PANDUAN ITIKAF
Ragam
I'TIKAF
Secara
harfiyah, I'tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan
sesuatu yang baik. Dengan demikian, I'tikaf adalah tinggal atau menetap
di dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah
Swt. Penggunaan kata I'tikaf di dalam Al-Qur'an terdapat pada firman
Allah Swt: “Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah
kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf di dalam masjid. Itulah
larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa.” (QS 2:187).
Di
dalam Islam, seseorang bisa beri'tikaf di masjid kapan saja, namun
dalam konteks bulan Ramadhan, maka dalam kehidupan Rasulullah Saw,
I'tikaf itu dilakukan selama sepuluh hari terakhir. Diantara rangkaian
ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sangat dipelihara sekaligus
diperintahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah SAW adalah I'tikaf. I'tikaf
merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif bagi muslim
dalam memelihara dan meningkatkan keislamannya, khususnya dalam era
globalisasi, materialisasi dan informasi kontemporer.
Hukum I'tikaf
Para
ulama telah berijma' bahwa I'tikaf khususnya 10 hari terakhir pada
bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan disunnahkan.
Rasulullah SAW sendiri senantiasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama
10 hari. Aisyah, Ibnu Umar dan Anas Radliallahu 'Anhum meriwayatkan :''Rasulullah SAW selalu beri'tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan '' (HR. Bukhori dan Muslim)
Hal
ini dilakukan oleh beliau hingga wafat, bahkan pada tahun wafatnya
beliau beri'tikaf selama 20 hari. Demikian pula halnya dengan para
shahabat dan istri Rasulullah Saw senantiasa melaksanakan ibadah yang
amat agung ini. Imam Ahmad berkata :''Sepengetahuan saya tidak ada
seorangpun dari ulama yang mengatakan bahwa I'tikaf itu bukan sunnah''.
Keutamaan Dan Tujuan I'tikaf
Abu
Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad: Tahukah anda hadits yang
menunjukkan keutamaan I'tikaf ? Ahmad menjawab: tidak, kecuali hadits
yang lemah. Namun demikian tidaklah mengurangi nilai ibadah I'tikaf itu
sendiri sebagai taqorrub kepada Allah SWT. Dan cukuplah keutamaannya
bahwa Rasulullah, para Shahabat, para Istri Rasulullah SAW dan para
ulama salafusholeh senantiasa melakukan ibadah ini.
I'tikaf
disyariatkan dalam rangka mensucikan hati dengan berkonsentrasi
semaksimal mungkin dalam beribadah dan bertaqorrub kepada Allah pada
waktu yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya. Jauh dari ritunitas
kehidupan dunia, dengan berserah diri sepenuhnya kepada Sang Kholiq
(Pencipta). Bermunajat sambil berdo'a dan beristighfar kepadaNya
sehingga saat kembali lagi dalam aktivitas keseharian dapat dijalani
secara lebih berkualitas dan berarti.
Ibnu
Qoyyim berkata : I'tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati
beri'tikaf dan bersimpuh dihadapan Allah, berkhalwat denganNya, serta
memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan berkonsentrasi
sepenuhnya kepada Allah.
Macam macam I'tikaf
I'tikaf yang disyariatkan ada dua macam :
- I'tikaf sunnah yaitu I'tikaf yang dilakukan secara sukarela, semata mata untuk bertaqorrub kepada Allah, seperti I'tikaf 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan.
- I'tikaf wajib yaitu yang didahului dengan nadzar atau janji, seperti ucapan seseorang "kalau Allah ta'ala menyembuhkan penyakitku ini, maka aku akan beri'tikaf di masjid selama tiga hari", maka I'tikaf tiga hari itu menjadi wajib hukumnya.
Waktu I'tikaf
Untuk
I'tikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinadzarkan,
sedangkan I'tikaf sunnah tidak ada batasan waktu tertentu. Kapan saja,
pada malam atau siang hari, waktunya bisa lama dan juga bisa singkat,
minimal dalam madzhab Hanafi : sekejab tanpa batas waktu tertentu,
sekedar berdiam diri dengan niat. Atau dalam madzhab Syafi'I : sesaat
atau sejenak (yang penting bisa dikatakan berdiam diri), dan dalam
madzhab Hambali, satu jam saja.
Terlepas
dari perbedaan pendapat ulama tadi, waktu I'tikaf yang paling afdhal
pada bulan Ramadhan ialah sebagaimana dipratekkan langsung oleh Baginda
Nabi SAW yaitu 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Tempat I'tikaf
Ahli
fiqh berbeda pendapat tentang tempat yang boleh dijadikan untuk
I'tikaf, Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa I'tikaf harus dilakukan
di masjid yang selalu digunakan untuk shalat berjama'ah, sedangkan
Malik dan Syafi'i berpendapat bahwa I'tikaf boleh dilakukan dimasjid
manapun baik yang digunakan untuk shalat berjama'ah ataupun tidak,
sedangkan pengikut syafi'iyah berpendapat bahwa sebaiknya I'tikaf itu
dilakukan dimasjid jami' yang biasa digunakan untuk shalat jum'at, agar
ia tidak perlu keluar masjid ketika mau melakukan shalat jum'at, dan
lebih afdhol lagi bila I'tikaf itu dilaksanakan di salah satu dari tiga
masjid; masjid al haram, masjid Nabawi atau masjid Aqsho. (lihat: Al
Mughni 4/462, Fiqh Sunnah 1/402)
Syarat syarat I'tikaf
Orang yang I'tikaf harus memenuhi kriteria kriteria sebagai berikut:
- Muslim
- Ber-akal
- Suci dari janabah (junub), haidh dan nifas
Oleh
karena itu I'tikaf tidak sah dilakukan oleh orang kafir,anak yang belum
mumaiyiz (mampu membedakan), orang junub, wanita haidh dan nifas.
Rukun I'tikaf
- Niat yang ikhlas, hal ini karena semua amal sangat tergantung pada niatnya.
- Berdiam di masjid (QS Al-Baqarah : 187)
Awal Dan Akhir I'tikaf
Bagi yang mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
dengan beri'tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka waktunya
dimulai sebelum terbenam matahari malam ke-21 sebagaimana sabda
Rasulullah Saw; ''Barangsiapa yang ingin I'tikaf dengan aku, hendaklah
ia I'tikaf pada 10 hari terakhir''.
Adapun
waktu keluarnya atau berakhirnya, yaitu setelah terbenam matahari pada
hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama
mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menunggu sampai akan
dilaksanakannya shalat ied.
Hal hal Yang Disunnahkan disaat I'tikaf
Disunnahkan
bagi orang yang beri'tikaf untuk memperbanyak ibadah dan taqarrub
kepada Allah SWT, seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur'an, tasbih,
tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi Saw, do'a dan
sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah –
ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik, meninggalkan
segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkosentrasi penuh pada ibadah –
ibadah mahdhah.
Dalam upaya
memperkokoh keislaman dan ketaqwaan, diperlukan bimbingan dari orang
orang yang ahli, karenanya dalam memanfaatkan momentum I'tikaf bisa
dibenarkan melakukan berbagai kajian keislaman yang mengarahkan para
peserta I'tikaf untuk membersihkan diri dari segala dosa dan sifat
tercela serta menjalani kehidupan sesudah I'tikaf secara lebih baik
sebagaimana yang ditentukan Allah Swt dan RasulNya.
Hal-Hal Yang Diperbolehkan
Orang
yang beri'tikaf bukan berarti hanya berdiam diri di masjid untuk
menjalankan peribadatan secara khusus, ada beberapa hal yang
diperbolehkan.
- Keluar dari tempat I'tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah Radliallahu 'Anhu (HR. Bukhori Muslim).
- Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
- Keluar ke tempat yang memang amat diperlukan seperti untuk buang air besar dan kecil, makan, minum, (jika tidak ada yang mengantarkan), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya.
- Makan, minum dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
Hal-Hal Yang Membatalkan I'tikaf
- Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar, karena meninggalkan masjid berarti mengabaikan salah satu rukun I'tikaf yaitu berdiam di masjid.
- Murtad (keluar dari agama Islam)
- Hilang Akal, karena gila atau mabuk
- Haidh
- Nifas
- Berjima' (bersetubuh dengan istri), tetapi memegang tanpa nafsu (syahwat), tidak apa apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri istrinya.
- Pergi Shalat Jum'at (bagi mereka yang memperbolehkan I'tikaf di musholla yang tidak dipakai shalat jum'at).
Demikian
ketentuan tentang I'tikaf yang menjadi panduan praktis, semoga pada
Ramadhan tahun ini, kita dapat menghidupkan kembali sunnah I'tikaf
sebagai bekal kita meraih nilai taqwa yang maksimal.
sumber : e-book Ustad Iman Santoso Lc
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>