatan, ditegakkan hujjah kepada mereka (iqamatul hujjah) dan jika tetap tidak mau mengikuti pemahaman yang lurus, maka mereka wajib diberi sangsi dan umat harus ditahdzir akan kesesatan yang ada pada mereka serta bahayanya bergaul dengan mereka. Sebagaimana Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu telah memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat.

Sedangkan jika perbedaan pemahaman yang ada seputar masalah fiqih atau pun hal-hal yang lain sifatnya ijtihadiyah, maka wajib di antara muslimin untuk mempertemukan perbedaan itu dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari yang lebih dekat kepada al-haqq. Jika upaya ini tetap tidak bisa mempersatukan pemahaman yang ada, maka hendaknya masing-masing memahami menurut keyakinan masing-masing tanpa saling cela, saling caci, dan tetap saling menghormati. Sebagaimana yang telah banyak dipraktekkan pada shahabat. Sebagai contoh: ketika dalam penyerangan Bani Quraidhah. Sewaktu hendak berangkat Nabi shalallaahu’alaihi wa sallam berpesan agar para shahabat tidak shalat kecuali setelah tiba di tujuan. Tapi ternyata sebelum sampai di perkampungan Bani Quraidhah waktu shalat Ashar sudah tiba. Maka sebagian shahabat mengerjakan shalat di tengah perjalanan, dengan alasan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh mengakhirkan shalat. Yang lain memegangi ucapan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam, yakni tidak mengerjakan shalat hingga tiba di tujuan, walau sudah habis waktunya. Ketika yang demikian sampai kepada Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam maka beliau tidak mencela satu pun dari keduanya.(7)

Demikian pula ketika Ibnu Mas’ud berbeda pendapat dengan Ubay bin Ka’ab tentang sahkah shalat dengan memakai satu baju? Maka ketika mendengar perdebatan mereka Umaa keluar dengan marah dan berkata: “Dua orang dari Rasulullah saw telah berselisih, yaitu di antara orang-orang yang memperhatikan Rasul dan mengambil dari Rasul. Ubay benar dan Ibnu Mas’ud tidak lalai. Akan tetapi aku tidak mau mendengar ada orang yang berselisih tentang hal itu setelah ini, kecuali aku mengerjakannya begini dan begitu.”(8)

4.Hal keempat yang mesti kita lakukan di tengah iftiraqul ummah ini adalah tetap berupaya untuk menjaga persatuan di antara kaum muslimin. Walaupun iftiraqul ummah adalah sebuah kepastian dan bagaimana pun usaha kita untuk mencegahnya maka iftiraqul ummah ini tetap akan terjadi, akan tetapi hal ini tidaklah menafikan kewajiban kita untuk tetap berpegang teguh kepada tali Allah dan menjaga persatuan di kalangan umat Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan: “Dan berpegang teguhlah kalian kepada tali Allah seluruhnya, dan hangan berpecah belah.” (QS Ali Imran: 103)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa yang dimaksud dengan tali Allah adalah janji Allah. Dikatakan pula bahwa tali Allah ialah Al Qur’an. Sedangkan lafazh walaa tafarraquu (jangan berpecah belah) menunjukkan perintah untup berjama’ah dan melarang perpecahan.(9)

Dan perintah bersatu di sini bukanlah persatuan telompok (firqah) tertentu yang kemudian saling membanggakan kelompoknya masing-masing. Dan menganggap yang di luar kelompoknya berarti bukan saudaranya dan lantas disikapi dengan sikap seperti orang kafir. Akan tetapi adalah kesatuan kaum muslimin yang berlandaskan aqidah dan manhaj ahlus sunnah wal jama’ah. Wallaahu a’lam bish shawab.

Penjelasan tentang haditsul iftiraq
Terkait masalah haditsul iftiraq, dimana umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan yang mereka semua berada di dalam neraka, kecuali satu yang selamat yakni Al Jama’ah. Maka jumhur ulama mengatakan, bahwa masuknya mereka ke dalam neraka ini tidaklah kekal, akan tetapi hanya sementara. Jadi, bid’ah-bid’ah yang ada pada diri mereka tidaklah menyebabkan mereka keluar dari Islam, bid’ah itu tidak sampai menjatuhkan mereka dalam kekufuran (bid’ah mukaffirah) akan tetapi hanya sampai pada tingkatan fusuq (bid’ah muharramah). Maka mereka tetaplah muslimin, sehingga tetap ada kewajiban untuk berwala’ terhadap mereka dan ada pula kewajiban bara’ terhadap meruka sesuai dengan tingkad penyimpangan yang ada pada mereka.

Panitia Tetap Al Buhuts Al Ilmiyah Wal Ifta yang terdiri dari: Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Bbz, Syaikh Abdurrazaq Al Afify, Syaikh Abdullah bin Ghadyan, dan Syaikh Abdullah bin Qu’ud memfatwakan mengenai harakah-harakah yang ada saat ini, “… secara umum, setiap jama’ah mempunyai kesalahan dan kebenaran. Anda boleh bergaul dengan jama’ah manapun selagi di sana ada kebenaran dan menghindari jama’ah yang banyak kesalahannya. Tetapi tetap harus saling memberi nasihat, saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.”(10)

Maka para ulama menasihatkan kepada para ahlul ‘ilm untuk turut bersama mereka dan meluruskan mereka dari penyimpangan-penyimpangan yang ada. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz rahimahullaah, “…Jika manusia memiliki ilmu dan pemahaman keluar bersama mereka untuk menyampaikan ilmu dan pengingkaran dan nasihat kepada kebaikan serta mengajari mereka sampai mereka itu meninggalkan madzhab bathilnya dan meyakini madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah maka diperbolehkan.”

Dan sungguh, hanya Allahlah yang Maha Mengetahui siapajah di antara harakah-harakah yang ada yang paling dekat kepada kebenaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al Kahfi: 503-104)

Dan demi Allah, tidak ada jaminan bagi siapa pun bahwa dialah yang berada pada kebenaran. Kewajiban kita adalah berupaya semaksimal mungkin agar selalu berada dalam shiraathal mustaqiim.

Sebuah manhaj (metodologi) dalam memahani dien
Dalam meniti jalan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi bimbingan:
“… yaitu mereka yang mendengarkan perkataan yang baik, dan mengikuti yang terbaik diantaranya.” (QS Az Zumar:18)

Maka mencari ilmu dari ahlul ilmi dari mana pun adalah sebuah kebaikan, karena hikmah itu adalah milik muslim yang hilang, maka ambillah ia dari mana pun engkau mendapatkannyu. Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan: “… Terimalah kebenaran itu apamila engkau mendengarkannya, karena atas kebenaran itu ada cahaya.” (11)

Tolok ukur kita dalam menilai kebenaran, yang pertama adalah ada tidaknya dalil tentangnya karena Rasulullah saw mengatakan: “Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak ada contohnya dari kami, maka amalan ibu tertolak.” (HR Mutafaqun ‘alaih)

Kemudian yang kedua, sesuaikah dengan pemahaman para salafush-shalih yang Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam mengazakan tentang mereka: “Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi orang-orang sesudahnya, dan kemudian orang-oyang yang sesudahnya.” (HR Arba’ah)

Allah Tabaraka Wa Ta’ala pun mengatakan tentang pemahaman para shahabat radhiyallaahu ‘anhum ajma’in dengan firman-Nya: “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan.” (QS Al Baqarah: 137)

Seandainya apa yang kita pahami sesuai dengan pemahaman mereka maka itulah al-haqq, maka siapa pun yang berada di atas pemahaman ini maka merekalah yang disebut al-firqatun najiyah, merekalah fs-sawaadul a’zham, dan itulah al-jama’ah, sebagaimana dikatakan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam: “Setiap yang mengikuti sunnahku dan para shahabatku.” ; “Kalian wajib berpegana teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaui rasyidin” (HR Abu Daud dan Tirmidzi). Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu: “Al Jama’ah itu ialah setiap yang sesuai dengan al-haqq walau engkau seorang diri.” Dalam riwayat yang lain dikatakan: “Al Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah walaupun engkau sendirian.” Ibnu Khallal rahimahullaah mengatakan: “Al Jama’ah ialah Jama’atul Muslimin, yaitu para shahabat serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan sampai Hari Akhir. Mengikuti mereka adalah hidayah dan menyelisihi mereka adalah sesat.”

Maka barangsiapa yang mengatakan bahwa yang demikian (yakni mengambil ‘ilmu dari beberapa harakah yang ada) maka dia seperti pemulung, sungguh, dia adalah orang yang ‘sangat mengenal’ diennya sehingga dia berani menyamakan dien-nya sebagai sampah dan betapa dia sangat memuliakan harakahnya, yakni dengan menyamakannya dengan keranjang sampah yang para pemulung dapat mengambil sampah daripadanya. Allahu Ta’ala A’lamu Bish-shawab.

Semoga Allah senantiasa membimbing umat ini agar selalu bersatu di atas bendera sunnah, dan berdiri di atas landasan aqidah ash-shahihah, serta menyeru mqnusia dengan manhaj sunnah dan di atas jalan nubuwwah. Ushikum wa nafsi bitaqwallaah. Laa haula walaa quwwata illaa billaah.

Foot note:
1. Hadits ini masyhur, diriwayatkan oleh sejumlah banyak shahabat, dikeluarkan oleh imam-imam yang adil, yang hafal hadits seperti Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim, Ibnu Hibban, Abu Ya’la al Muushili, Ibnu Abi Ashim, Ibnu Bathah, al-Ajiri, ad-Darimi dan al-Lalikai. Juga dishahihkan oleh sejumlah besar ahli ilmu, seperti At-Tirmidzi, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, As-Suyuti, dan Asy-Syatibi.
2. HR Nasa’I dan Tirmidzi: HASAN SHAHIH. Lihat Kitab Firqah Najiyah oleh Syaikh Jamil Zainu.
3. Dikeluarkan oleh At Tirmidzi: (2260) dan Ibnu Baththah dalam Al Ibanah Al Kubra: (195) dari Anas radhiyallaahu ‘anhu..
4. Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah: (XIV/344) dan dalam tafsir: (III/110) dengan lafazh yang panjang.
5. Dikeluarkan oleh Muslim dengan lafazh ini: (1920) dan Abu Dawud: (4252) dengan tambahan: “Tidak akan memadharatkan mereka orang-orang yang menyelisihinya.”, dan tambahan yang panjang di awalnya. Dikeluarkan pula oleh At Tirmidzi: (2229) secara ringkas dan dia fenshahihkannya, dan dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam Al Muqaddimah: (10) dengan lafazx yang panjang dan dikeluarkan oleh Imam Ahmad: (V/276) dengan lafazh yang panjang dan dalam (V/247) secara ringkas, dll.
6. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya, 3606, Muslim dalam Shahih-nya (1847), Imam Ahmad dengan panjang (V/386), 403 dan secara ringkas (V/391,396), dengan ringkas dengan lafazh-lafazh yang berbeda-beda (V/494), Abu Dawud As-Sijistani (3244), dengan lafazh berbeda (4246) dan An-Nasa’I dalam Al Kubra (V/17,18).
7. Lihat: Al Jami’ush Shahih Bukhari-Muslim.
8. Ibnu ‘Abdi ‘l-Bar di dalam Jami’u Bayani ‘l ‘Ilmi, 2/83-84
9. Lihat: Tafsir Ibnu Katsir Juz 1.
10. Lihat: Al jama’ah Menurut Ulama Salaf dan Khalaf oleh DR Abdur-Rahman bin Khalifah Asy-Syayaji. Terdapat dalam kaset Ta’qieb Samahatul ‘Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz ‘ala Nadwah (ad-Du’at), lihat kitab An-Nashrul ‘Aaiz hal 173 oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafizhahullaah.
11. Syaikh Al-‘Allamah Ay-Mujaddid Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyatakan tentang hadits ini: “Shahih, sanadnya mauquf (yakni ucapan Mu’adz).” Terdapat dalam Shahih Abi Dawud, jilid 3, hal 872, hadits ke 3855.

Al faqiru ilallaah,
Abu Syifa ( Zaenal A. Syukur )
sumber : perpustakaan-islam.com
prev
next
Dunia Maya : Harapan atau Malapetaka?

Dunia Maya : Harapan atau Malapetaka?

Dunia Maya

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. 45:23)

Pernah merasa bahwa dunia yang kita tinggali bertambah luas? Mungkin tidak, tapi akses informasi menjadi jauh lebih mudah sehingga lingkungan realitas kita tidak terbatas pada wilayah yang pernah kita singgahi. Bahkan dalam era yang serba digital kita dapat memperoleh informasi hanya dengan menekan satu tombol enter di keyboard dan dengan jaringan internet berita-berita dari belahan bumi yang lain dapat kita peroleh dalam hitungan detik. Reaksi yang timbul tentu saja beragam, ada yang merayakan kemajuan ini dengan sukacita, ada yang ketakutan karena arus informasi yang tidak terkontrol, termasuk kasus pornografi, dan berbagai tanggapan lainnya.

Tak bisa dipungkiri kemajuan dunia maya sekarang ini merupakan suatu revolusi dalam arus informasi. Media berita yang dikuasai oleh bangsa barat, kini bisa bertanding dengan lebih adil. Tentu sangat naif jika mengatakan bahwa dunia maya merupakan era kemenangan kaum muslimin, bagaimanapun aset paling besar masih dikuasai oleh bangsa barat, sepert Google, Yahoo, amazon, eBay dan jaringan bisnis yang berbasiskan dunia maya, namun setidaknya umat Islam dapat memperoleh berita yang lebih berimbang dengan mengunjungi situs situs Islam. Seperti yang diungkapkan oleh Walter Lipman, “There is no higher law in journalism than to tell the truth and shame the devil.” Namun adakah media yang benar-benar bebas nilai?

Seperti yang telah diungkapkan di awal tulisan ini, ada orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, sehingga apa yang ada di depan mata mereka sekalipun tidak dapat memperlihatkan kebenaran. Sebagai individu setiap manusia memiliki kecenderungan tertentu, bergantung pada paradigma yang ia pakai. Standar kebenaran pun mejadi sangat rancu, karena semua orang -ilmuwan sekalipun- tidak bisa sepenuhnya terbebas dari lingkungan tempat tinggalnya. Bukan berarti teori gravitasi salah, atau hukum-hukum Newton tidak berlaku, melainkan ilmu yang dia peroleh untuk menafsirkan alam semesta ini mengenai keberadaan Tuhan, sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya dan tidak terkait dengan sifat-sifat bahwa sains merupakan wadah yang senantiasa bebas nilai.

Serupa dengan sains, walaupun kebenaran tertinggi jurnalisme adalah kebenaran (mengandung what, where, when, why, who dan how) namun dalam kacamata yang berbeda berita yang keluar juga akan menjadi lain. Contoh nyata bisa kita lihat dari perbedaan pendekatan antara Al Jazeera dengan stasiun-stasiun barat.

Bukan rahasia lagi berita-berita yang beredar di AS merupakan titipan dari Pentagon, yang semuanya mengarah pada pembenaran bencana kemanusiaan, invasi AS ke Irak, Suriah. Bahkan untuk menghambat masuknya informasi ke masyarakat AS, pemboikotan juga terjadi pada website Al-Jazeera. Masih percayakah kita pada isapan jempol, media merupakan sebuah wadah yang bebas nilai?

Kenyataan ini tak bisa dianggap remeh, apalagi informasi menjadi salah satu realitas akrab kita. Ketika zaman dahulu manusia hanya akrab dengan apa yang bisa dipandangnya secara langsung, kini media menjadi salah satu perantara yang mempengaruhi pola pikir kita. Propaganda-propaganda dilakukan agar para pemirsa setuju dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah, dan dalam hal ini media menjadi kaki tangan yang setia.

Tapi kita tidak perlu pesimis, era ini juga menawarkan suatu pilar baru yaitu media informasi. Ada banyak badan independen yang mencoba memanfaatkan ruang ini untuk menyajikan informasi yang berimbang. Kekuatan media menjadi salah satu jembatan komunikasi antara suatu kepemerintahan dengan rakyatnya. Transparansi yang kini didengung-dengungkan menjadi lebih lancar akan peranan media. Bahkan berita kemerdekaan Indonesia pun tersebar berkat peranan radio. Generasi selanjutnya pun menjadi lebih peka terhadap perkembangan media informasi, hingga melahirkan sebuah lagu berjudul Video Killed the Radio Star, dari album The Buggles, The Age of Plastic(1980), dimana peranan video menggusur kedudukan radio.

Dunia maya secara perlahan namun pasti telah mulai menjajah alam realitas kita, apalagi melalui internet kualitas yang bisa kita peroleh menyamai televisi. Semua informasi luar yang diserap oleh manusia melalui indra memiliki komposisi persepsi sensoris: visual 80%, pendengaran 11% dan indra lain 9%. Hal ini belum ditambah stimulus faktor eksternal seperti gerakan, intensitas, kebaruan (novelty), perulangan dan warna.

Dalam menjelajahi dunia maya ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mudah terpengaruh, yang pertama adalah visual-mungkin ditambah audio jika dilengkapi peralatan yang memadai-dan yang kedua adalah keterlibatan kita dalam ‘permainan’ tersebut. Selama ini kita mengenal media informasi dari satu arah, yaitu baca, melihat atau mendengar saja. Tapi dengan internet memungkinkan kita untuk dapat berinteraksi dengan informasi, entah melalui sarana mailing list (wahana yang memungkinkan terjadinya sharing informasi sesama anggota milis), forum tanya jawab, chatting dan berbagai forum lainnya.

Ketelibatan kita dalam sebuah wahana menjadi sebuah nilai tambah yang tidak dapat kita temui dalam media-media informasi sebelumnya. Akibatnya sebagai sarana dakwah internet menjadi sebuah wadah yang menjanjikan sekaligus menakutkan. Banyak pihak yang memanfaatkan kebebasan ini untuk membuat site-site Islam namun menjungkirbalikkan semua fakta di dalamnya. Era ini memang sangat menakutkan karena untuk masuk kedalamnya kita sudah harus memiliki bekal yang akan mempengaruhi persepsi penerimaan suatu berita.

Sangat mudah untuk mengatakan bahwa kemajuan dunia maya ini merupakan sebuah titik balik, bisa menjadi wahana untuk melesatkan tujuan dakwah, atau sebaliknya menjadi jurang kehancuran. Site-site Islam bermunculan seperti jamur di musim hujan, tapi siapakah pengunjung tetapnya? Apakah orang-orang yang sudah biasa dijalur dakwah ataukah orang-orang yang masih terombang-ambing? Sejauh apakah dakwah cyber ini menemukan posisinya? Dan bagaimana sarana ini dimanfaatkan oleh orang-orang non-mulim untuk menyesatkan umat Islam itu sendiri?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini diperlukan riset yang sungguh-sungguh. Di beberapa site Islam dapat kita temui sejumlah polling yang dapat menggambarkan karakter pengunjung site tersebut. Tapi ada satu hal yang perlu mendapat perhatian penting, yaitu sejauh mana site tersebut dapat menjadi suatu pembinaan yang berkelanjutan. Ketika berbicara mengenai pembinaan yang diperlukan adalah pembaharuan dan kesinambungan. Kesulitan dakwah melalui dunia maya adalah kurangnya intensitas, terutama dalam bentuk site. Oleh karena itu site-site Islam banyak juga menawarkan wadah dalam bentuk forum atau milis. Melalui milis para pengunjung dapat saling bertukar informasi dan menjalin interaksi yang kontinu.

Seperti yang dikatakan oleh Rene Descartes, “Cogito ergo sum” (saya berpikir maka saya ada). Ucapan ini tidak mengada-ada terutama dalam dunia maya yang menawarkan konsep egaliter. Dalam dunia maya Anda bisa menjadi siapa saja, tidak perlu identitas asli, yang penting adalah sejauh apa pikiran Anda melekat pada orang lain, sejauh itulah eksistensi Anda diakui.

Kita tidak perlu takut dengan kenyataan ini karena dakwah maya hanya sebuah jalan diantara puluhan jalan lain untuk menyeru di jalan-Nya. “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk(memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS 2:272)

Bukan berarti kita diam saja melihat kebatilan yang terjadi disekitar kita, atau bukan juga sebaliknya mendiamkan mereka karena merasa tidak mampu, namun lakukanlah semampu kamu, “Sampaikanlah olehmu walau hanya satu ayat” (Al-hadits).

Cara dakwah apapun yang ditempuh jika disertai dengan ilmu yang memadai akan menjadi suatu kekuatan, dan dunia maya mewujudkan ‘seleksi alam’ dimana hanya yang terbaiklah yang akan bertahan. Wallahu a’lam bishawab.