Recommended

Recommended

Amal amal Sholeh Pada 10 Hari Dzulhijjah

  foto : riaumag.com Amal-amal saleh pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah terbagi menjadi dua kelompok:  Pertama : Amal-amal saleh dengan a...

Amal amal  Sholeh Pada 10 Hari Dzulhijjah

Amal amal Sholeh Pada 10 Hari Dzulhijjah

 

Ilustrasi Qurban
foto : riaumag.com

Amal-amal saleh pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah terbagi menjadi dua kelompok: 


Pertama: Amal-amal saleh dengan anjuran khusus pada hari-hari ini, berdasarkan hadits-hadits sahih: 

1. Haji mabrur baik fardhu maupun sunnah.

2. Memperbanyak kumandang tahlil, takbir, tahmid dan lain-lain.

3. Mengumandangkan takbir baik yang bersifat muthlaq (bebas dan umum sepanjang waktu sejak awal Dzulhijjah sampai hari terakhir dari hari-hari tasyriq, yakni tanggal 13 Dzulhijjah), maupun yang bersifat muqayyad (terikat dan khusus pada seusai tiap shalat fardhu sampai shalat asar pada hari tasyriq terakhir).

4. Tidak memotong dan menggunting atau mencukur rambut dan bulu, khusus bagi pequrban, sejak malam 1 Dzulhijjah sampai hewan qurbannya disembelih.

5. Puasa pada hari Arafah bagi selain jamaah haji.

6. Menyembelih hewan qurban, dan yang paling utama dilakukan tepat pada hari raya 'iedul adha agar masih termasuk dalam cakupan 10 hari termulia dari bulan Dzulhijjah (meskipun waktu penyembelihan tentu masih boleh dan sah sampai akhir hari tasyriq). 

Kedua: Amal-amal saleh yang bersifat umum, baik pada 10 hari bulan Dzulhijjah ini maupun pada hari-hari dan bulan-bulan lain: 

1. Yang paling utama tentu adalah menunaikan kewajiban-kewajiban, yang sangat banyak sekali, dan yang terpenting misalnya: selalu menjaga kemurnian tauhid, menjalankan shalat-shalat fardhu, mengeluarkan zakat jika telah tiba waktu wajibnya, berpuasa wajib seperti puasa nadzar, puasa kaffarat, dan puasa hutang, birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua), menyambung tali silaturrahim, menuntut ilmu, melakukan amar bilma'ruf dan nahi 'anil munkar, dan lain-lain. 

2. Amal-amal sunnah secara umum, utamanya amal-amal ibadah sunnah dari jenis amal ibadah wajib, dan juga yang ada dalil sahih tentang kelebihan fadhilah nya secara khusus dibanding yang lain; seperti shalat sunnah rawatib, qiyamullail (shalat malam), puasa, umrah, shalawat atas Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dzikir, memberi bantuan, infak dan sedekah, dan lain-lain. 

Di dalam hadits sahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda (yang artinya): "Tiada hari-hari dimana amal saleh padanya, lebih dicintai oleh Allah kecuali hari-hari ini", yakni 10 hari pertama Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: ya Rasulallah, termasuk tidak juga jihad fi sabilillah (bisa menandingi derajat amal saleh pada 10 hari ini)? Beliau bersabda: "Ya, tidak juga jihad fi sabilillah (bisa menandingi), kecuali hanya seseorang yang keluar (ke medan jihad) dengan jiwa dan hartanya sendiri, lalu tidak ada yang kembali lagi (artinya gugur sebagai syahid)". (HR. Al Bukhari).


sumber : KUM 

Kirim Doa Untuk Orang Yang Sudah Meninggal, Sampaikah?

Kirim Doa Untuk Orang Yang Sudah Meninggal, Sampaikah?

I
Ilustrasi ( Foto: Freepik)


Pertanyaan :

Assalamu'alaikum mau tanya kalau kiriman ngaji yasin al-fatihah dll, akan sampaikah ke orang yang sudah meninggal? Terus kalau sedekah atas nama orang yang sudah meninggal bisa tidak? 


Jawaban : 


Wa'alaikumussalam wr.wb.

Tentang masalah "kirim" atau menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur'an kepada mayit seperti bacaan Al Fatihah, ayat Al Kursi, surah Yasin dan lain-lain, hukumnya khilafiyah (diperselisihkan) diantara para ulama. Sebagian membolehkan dan menyatakan "kiriman"/penghadiahan akan sampai kepada mayit, dan sebagian yang lain menyatakan tidak sampai.

Diantara ulama yang membolehkan karena berpendapat bahwa, "kiriman"/penghadiahan tersebuat sampai adalah Imam Ahmad bin Hambal, Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim, rahimahumullah. Sedangkan diantara ulama yang paling terkenal bermadzhab tidak sampai adalah Imam Syafi'i rahimahullah.

Tapi yang unik dan menarik disini adalah fakta bahwa, jumhur ulama dan pengikut madzhab Syafi'i adalah penganut dan pengamal pendapat yang membolehkan dan bahwa "kiriman"/penghadiahan itu sampai kepada si mayit. Yang berarti mereka dalam hal ini justru mengikuti Imam Ahmad bin Hambal, bukan Imam Syafi'i. Dan sebaliknya mayoritas ulama dan penganut madzhab Hambali adalah termasuk yang tidak setuju dan menilai bahwa, "kiriman"/penghadiahan tersebut tidak sampai, yang berarti mereka mengikuti pendapat Imam Syafi'i bukan Imam Ahmad, Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim!

Lalu bagaimanakah sikap kita? Ya seperti umumnya sikap yang harus kita ambil terhadap setiap masalah khilafiyah pada umumnya. Dimana semua pendapat yang adalah adalah pilihan-pilihan opsional. Sehingga ditolerir dan dibenarkan seseorang dari kita memilih dan mengikuti salah satunya, disertai sikap pengakuan dan penghormatan terhadap pendapat atau madzhab yang lain!

Adapun tentang masalah sedekah untuk atau atas nama orang yang sudah meninggal khususnya orang tua dan juga yang lain-lain, maka telah disepakati kebolehannya oleh semua ulama dan madzhab.


HADITS-HADITS TENTANG SEDEKAH ATAS NAMA ORANG TUA YANG TELAH TIADA 


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِرَسُولِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ أُمَّهُ تُوُفِّيَتْ، أَيَنْفَعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَإِنَّ لِي مِخْرَافًا وَأُشْهِدُكَ أَنِّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا. [رواه البخاري]. 


Artinya: “Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: Sesungguhnya ibuku telah wafat, apakah bermanfaat baginya jika saya bersedekah atas namanya? Jawab beliau: “Ya”. Orang itu berkata: Sesungguhnya saya mempunyai kebun yang berbuah, maka saya mempersaksikan Engkau bahwa saya telah menyedekahkannya atas namanya.” [HR. al-Bukhari]. 

Dan sabda beliau: 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ أُمِّي افْتَلَتَتْ نَفْسُهَا، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ. [رواه البخاري ومسلم واللفظ للبخاري]. 

Artinya: “Dari Aisyah r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw: Sesungguhnya ibuku meninggal secara mendadak, dan saya menduga jika dia sempat berkata pasti dia bersedekah, maka apakah dia mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya? Jawab beliau: “Ya”.” [HR. al-Bukhari dan Muslim, lafadz al-Bukhari]. 

Dan sabda beliau lagi: 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ أَبِي مَاتَ وَتَرَكَ مَالاً وَلَمْ يُوْصِ، فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ إِنْ أَتَصَدَّقُ عَنْهُ؟ قَالَ: نَعَمْ. [رواه مسلم]. 

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw: Sesungguhnya ayahku wafat dan meninggalkan harta akan tetapi beliau tidak berwasiat apa-apa. Maka apakah dia dihapuskan (dosanya) jika saya bersedekah atas namanya? Jawab beliau: “Ya”.” [HR. Muslim]. 


Hadits-hadits sahih riwayat al-Bukhari dan atau Muslim ini menunjukkan dengan jelas bahwa sedekah yang kita lakukan dengan mengatasnamakan orang tua kita itu pahalanya sampai kepada mereka. Disamping tentu kita juga mendapatkan pahala sempurna atas bentuk bakti kita tersebut sebagai anak.


Catatan tambahan: tentang sampai dan manfaatnya sedekah atas nama orang yang sudah meninggal, tidak terbatas hanya untuk orang tua saja. Tapi berlaku umum untuk siapa saja, khususnya kerabat dekat seperti untuk suami, istri, anak, saudara, kakek, nenek, paman, bibi dst.


Sumber : kajian Ustad Mudzoffar

Jangan Hanya Menuntut

Jangan Hanya Menuntut


KETIKA KEWAJIBAN HANYA DITUNTUT KAN PADA WANITA

*Kadang kutemui istri harus pandai menutup aurat, sementara suami tak pandai menundukkan pandangan.*

*Kadang kutemui istri harus pandai menjaga diri, sementara suami senang bermanja & bercanda ria dgn lawan jenis yg bukan mahromnya.*

*Kadang kutemui istri harus berpenampilan sunnah, sementara suami senang berpenampilan gaul.*

*Kadang kutemui istri harus mau membantu suami mencari nafkah, sementara suami enggan membantu pekerjaan rumah.*

*Kadang kutemui istri harus mau melahirkan banyak anak, sementara suami malas belajar tentang peran ayah yg memiliki banyak anak.*

*Kadang kutemui istri harus berdandan untuk suami, sementara suami malas berdandan untuk istri.*

*Kadang kutemui istri harus melayani suami dgn baik, sementara suami gengsi mendidik istri dgn lembut.*

*Kadang kutemui istri harus menjdi makmum yg taat, sementara suami enggan menjdi imam yg bijak.*

*Kadang kutemui istri harus menyiapkan keperluan suami tanpa diminta, sementara suami memberi nafkah hanya jika diminta.*

*Kadang kutemui istri harus sabar jika dimadu, sementara suami malas mendidik diri sendiri dgn sifat adil & amanah.*

*Dan sering kudengar para ibu mendidik anak perempuannya untuk pandai memasak, merawat anak, berhias, memuliakan suaminya bahkan ikut mencari nafkah, namun jarang kudengar para ibu mendidik anak laki²nya untuk pandai membatu pekerjaan istri, merawat anak & memuliakan istrinya, mereka hanya sekedar mendidik anak laki²nya untuk pandai mencari nafkah...*

*Miris, namun itulah realita, tak heran banyak wanita yg menuntut persamaan gender karna mereka terintimidasi, terutama bagi mereka yg memiliki pasangan yg tak faham AGAMA (Islam).*


*Nb : Semoga para istri yg mengalami point² di atas bisa tetap sabar & berusaha tetap taat melaksanakan kewajibannya. Semoga para suami yg melakukan point² di ats bisa bersikap dewasa & berusaha bijak memenuhi kewajibannya.*


*Wallahu 'alam*

*semoga bermanfaat*

*Demikianlah faedah yang ringkas ini semoga bisa menjadi tuntunan akhlak dan sebagai keteladanan yang bermanfaat bagi kita semua.*

آمين يارب العالمين

Tawassul

Tawassul

Istilah tawassul itu artinya menggunakan atau memakai wasilah (perantara). Maksudnya adalah berdoa KEPADA ALLAH dengan cara menyertakan penyebutan wasilah/perantara tertentu di dalam redaksi doa, yg dengannya diyakini atau diharapkan doa akan lebih mustajab/terkabul.

Dan bertawassul di dalam doa itu, secara umum, ada 4 macam, dimana 3 macam darinya disepakati dan yang keempat bersifat khilafiyah (diperselisihkan) diantara para ulama, sebagai berikut:

Pertama, bertawassul dg Asmaul Husna dan Sifat2 Allah Yang Tertinggi (QS. Al A'raf: 180). Seperti misalnya lafal doa: Ya Allah, dengan/melalui wasilah/perantaraan Asma-Mu dan Sifat2-Mu, kabulkanlah doa, munajat dan permohonanku..

Kedua, bertawassul dengan ibadah dan amal saleh tertentu, seperti shalat, puasa, tilawah, dzikir, infak, sedekah, bakti pada orang tua, dll. Baik itu amal ibadah yg telah usai dilakukan, kapanpun waktunya, maupun yang sedang dijalankan. 

Contoh terkenalnya adalah kisah dalam hadits muttafaq 'alaih ttg 3 orang sahabat yg terjebak di dalam sebuah goa yg tertutup oleh bongkahan batu besar, dan yg akhirnya berhasil keluar darinya, dg izin Allah, setelah masing2 berdoa dg cara bertawassul dg satu jenis amal andalan yg pernah diamalkannya di masa lalu.

Ketiga, bertawassul melali doa orang lain yang masih hidup. Atau dengan kata lain, meminta doa orang lain yg dianggap atau diharap doanya lebih mustajab. Seperti minta didoakan oleh ulama, kyai, ustadz, orang yang pergi haji/umrah atau musafir secara umum, atau minta doa kepada orang lain siapapun dia, termasuk orang biasa2 saja.

Ketiga macam tawassul diatas itu disepakati oleh seluruh ulama, tidak hanya ttg kebolehannya, tapi bahkan sepakat disunnahkan dan sangat dianjurkan.

Lalu yg keempat dan yg sifatnya khilafiyah (diperselisihkan) adalah bertawassul dengan menyertakan penyebutan orang2 saleh (khususnya yg telah wafat), baik itu nabi, sahabat, wali, ulama maupun orang2 saleh lainnya.

Nah tawassul macam keempat ini, seperti yang telah disebutkan, bersifat khilafiyah atau diperselisihkan diantara para ulama lintas madzhab.

Dimana sebagian ulama, seperti Imam Ahmad misalnya, membolehkan bertawassul dengan Nabi SAW saja. Sementara yang lain, seperti Imam Asy Syaukani dan banyak ulama lain dari berbagai madzhab, membolehkan tawassul dg Nabi SAW dan dengan seluruh ulama serta orang2 saleh pada umumnya, tanpa kecuali.

Sementara itu ada juga sejumlah ulama lain yg tidak membolehkan tawassul jenis ini dengan siapapun, baik dengan Nabi SAW ataupun apalagi dengan yang lain.

Contohnya seperti doa: "Ya Rabbi bilmushthofa balligh maqashidana.." (Ya Rabbi, dengan perantaraan Al Mushthofa/Nabi Muhammad SAW, sampaikanlah kami kepada tujuan2/harapan2/cita2 kami..).

Contoh lain misalnya seperti doa dalam shalawat badar:.. bi ahli Badrin ya Allah (dengan wasilah/perantaraan para sahabat peserta perang Badar, ya Allah..).

Dan yg terpenting ditegaskan bahwa, khilafiyah dalam masalah tawassul yg keempat ini bukankankah khilafiyah akidah, melainkan khilafiyah fiqih. 

Sehingga cara menyikapinyapun seperti cara menyikapi masalah2 khilafiyah fiqih pada umumnya, seperti khilafiyah masalah ushalli atau tidak, qunut subuh atau tidak, shalawat dg sayyidina atau tidak, tarawih 11 atau 23 rakaat, adzan Jum'at sekali atau 2 kali, dst. 

Dimana setiap muslim leluasa memilih dan mengikuti madzhab ulama manapun tentangnya, tapi disaat yg sama dia juga wajib memaklumi dan menghargai serta bertoleransi terhadap pilihan madzhab orang lain. Persis seperti dia yg tentu juga ingin bila pilihan madzhabnya dimaklumi, dihargai dan disikapi dg sikap penuh toleransi.

Oleh karenanya, maka tidak dibenarkan ada sikap penghakiman dari siapapun terhadap siapapun, dalam masalah2 khilafiyah fiqih seperti ini, misalnya dg saling membid'ahkan atau apalagi sampai saling mensyirikkan dll! 

Sumber : https://www.facebook.com/groups/KajianUstadzMudzoffar/?ref=share

Karya Di Usia Senja

Karya Di Usia Senja

 Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq 

Jika usia pensiun menghalangi kita dari memulai melakukan hal-hal besar, ingatlah bahwa dalam sejarah sebagian orang besar justru ada yang baru memulai karyanya di usia tuanya.

Dahulu Rasulullah, Abu Bakar, Ustman dan banyak lagi sahabat yang turut dalam perang tabuk dengan menempuh jarak 600 km pada usia rata-rata di atas 60 tahun.


Umar Mukhtar tetap memimpin jihad di Libya dari usia 60 an hingga usia di atas 70 tahun. Yusuf bin Tashifin memimpin pertempuran Zalaqah di usia 74 tahun. Musa bin Nusair membuka Andalusia di usia 80 tahun. Dan Abbas bin Firnas menerbangkan pesawat pada usia 70 tahun. 

Di dunia ilmu, sang guru dari Umar bin Abdul Aziz, Shalih bin Kaisan memulai belajarnya di usia senja setelah lepas dari perbudakan, yakni 70 tahun. Dan baru berpikrah mengajar di usia 100 tahun.

Begitu juga riwayat dari ulama besar dari negeri Barat, yang menjadi salah satu bintangnya ulama madzhab Maliki, Abu Walid al Baji rahimahullah belajar agama usia 40 tahun dan baru menjadi ulama setelah berusia 70 an tahun.

Maka, jika hari ini usia senja membuat seseorang hanya berpangku tangan dari berjuang untuk agama, namun sebaliknya semakin rakus dalam memburu dunia, penyebabnya bukan karena udzur umur, tapi karena gelapnya hati oleh lumpur dosa dan jauhnya dia dari cahaya ilmu agama.